Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Mendidik Anak Tanpa "Gratifikasi"

Diperbarui: 25 November 2019   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: selasar.com

Pagi ini yang indah , khususnya bagi para Guru Indonesia, di Hari Guru Nasional. Ketika semua guru di Indonesia mendapat penghargaan dari semua warga baik itu orangtua, anak didik dan masyarakat umum.

Penghargaan kepada guru sebagai ujung tombak dari pendidikan anak memang selayaknya diberikan. Tapi guru bukan sekedar dari ujung tombak pendidikan, tapi juga penggerak, begitu permintaan dari Nadim Makariem dalam pidato di Hari Guru Nasional.  Penggerak dalam hal ini bukan sekedar memotivasi anak untuk mau belajar , tapi mampu memberikan perubahan kecil agar anak bisa menyukai bersekolah .  Bersekolah itu menyenangkan jika metode mengajar guru menyenangkan.

Ternyata dibalik semua itu pendidikan anak bukan hanya pada guru . Sebagian waktu terbesar anak adalah pada orangtuanya.  Jika orangtuanya mendidik anak salah, maka anak itu juga akan menjadi anak dengan didikan yang salah.

Salah satu didikan salah yang sering diterapkan oleh orangtua adalah GRATIFIKASI.    Sering orangtua tidak menyadari , "loh" saya tidak kasih anak uang atau saya tidak pernah menyuap kepada anak saya. 

Benar Anda memang tidak pernah memberikan uang langsung kepada anak, tetapi Anda pasti sering memberikan iming-iming kepada anak dengan hadiah.  Salah satu contohnya, "Nak, jika nilai matematikamu naik di semester berikutnya,  mamah akan berikan kamu gadget baru!"

Seolah olahmengiming-imingi itu sama dengan memberikan uang . Orangtua memberikan harapan kepada anak agar keinginanya tercapai.   Hal ini orangtua melanggar hukum dan etika, dan bagian dari korupsi.  Anda sebagai orangtua menyuap anak untuk tidak memenuhi kebutuhan fundamental anak  untuk "merasa dicintai secara terhormat" maupun "merasa dicintai".

Apa dampak suap pada karakter anak?

Saya mengutip ulasan dari Dokter Dono Baswardono bahwa seorang anak yang "disuap" oleh ibunya maka dia akan mencari keinginan untuk hasrat konsumtifnya .  Menjauhkan karakter produktifnya.

Mengulangi kalimat yang di atas "Nak, jika kamu mau belajar dengan lebih baik dan nilai rata-ratamu naik, ibu akan membelikan kamu gadget!", berarti ayah atau ibu mengontrol anak.  Anak tidak lagi setara dengan ayah atau ibu, tetapi anak dianggap objek oleh ayah atau ibunya.  Bahkan, kasarnya anak itu dianggap sebagai barang yang dapat dibeli dengan janji atau menurut keinginan orangtua. Dalam jangka panjangnya, anak akan merasa dihargai apabila dia merasa tidak dihargai atau rendah diri, dan ukuran keberhasilan dirinya hanya jika dia memiliki barang-barang yang dijanjikannya.

Ketika prestasi anak hanya diukur dengan raport yang bagus nilainya, piala juara dan medali yang bergantungan,  ia tidak menghargai hasil usahanya sendiri.  Ia hanya menginginkan "tepuk tangan" dari orang lain. Ia tidak bisa merasa kepuasan dan nikmat belajar dengan usaha yang kuat dari dirinya sendiri,  alih-alih justru dia selalu minta dorongan motivasi dari orang lain supaya dia bisa mencapai sesuatu yang diinginkannya.  Ada orang lain sebagai motivator bukan dirinya sendiri.

Ketika anak itu bekerja, motivasi kerjanya hanya terpateri pada benda-benda atau fasilitas yang diberikan kepada perusahaan.   Bukan pencarian  kerja berdasarkan  passion yang ditingkatkan, tetapi dia justru bekerja untuk mengejar apa yang diberikan perusahaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline