Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Cerita Pendek tentang "Masker" yang Menyelamatkan

Diperbarui: 12 April 2020   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masker Sumber: Anik Ratnawati

Dulu, saya tak pernah menganggap bahwa  saya memerlukan benda kecil, tipis dan berwarna hijau  . Benda itu disebut masker.  Saat itu memang belum ada wabah covid-19.   Awalnya, saya tidak suka dan tidak  pernah membawanya karena merasa tasku itu sudah penuh dengan barang-barang yang jauh lebih penting ketimbang sebuah masker.  Di dalam tas itu terdapat peralatan perempuan (tas kosmetik kecil), dompet dan handphone serta chargernya.  Nach kenapa harus menambah satu lagi.  Ach ngga ada fungsinya, pikirku.

Suatu ketika saya sedang berwisata singkat ke Osaka dan Kyoto, saya melihat  dan menjumpai orang yang mondar mandir berjalan kaki di sepanjang trotoar itu mengenakan masker.   Pikiranku berkecamuk, di negara dan kota yang bersih begini masih gunakan masker .  Waktu itu musim sedang musim panas.  Jadi saya sangat tidak paham kenapa mereka mau gunakan masker.   Saya sendiri di negara tropis dengan polusi tinggi, hampir tidak peduli dengan penggunaan masker.

Begitu ada kesempatan untuk bertanya dengan seorang guide yang sangat fasih berbahasa Inggris (biasanya orang Jepang sulit sekali untuk berbahasa Inggris).   Aku bertanya kepadanya, kenapa orang Jepang memakai masker.   Jawabannya sangat mengagetkan,  alasannya adalah untuk kesehatan.  Mereka sedang flu atau allergi.  Untuk menghargai  orang lain supaya tetap sehat maka mereka gunakan masker.  Masker dianggap sebagai pelindung untuk tidak menularkan penyakit atau apa pun kepada orang lain.   Oh, aku baru mengerti dan paham, demi kesehatan warga Jepang ingin melindungi orang lain dari penyakit yang mungkin bisa saja sedang dideritanya. 

Walaupun dalam perkembangan zaman, anak muda Jepang yang suka mengenakan masker dengan logo dan corak yang lucu dan .    Penggunaan masker jadi asesori fashion .  Selain  itu juga  punya makna anonymity  untuk menghentikan interaksi sosial.   Mereka mengenakan masker itu agar tidak diganggu oleh orang lain (diajak bicara atau ditanya oleh orang lain)  .

Setelah mengalami pengalaman itu , mulailah saya jika ke luar rumah terutama jika menggunakan transportasi public, pasti saya membawa masker.   Saya merasakan lebih sehat ketika saya menggunakannya karena tidak sesak nafas dengan polusi udara.  Jadi alasan saya menggunakan masker bukan karena saya sakit, tetapi lebih kepada allergi dan kesehatan yang ingin saya alami.

Suatu ketika ketika saya harus menjenguk suami seorang teman di rumah sakit.  Suami teman ini sedang berada di ruang ICU dimana sebenarnya tidak dapat dikunjungi. Tetapi karena saya ingin berbicara dengan istrinya, maka saya pun datang ke rumah sakit .

Ketika saya datang, teman ini sedang kebingungan, mencari sesuatu.  Saya segera bertanya, apa yang dicarinya.   Dia berkata:  "saya diminta dokter untuk masuk ke ruang ICU tapi harus memakai masker.  Saya merasa membawa , tetapi kok saya cari tidak ada.  Aduh gimana, apa mesti beli ke apotik dulu?"

Saya segera meraih sebuah masker baru di tas saya.  "Ini dipakai saja!"   Sambil berlalu cepat: "Oh, terima kasih yach, ini masker menyelamatkanku!"

Itulah sekelumit cerita perjalanan sebuah masker di kehidupan saya.  Bagi saya cerita itu mulai meneguhkan lagi bahwa masker itu memang penting.

Saat Covid-19:

Sebelum Covid 19, saya sebenarnya  tidak punya persediaan , stok lama saya hanya 2 plastik yang saya beli dari apotik.   1 plastik isinya hanya 3 berarti saya hanya punya 6 masker.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline