Hari itu, saya menerima sebuah video singkat berdurasi hanya 3 menit dari whatsapplication sebuah grup. Video itu aslinya ditayangkan oleh Diyanet TV, stasiun televise yang dikelola Kantor Urusan Agama PEmerintah Turki.
Sebuah tayangan yang berdurasi singkat sekitar 4 menit, mengungkapkan sebuah tradisi berbagi di Turki yang datangnya dari dua potong roti, dibayarnya dua roti, tetapi diambil satu sebagai "askita ekmek" (Roti yang ditangguhkan).
Dalam tayangan itu ada sebuah kedai roti sederhana yang letaknya di jalan besar. Kedai roti itu bukan sebuah kedai tertutup seperti di Indonesia, tetapi terbuka sehingga apa yang dijajakan itu akan terlihat oleh pembelinya. Seperti di Indonesia lapak yang didirikan dengan dorongan, tetapi kedai ini tempatnya tetap.
Pemilik kedai roti seorang bapak separuh baya yang badannya cukup subur. Letak kedai kopi di tepi jalan besar. Di bagian depannya untuk memajang roti khas Turki yang dinamakan Ekmek.
Di atas roti yang dipajang ada tempat keranjang gantungan di tiang sisi kanan untuk meletakkan roti donasi. Di bagian belakang terdapat tungku besar untuk memanggang ekmek.
Roti donasi ini adalah bagian terpenting dari cerita ini.
Roti Ekmek adalah roti yang jadi santapan sehari-hari orang Turki. Seperti layaknya orang Indonesia setiap hari makan nasi. Jadi tanpa ekmek, orang Turki serasa belum makan.
Ketika seorang pria muda datang ke toko Ekmek. Dia berkata kepada pemilik toko: "Saya mau beli 8 ekmek", ujarnya.
Pembeli Ekmek sembari menyerahkan uangnya". Ketika uang telah diserahkan, dia mengambil 4 buah roti ekmek. Pemilik toko segera mengatakan kepadanya : "Tuan, anda membayar untuk 8 ekmek, tetapi hanya mengambil 4 ekmek!"
Pembeli muda itu segera menjawab dengan lugas: "Letakkan 4 ekmek itu ke dalam keranjang gantungan!"
Segera pemilik toko pun membalasnya dengan ucapan "Semoga amal ibadahmu diterima! Lalu dia meletakkan ke empat ekmek itu ke keranjang ekmek untuk didonasikan kepada orang yang membutuhkannya.