Selayaknya, seorang siswa SMP atau SMA yang baru lulus dari UN akan merasa lega setelah berbulan-bulan harus belajar untuk menghadapi ujian nasional. Mereka harus belajar kuat-kuat untuk bisa lulus dengan Nilai Ujian Nasional (NUN ) yang memadai dan tertinggi.
Namun, ternyata tidak demikian halnya. Baru bernafas lega sebentar, mereka dihadapkan suatu proses pendaftaran yang baru . Disebut dengan PPDB Daring atau (penerimaan peserta didik baur daring 2018) . PPDB yang diberlakukan sejak tahun 2018 baik untuk DKI maupun Botabek ini sungguh membuat siksaan buat anak maupun orangtuanya.
Jika ditilik namanya sungguh keren, penerimaan secara daring. Kenyataannya ada banyak asa yang membuat anak-anak didik maupun orangtuanya dalam memburu pendaftaran sekolah negeri ini. Dimulai dengan persyaratan pendaftaran untuk SMP :
1.Memiliki SHUS-BN/DNUS SD/SDLB/ Paket atau SKYBS
2.Berusia maksimal 15 (lima belas) tahun pada tanggal 1 Juli 2018
3. Memiliki nomor induk Kepnedudukan (NIK) dengan memperlihatkan Kartu Keluarga
Ada dua jalur untuk pendaftaran yaitu melalui Tahap Pertama melalui Jalur Lokasi, Tahap Kedua Jalur Umum dan Tahap Ketiga Jalur Umum. Selain itu masih ada jalur Afirmasi untuk Anak Asuh Panti, Penerima KJP< KJP Plus dan Anak Tidak Sekolah, Selanjutnya jalur terakhir adalah Jalur inklusif
Begitu banyak jalur yang sangat membingungkan buat saya sebagai orang awam dimana saya tak menjumpai kesulitan saat anak saya masuk sekolah swasta mulai dari SD, SMP dan SMA kecuali harus test masuk untuk semua anak tanpa pembedaan jalur masuk sama sekali dan pengumuman dan pendaftaran kembali. Sederrhana ini.
Tapi begitu saya banyak melihat banyak ketimpangan kendala teknis baik itu siswa maupun orangtua. Mulai dari pendaftar yang harus datang meluangkan waktu dan energi lebih banyak selama penerimaan, ketidakpastian bagaimana proses pendaftaran di server yang seringkali down dan tidak dapat masuk ke jaringannya. Sampai kepada seorang orangtua murid yang mendaftarkan anaknya di hari terakhir karena dia menghadapi nomor induk kependudukan (NIK) anak yang tidak bisa diverifikasi. Dia harus lari-lari ke SUKU Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Selatan, lalu dengan waktu yang tinggal sedikit datang kembali ke sekolah yang bersangkutan . Ternyata masalahnya adalah pada nama yang sama yaitu ada dua Riski yang NIK-nya sama.
Walaupun namanya online tetap harus menyerahkan sejumlah berkas untuk diverifikasi misalnya kartu peserta ujian nasional, surat keterangan hasil ujian nasional sementara, akta kelahiran, kartu keluarga.
Ditambah dengan orangtua yang tak punya literasi digital bagaimana mengakses sistem daring ini.