Membahas tentang bermaaf-maafan, umumnya identik dengan silaturahmi sebelum Ramadan dan saat Lebaran. Setelah shalat Id, semua warga datang ke rumah orangtua, kerabat yang dituakan atau teman-teman dekat, atasan yang "open house".
Sebelum Ramadan, selalu ada acara bermaaf-maafan, baik secara pribadi maupun komunal.
Acara buka rumah itu biasanya dimulai dengan acara bermaaf-maafan. Jika ini terjadi di istana Kepresidenan, maka kita akan berbaris rapi dengan membawa kartu undangan dari ke Sekretariat Keprisedanan . Satu persatu mereka akan menyalami Presiden dan istri untuk sungkem dan minta maaf. Setelah selesai acara bermaaf-maafan, barulah dilanjutkan dengan makan ketupat sebagai puncak dari acara Idul Fitri.
Sebelum ada Covid-19, kami kelompok Ibu-ibu Senam Tera, selalu mengadakan silaturahmi sebelum Ramadan untuk saling beramaafan. Bersih hati jelang puasa.
Saat saya bekerja, acara bermaaf-maafan baru dapat dilakukan setelah libur kerja usai. Hari pertama kami masuk kerja, saya dan beberapa orang berkeliling ke semua divisi/departemen di seluruh lantai kantor. Kami saling minta maaf atas kesalahan sambil mengucapkan selamat Idul Fitri.
Begitu pula acara bermaaf-maafan dengan skala rumah tangga atau keluarga umumnya, anak-anak yang telah berkeluarga akan mengunjungi ibu, ayah atau mertua perempuan/lelaki atau kerabat dari pihak ibu atau ayah, nenek dan seterusnya.
Sungkem dan silaturahmi untuk minta maaf merupakan suatu momen yang berharga ketika kita datang ke keluarga besar. Momen penting itu hanya terjadi setahun sekali. Kita tidak pernah tahu apakah dalam setahun itu kita pernah melukai hati dengan perkataan, perbuatan atau apa pun.
Pengalaman Pribadi:
Seringkali dalam perjalanan kehidupan , baik itu antar saudara atau antar keluarga, pasti ada perkataan atau perbuatan yang tak sengaja membuat hati kita tidak berkenan. Saya pun pernah mengalami hal yang sama.
Saya merasa relasi dengan keluarga pihak keluarga suami terputus. Saat mereka menghakimi saya dengan hal-hal yang tidak pernah saya perbuat. Bahkan, ketika kami merasa berat hati bahwa saya jadi pembicara atas nama suami untuk menghentikan bantuan . Namun, ternyata ada yang salah paham dengan hal ini. Saya justru dipersalahkan.
Dalam kondisi demikian, hati saya sedih, dan saya berdiam diri bahkan saya justru berbalik arah. Sikap hati saya membeku karena merasa dipersalahkan tanpa salah.
Tali persaudaraan sempat terputus. Kami tidak lagi menjadi dekat seperti dulu. Kami seolah menjadi manusia asing di antara saudara-saudara.