Rasa iba, kasihan dan cepat berbelas kasih itulah budaya orang Indonesia jika melihat posting dari orang-orang yang sakit, tua bekerja keras tapi tidak menghasilkan uang, bahkan ada yang cacat, tukang ojek .
Orang yang memposting mereka yang tak berdaya itu, awalnya hanya ingin menunjukkan bahwa ia peduli dengan sesama. Siapa tahu pembaca atau siapa pun yang kebetulan membaca postingan itu tersentuh hatinya untuk membantu.
Mudahnya orang Indonesia yang cepat jatuh kasihan itu memang suatu hal yang positif. Akhirnya medsos baik itu facebook , twitter, atau instagram dijadikan media untuk menggagas ide minta bantuan. Tidak ada hal yang negatif untuk mereka yang sangat berbelas kasih dan mampu memberikan uangnya serta bertindak memberikan pekerjaan bagi mereka yang sangat membutuhkan pertolongan.
Setelah semua bantuan berdatangan, acapkali orang harus berhadapan dengan fakta bahwa orang yang dibantu kebanjiran dengan bantuan. Bantuan baik berupa tawaran pekerjaan, uang atau donasi. Lalu, siapakah yang mengorganisasikan bantuan itu? Kembali kepada penggagas yang memposting “Bantulah”. Kendati posting itu tak ada larangan sama sekali, rasanya kurang mendidik untuk membantu orang dengan meminta belas kasih dalam sekejab dan akhirnya ada gagasan lain dibalik bantuan-bantuan yagn diberikan.
Pengorganisasian/manajemen bantuan itu sejak awal memang berasal dari pribadi kepada pribadi. Padahal di Indonesia sudah ada Yayasan Sosial atau Kementrian Sosial yang sejogjanya punya wadah untuk bisa membantu orang-orang yang sangat butuh bantuan.
Bagaimana dengan bantuan pribadi kepada pribadi itu ?
Selayaknya ada paying hokum yang mewadahi apabila orang ingin membantu mereka yang butuh bantuan dalam skala besar. Jika tidak, salah-salah bantuan itu hanya merupakan langkah surut, mundur karena bantuan sesaat itu memang mulia dan sangat baik untuk kepedulian kemanusiaan, tapi jika tidak diorganisasikan secara professional hal itu mudah sekali jadi bumerang bagi penggagas atau yang dibantu.
Manajemen Bantuan Sosial
Seorang social entrepreneur, Gama Binsaid, yang telah menerima Social Entrepreneur Award merupakan salah satu contoh orang yang punya manajemen dan berwawasan sustainably (berkelanjutan).
Gamal Albinsaid, dokter yang pernah magang di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang ini mendapatkan penghargaan HRH The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneurship First Winner 2014, pada 31 Januari 2014.
Karyanya berupa klinik asuransi premi sampah, membawa Gamal sampai ke Inggris. Program yang dijalankannya ini merupakan salah satu program milik Indonesia Medika. Anak dari pasangan Eliza Abdat dan Saleh Arofan Albinsaid ini merupakan CEO dan pendiri Indonesia Medika.