Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Dibalik "Batik Girl" yang Berkiprah Mendunia

Diperbarui: 12 Desember 2017   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Seorang perempuan cantik , berjiwa sosial tinggi dialah  Lusia Kiroyan atau Lusia Efriani Kiroyan nama lengkapnya. Dunia yang digelutinya sangat berbeda dengan penampilannya yang anggun, cantik dan sangat elegan dalam balutan batik warna coklat .  Seorang sosial entrepreneur , Consultant G2G, B2B & Fixer. FP : CFIC BATIK GIRL.

Kegemarannya untuk menggunakan batik pada saat  kuliah, wajahnya yang cantik ditambah dengan  lemah gemulainya gerakannya serta  rambutnya yang hitam legam, membuat Lusia , mendapat  julukan sebagai "Cinderalla Batik"

Lusia E.Kiroyan dengan batik girl : dok.pribadi

Jalan hidupnya memang tak semulus dengan apa yang dia harapkan. Ingin menjadi seorang entreprenur tetapi gagal  dan masuk dalam jerat hutang.    Ketika obsesinya yang terbesar masih ada, dia terus berpikir keras untuk berinovasi bagaimana jika memiliki pabrik tapi tanpa modal. Suatu pertanyaan konyol sekali jika dipikir dengan matang.  Namun, tidak bagi seorang Lusia.    Ketika dia melihat penjara perempuan khusus napi perempuan yang terjerat kasus narkoba dan pecandu obat terlarang sebagai suatu hal yang potensial untuk jadi pabrik kreatif yang potensial   Banyak yang berpikir aneh tentang ide Lusia karena penjara adalah tempat yang buruk, seram, menakutkan dan berbahaya.

Namun, kegelisahan Lusia itu tak serta merta menghentikan langkahnya ketika orang lain boleh saja beranggapan negatif, tapi dirinya  justru makin memantapkan dirinya untuk melakukan "sosial empowering"  kepada para napi yang tidak berdaya itu.    Para napi perempuan itu berusia sekitar 10, 16 sampai 35 tahun . Usia yang masih muda seharusnya harapan hidupnya masih cerah tapi justru hidup berada dalam  jeruji besi yang menunggu sampai hukuman habis atau justru ada yang menunggu hukuman mati tanpa harapan.

Lusia pun berpikir keras jika dia membuat penjara sebagai pabrik kreatif, lalu produk kreatif apa yang dapat dihasilkan?  Awalnya, Lusia hanya berpikir bahwa para napi itu diajarkan untuk membuat kue dan es untuk wirausaha.  Kue dan es itu tak perlu modal besar dan perputarannya sangat cepat. Begitu dimasak, dijual dan dapat uang, lalu dipakai sebagai modal berikut.

Tetapi karena Lusia sering   diundang ke luar negeri sebagai pembicara,  ketika ditanya apa oleh-oleh dari Indonesia yang spesifik yang mengindetifikasikan Indonesia.  Terpikir olehnya oleh-oleh yang mudah dibawa dan punya ciri khas Indonesia adalah "Boneka" .   Boneka itu harus punya ciri Indonesia dengan mengenakan pakaian nasional yang dikenal dengan nama batik. Batik merupakan kekayaan nasional yang sudah diakui dunia .  Itulah ide pertama yang tercetus dalam dirinya. Sebagai misi sosial boneka mudah dapat diberikan kepada orang lain .

Selain nasib warga binaan perempuan (WBP) yang dipikirkannya,  boneka juga dianggap sebagai alat terapi bagi WBP artinya dengan boneka mereka melatih mental , kesabarannya dan takwa.  Juga mereka akan mendapatkan pendapatan dari pembuatan boneka.    Setiap warga WBP  diwajibkan untuk membuat boneka yang tidak boleh sama dengan yang lainnya.  Jika sama, mereka harus memperbaikinya.  Ketrampilan dan kreativitas sersta kemandirian jadi titik modal bagi pembuatan boneka oleh para napi.

Pada tahun 2012  di tempat tinggalnya di Batam,  dimulailah usahanya untuk memberdayakan dua LP wanita, yaitu LP di Batam dan LP di Bali.  Jumlah napi yang dipekerjakan masing-masing dari Lapas sebanyak 500 orang.   Kapasitas produksinya  1000.   Yayasan itu pun akhirnya kini dapat terwujud yakni Rumah Belajar dan Rumah Singgah "Cinderella from Indonesia Center (CFIC)" di kawasan Duta Mas, Batam Centre, Kota Batam.

Proposal dari sosial entreprenurship ini disodorkan oleh Lusia ke pemerintah-pemerintah di luar negeri . Justru merekalah yang  memberikan hibah.  Pada tahun 2016 Lusia mendapatkan hibah dari Amerika serikat n 2013 dia mendapatkan dana hibah US$ 19.483 dari Kementerian Luar Negeri AS atas proposalnya memproduksi boneka seperti Barbie namun berbaju batik untuk memberdayakan napi perempuan. Lusi yang malam itu menjadi satu dari 6 penerima penghargaan Youth South East Asia Leaders Initiative (YSEALI).

Dengan dana hibah itu, Lusia mulai melatih para napi dalam waktu tiga hari dengan mendatangkan ahli designer .  Para napi diajar bagaimana membuat pola baju, memotong dan menjahit atau mengelem sehingga menghasilkan boneka Batik yang cantik.

Hibah itu tentu harus digunakan dengan baik karena pertanggungan jawab besar kepada negara pemberi.  Selain untuk membayar kepada para napi perempuan, profit dari hasil penjualan sebesar 10%  dibagikan kepada anak-anak disabilitas dan anak kanker di seluruh Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline