Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Mengapa Start Up Harus Berbenah Diri di Tengah Pertumbuhan Ekonomi Digital?

Diperbarui: 7 Oktober 2019   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

barantum.com

Klaim yang sangat besar dari Kementrian Keuangan bahwa  pertumbuhan Ekonomi digital menyumbang PDB yang besar di tahun 2018 yaitu sebesar 2.9% . Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, menargetkan pada 2020 nanti, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai sekitar USD 130 miliar atau kurang lebih 11% dari produk domestik bruto (PDB).

Pertanyaan besarnya apa yang terjadi dengan  4 raksasa  Unicorn Start up (perusahaan rintisan)  Indonesia yang memiliki nilai valuasi USD 1 milliar itu seperti Gojek USD 9.5 miliar,  Tokopedia USD 7 milliar,  Traveloka USD 4,1 milliar,  Bukalapak USD 1 milliar  ada yang mulai berbenah diri?

kompas.com

Seperti yang kita ketahui beberapa minggu yang lalu, Bukalapak mulai mengadakan PHK.  Jumlah PHK yang dilakukan oleh Bukalapak itu cukup besar , hampir 100 orang.

Mengurangi karyawan di perusahaan rintisan yang dianggap sudah masuk kategori Unicorn itu , mungkin menghancurkan fantasi dari anak-anak milenial yang merasa bahwa start up itu sedang tumbuh tetapi kenapa harus mengurangi karyawannya.

Mengelola perusahaan start up berbeda dengan perusahaan konvesional. Untuk perusahaan konvesional, management ada di tengah-tengah dan mengurus semua bagian.  Sedangkan untuk start up ,  adalah sebuah platform yang mengelola  tangible unutilized (tidak ada benda fisik, tetapi semuanya berupa software dan hardware) .

Cara bekerjanya pun beda. Untuk  start up itu ada ecosystem yang harus dibangun oleh platform owner.  Ada perusaahan start up yang untung ada yang rugi, ada yang mengelola dengan ecosystem yang sangat canggih seperti Alibaba.   

Alibaba telah punya ekosistem yang sangat menyeluruh seperti Market place, logistics, finance, cloud, social media, entertainment, health. Jadi fungsi dari Alibaba sebagai orkestrator ekosistem saja. Sementara Perusahaan start up di Indonesia masih banyak yang bergerak di bidang market place.

Perlu dipahami bahwa perusahaan start-up sama seperti perusahaan konvesional, dananya  memang tidak mudah dikucurkan oleh investor atau fundrasing apabila performa bisnis dari perusahaan itu tidak menunjukkan tingkat pertumbuhan yang bagus.  Logisnya pemodal tidak mau terperosok di lubang dengan menanamkan dana ke perusahaan dengan valuasi tinggi tetapi tidak menguntungkan karena ternyata justru perusahaan sedang menderita kerugian.

 Ketika start-up seperti Bukalapak sedang mulai operasionalnya, dana yang disuntik itu hanya untuk jangka pendek seperti 1-3 tahun,  Dalam jangka pendek itu perusahaan harus membangun usaha  dan bisnis modelnya belum fokus mau kemana.   

Pada saat itu  Bukalapak masih belum memiliki bisnis model yang sesuai dengan strategi internalnya.    biasanya fokusnya  pada market place dan payment.   Ketika market place dibangun,  banyak aspek yang cukup menyedot biaya seperti  perekrutan  SDM  untuk pembuatan software dan hardware,  lalu marketing, promosi yang cukup besar yang menyedot biaya .

Setelah berjalan hampir 2-3 tahun, barulah Bukalapak mengevaluasi bahwa profit yang didapatkan di tahun 2018 itu  turun dan evaluasi menunjukkan bahwa strategi yang tidak sesuai . Jumlah karyawan yang kena PHK sebesar 100 orang dari total tenaga kerja 2,600.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline