Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Ironisnya Perjuangan Seorang Anak untuk Sekolah ke Jakarta

Diperbarui: 18 April 2018   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: kumparan.com

Seorang bocah berusia berusia 8 tahun, bernama Alviansyah  tiba-tiba jadi viral di suatu video .  Video viral ini  diunggah oleh Caroline Ferry, seorang pengguna Facebook yang bertemu dengan Alvin di gerbong KRL.   Kisah seorang anak  yang sering dipanggil dengan nama , Alvin. Dia siswa kelas 2 SDN 02 Petang, Kebon Kacang, Jakarta Pusat,  yang harus menempuh jarak  sekitar 50 km dengan naik kereta api dari rumahnya di Bakung Raya, Parung Panjang menuju ke sekolahnya di Kebon Kacang, Jakarta Pusat.

Saat ditayangkan di video, tentunya para pemirsa terutama para ibu-ibu akan merasa iba hati melihat seorang anak lelaki berusia 8 tahun sendirian tanpa ditemani oleh orangtua (ibu atau ayahnya) harus naik angkot dari rumah, disambung dengan  naik kereta api (KRL)  dari Parung sampai ke Tanah Abang. Dari Tanah Abang, dia masih harus berjalan kaki jika tak ada uang saku sampai ke sekolahnya di SDN 02 Petang Kebon Kacang.

Apa yang dibenak oleh semua pemirsa dan jurnalis saat melihat perjuangan seorang anak kecil itu untuk sekolah sejauh itu?   Saya sebagai seorang ibu langsung merasa sangat khawatir dengan keamanan dan kesehatan anak itu.  Membayangkan bagaimana seorang anak yang belum tahu seluk-beluknya kejahatan dalam dunia transportasi, belum lagi carut marutnya jalan di stasiun dan jalan-jalan besar yang dilalui oleh Alvin.

Kekhawatiran itu sirna berganti dengan perasaan gelisah yang tak terperikan ketika seorang jurnalis dari Kumparan berhasil datang ke rumah Alvin.    Menjumpai ibu Alvin yang bernama Lasmawati. Saat ditanyakan kepada Ibu Lasmawati mengapa Alvin harus bersekolah jauh dari rumahnya, dia menjawab bahwa  dia tak mau kehilangan fasilitas KJP yang merupakan fasilitas  dan program dari Pemprov DKI untuk mereka yang bersekolah di DKI dan tak mampu untuk membiayai.    Bahkan dikatakannya bahwa dengan KJP itu dia dapat menggunakan dana untuk membeli keperluan makan dan lain-lainnya untuk anaknya selama 6 bulan.

Terungkap juga kondisi ekonomi ayah dan ibu Alvin.   Sebelumnya, Alvin bersama adik-adiknya  dan kakaknya (4 orang) tinggal di sebuah kontrakan di Jakarta karena ayahnya bekerja sebagai supir truk sementara ibu Lasmawati menjual gorengan di sekitar tempat tinggalnya.  Namun, sejak ayahnya kena PHK, kondisi keuangan pun ikut morat marit dan tidak mampu untuk membayar kontrakan rumah.  Ibu Lasmawati mengajak semua sekeluarga pindah ke rumah orangtuanya di Tangerang.  

Ibu Alvin, Lasmawati dengan adik-adik Alvin. Sumber: Kumparan.com

Saat ditanyakan kenapa tidak ada keinginan untuk pindah kembali ke Jakarta?   Ibu Lasmawati mengatakan ayah Alvin belum mendapatkan pekerja tetap sampai saat ini sehingga dia tak bisa pindah lagi ke Jakarta.  Bagaimana jika Alvin dipindahkan ke sekolah di Tangerang?   Jawabannya sangat mengagetkan , Ibu Lasmawati mengatakan dia tak mau kehilangan KJP karena di Tangerang belum ada program semacam itu  yang sangat bermanfaat nilainya buat penunjang keluarga yang ekonominya sangat lemah.

Sementara itu ketika jurnalis Kumparan menanyakan kepada  Ibu Rosmalina, Kepala Sekolah SDN Kebon Kacang  menyatakan bahwa dia sebagai kepala sekolah sangat peduli dengan kondisi Alvin.   Bahkan Ibu Rosmalina telah mengunjungi Ibu  Lasmawati untuk memindahkan Alvin ke sekolah yang dekat dengan rumahnya.  Namun,  terlihat ibu Lasmawati masih sangat keberatan untuk memindahkan Alvin ke sekolah yang dekat dengan rumahnya karena takut kehilangan KJP.

Masalah atau persoalan intinya adalah Ibu Lasmawati sangat rentan sekali dalam ekonomi dan kesehatannya sendiri sehingga beliau tidak begitu memperhatikan bagaimana bahayanya seorang anak yang dibiarkan berjalan, naik kereta, tanpa melindunginya maupun mencoba mencari jalan ke luar yang dapat melindungi Alvin.

Sayang sekali potret fasilitas pendidikan yang tidak merata itu menjadi kendala bagi seorang ibu untuk menaruh bahaya keselamatan seorang anak demi mempertahankan fasilitas yang telah didapatnya.

Adakah seseorang yang mampu untuk mengubah pandangannya?  Adakah persoalan yang demikian besar itu tak tersentuh oleh kemanusiaan atas nasib keselamatan jiwa seoragn bocah kecil.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline