Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Saatnya E-Dagang, Youtuber, dan Selebgram Dikenai Pajak

Diperbarui: 1 Februari 2019   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok: kerjayuk.com

Semua pemilik platform begitu kaget saat terdengar adanya implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tahun 2018 tentang Pajak untuk e-dagang.

Tak perlu kaget atau khawatir tentang pajak yang dikenakan baik kepada pemilik platform maupun kepada mitra-mitra yang  sering disebut dengan pelapak atau UKM . Sebenarnya  pemerintah ingin agar pedagang, pengusaha, dan penyedia jasa di platform e-commerce itu  membayar pajak mulai April 2019.

Tidak ada hal yang baru tentang jenis pengenaan pajak. Karena sampai saat jenis pajak yang dimplementasikan oleh pemerintah masih tetap sama yaitu PPH, PPn .    

Yang berbeda adalah dulu  para pemilik platform dan pedagang itu banyak yang menggunakan platform untuk berdagang tanpa melaporkan berapa omzet dagangnya, bahkan ada yang belum punya NPWP sama sekali.

Layaknya semua pedagang offline pun seperti toko-toko, pengusaha yang punya pabrik, toko , atau restoran pun sudah harus memiliki NPWP .  Dari pedagang offline ini sudah harus melaporkan omzet dagangnya per tahun berapa.  

Jika kurang dari Rp4,8 milliar akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 0,5 persen dari omzet.  Sedangkan mereka yang omzetnya melebihi Rp4,8 milliar akan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan membayar pajak  sebesar 10% dari omzet.

Sementara bagi penyedia platform, diwajibkan untuk memiliki NPWP, mereka juga harus memungut, menyetor dan melaporkan PPN, dan PPH yang terkait dengan penyediaan layanan paltform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa.

Untuk keadilan maupun kesetaraan, antara pedagang offline dengan pedagang online, menurut Managing Partner dari Danny Darussalam Tax Center berpendapat bahwa bisnis yang dijalankan melalui platform e-datang sepantasnya dikenakan pajak sebagaimana yang ketentuan perpajakan pada umumnya. 

Hal ini untuk memberikan keadilan baik untuk pengusaha offline maupun pengusaha online.  Tidak ada perbedaannya karena mereka itu sama-sama pengusaha, hanya perbedaannya adalah cara metode berdagang mereka adalah dengan online.

Ada yang menarik di sini, kenapa terkesan pemerintah sangat sigap untuk mengimplementasikan Pajak kepada e-dagang. Tentunya ada alasan kuat karena sekarang ini sektor ekonomi digital yang berkembang terus cukup kuat. 

Bahkan potensi untuk penerimaan pajak pun jika dihitung  untuk Pph Final bisa mencapai Rp342 miliar dengan melihat jumlah transaksi di tiga platform e-datang sebesar Rp68,4 tirliun di tahun 2017.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline