Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

"Belanja Pengalaman" Unsur Penting dalam Berwisata

Diperbarui: 18 Oktober 2018   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BUkit Wairinding, Waingapu. Sumber: Tribute Travel.com

Suatu hal yang dapat dipungkiri ketika saya suatu kali tergoda untuk datang ke pameran "Garuda Travel Fair"  beberapa bulan yang lalu.  Hampir tidak percaya event yang saya pikir itu biasa saja, ternyata jadi luar biasa membludak peminatnya. Ada hampir 8 loket penjualan tiket. Harga tiket masuknya pun terbilang tidak murah, Rp.50,000 pada hari week day dan Rp.100,000 pada hari week end.

Begitu masuk, ternyata animo warga Jakarta yang masuk ke arena pameran itu sangat besar sekali. Di tiap stand dari travel biro yang menawarkan banyak pilihan paket wisata baik dalam maupun negeri dipenuhi dengan calon pembeli traveller yang harus antri.

Teringat dengan suatu buku yang berjudul "Disruption"  oleh Prof. Rhenald Kasali, Guru Besar Manajemen. Fenomena baru dari suatu model bisnis yang dulu dilakukan secara usang, sekarang sudah berubah total sama sekali.  

Salah satunya adalah dunia wisata,  dulu untuk bisa berwisata, orang harus beli tiket pesawat harus datang ke agen perjalanan dari pesawat. Lalu harus mengurus dan mencari informasi sendiri bagaimana nantinya perjalanan wisata dengan menghubungi agen wisata di luar negeri.

Namun, di era digital, semuanya dimudahkan  untuk booking dan pengurusan dokumen, visa dan bahkan semua paket wisata yang ditawarkan dengan komplit dapat dilihat dari situs di masing-masing agen perjalanan wisata.

Gaya hidup atau perilaku masyakat pun ikut berubah dengan adanya digitalisasi ini. Perilakunya lebih unik dan lebih berani. Mereka ingin mengalami sendiri apa yang ditawarkan pada fitur-fitur yang lengkap di situs dari web wisata dan sosial media di berbagai media sosial.

Seiiring dengan berubahnya gaya hidup masyarakat dalam wisata,  pola konsumsi pun ikut berubah.  Berwisata menjadi barang yang primer dalam pilihan hidupnya. Banyak masyarakat yang punya uang atau sedikit punya uang (menggunakan kartu kredit) berani  menggunakan uangnya untuk berwisata sebagai bagian hidupnya.  Suatu kebutuhan hidup yang merupakan konsumsi untuk mendapatkan pengalaman.

Pengalaman yang nilainya cukup mahal bagi sebagian orang tapi tetap memberanikan diri demi gengsi. Gengsi karena dianggapnya wisata itu bukan barang mahal /mewah lagi karena petualangan harus dijalankan untuk mendapatkan hal yang baru , lalu mempostingkan di media sosialnya bahwa mereka juga punya pengalaman baru di wisata-wisata yang unik dan menyenangkan itu.

Tak segan-segan mereka menggunakan dananya yang  semula untuk emergency, digunakan untuk liburan demi untuk mendapatkan impian liburan yang menyenangkan.

Apalagi kaum milineal pun ikut tergiur dengan tempat-tempat yang mereka anggap sebagai tempat "adventure" dan penuh dengan tantangan bukan sekedar tempat wisata biasa seperti tempat keajaiban dunia, Taj Mahal, Piramida, Tembok Besar, Christ Redeemer, Petra, Menara Miring Pisa.   Justru sebaliknya mereka ingin merasakan sensasi pengalaman baru tapi murah , Bukit Wairinding Waingapu, Sumba jadi idaman para milineal.

Selain itu,  jenis wisata yang diinginkan milineal semacam "the Flashpacker", tempat wisata ini memiliki tempat yang indah, mendukung untuk diabadikan, dan tersedia fasilitas yang memadai, seperti Canggu dan Ubud. Ada juga yang memiliki budget liburan terbatas dapat mencoba "the Glampacker" yang tidak kalah indahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline