Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

IQ Bukan Segalanya! Kenali Kecerdasan Ini agar Bisa Sukses

Diperbarui: 5 November 2019   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputan6.com

Anggapan sementara orang bahwa kesuksesan hanya diperoleh dari mereka yang memiliki intelegensia (IQ)  tinggi saja.  Kunci sukses bukan terletak hanya di IQ saja, karena IQ tinggi tidak menjamin masa depan yang cemerlang.

Ketika masih kecil, masuk ke TK sudah terlihat pandai, lalu masuk ke SD di sekolah yang bagus, melanjutkan ke SMP dan SMA  di sekolah unggulan dengan tujuan agar dapat memperoleh  nilai yang tinggi. Nilai yang tinggi hasil dari UN itu jadi pintu masuk untuk bisa masuk perguruan tinggi terkemuka. Prestasi akademik di Universitas terlihat sangat memuaskan.   Lulus dari Universitas, berharap langsung dapat pekerjaan bagus karena nilai IPK yang tinggi.

Ternyata, apa yang diharapkan tidak sesuai kenyataan,  hasil interview tidak menunjukkan bahwa anak yang IQ tinggi itu belum memiliki EQ yang memadai. Pertanyaan sederhana, kenapa Anda ingin melamar di pekerjaan ini? Dijawabnya dengan bangga dan percaya diri: "Saya memiliki kecerdasan yang tinggi untuk dapat melakukan pekerjaan ini!"  Kebanggaan yang dinilai hanya berdasarkan angka bukan dari kesanggupan berkontribusi kepada perusahaan dimana dia melamar.

Kecerdasan kedua  yang harus dimiliki adalah Emotion Intelligence (EI ) atau Emotional Quotient (EQ). Kemampuan seseorang untuk mengetahui kemampuan dan mengenali emosi dan mengelola persaan dengan menggunakan untuk bersikap  dan berpikir sesuai dengan lingkungan dan mencapai tujuannya.

Kecerdasan emosi jauh lebih penting ketimbang kecerdasan kompetensi. Orang yang IQ tinggi belum tentu memiliki  rasa empati, bijak, mengelola perasaaannya dengan baik.  Riset menunjukkan bahwa  orang yang memiliki EI tinggi akan memiliki  kesehatan mental, hasil pekerjaan yang dan skill leadership yang jauh lebih baik ketimbang mereka yang tak punya EI.  Apalagi jika mereka tak punya rasa empati, bijak atau sering marah hanya soal sepele, tak mampu mengendalikan emosi apabila ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Kecerdasan ketiga adalah Adversity Quotient (AQ).  AQ diperkenalkan oleh Paul G.Stoltz pada tahun 1997 "Adversity Quotient: Turning Obstacle into Opportunites. Makna dari Adversity adalah kegagalan atau kemalangan. 

Orang yang memiliki AQ adalah seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur dan dia mampu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam hdapi tantangan besar atau sehari-hari itu.

Ada tiga tipe orang dalam pencapaian AQ:

Tipe pertama adalah orang yang disebut dengan Quitter. Quitter adalah orang yang mudah sekali menyerah terhadap tantangan.  Jika ia harus naik gunung, dia merasa lebih baik di bawah saja, tak usah naik ke atas, lelah dan cape jika harus naik ke atas.

Tipe kedua adalah orang yang disebut dengan Camper. Orang yang hanya mencari amannya atau nyaman saja. Contohnya ketika diberikan pekerjaan baru yang menantang, dia memilih tetap menekuni pekerjaa lama yang rutin dan membosankan, tapi merasakan kenyamanan karena tidak perlu cape dan tegang.

Tipe ketiga adalah orang yang disebut dengan Climber.  Orang yang senang menghadapi tantangan atau mencari kesempatan dalam kesulitan.  Selalu ingin mengubah tantangan jadi kesempatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline