Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Efek Psikologis Drama Pembebasan Sandera

Diperbarui: 1 Mei 2016   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

suara.comdari awal pemberitaan penyanderaan 10 ABK oleh kelompok Abu Sayyaf dimulai tanggal 26 Maret hingga 1 Mei adalah drama panjang yang memakan waktu dan psikologis dari semua pihak. Penyanderaan dilakukan oleh Abusayyaf . Siapa sebenarnya KelompokAbu Sayyaf itu? Mereka adalah Al Harakat Al Islamiyya, kelompok separatis yang terdiri dari milisi yang berbasis di sekitar kepulauan selatan FIlipina, Jojo Basilan dan Mindanao. Jaringannya sangat luas , ke Malaysia, Thailand dan Indonesia. Mereka juga bertanggung terhadap beberapa aksi kekerasan, pengeboman, pembunuhan, penculikan, pemerasan.

Bagi para pihak informal (kelompok dari TIm kemanusiaan /Yayasan Sukma dari Media Group ) dan pihak pemerintah, tentunya sangat prihatin, usaha keras, dan terus menerus berusaha mencari tahu dimana keberadaan para sandera. Menyelesaikan suatu masalah ketegangan yang harus dengan hati dan trik dan strategi dan komunikasi intensif. TIdak bisa dibayangkan bagaimana mereka menyusun komunikasi dan negosiasi baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara yang lokal dan budaya.

Jika kekerasan dipertentangkan dengan kekerasan, saya tak bayangkan bahwa pelepasan ke 10 sandera itu tentu tidak akan berhasil. Upaya yang intensif dari diplomasi , negosiasi,kerja sama semua pihak terus menerus dilakukan. Proses yang tak bisa dilakukan hanya sepihak, tetapi oleh semua pihak. Psikologis dari penentu kebijakan Pemerintah Filipine tentu juga penuh dengan ketegangan dan stres. Semua pihak internasional menyoroti apa yang dilakukan oleh Pemerintah Filipine. Bahkan, Filipine harus mengorbankan beberapa orang militernya dalam baku tembak dengan para penyandera.

Lalu, bagaimana dampak psikologis bagi keluarga sandera. Setelah melihat bahwa para 10 sandera diantar oleh sekelompok yang diduga dari Abu Sayyaf dan diturunkan ke depan Gubernur Abdusakur Mah Ail Tan , otoritas melakukan pemeriksaan kesehatan. Pembebasan itu langsung dapat ditayangkan secara live di TV, keluarga sandera langsung terharu, mengucapkan syukur kepada Allah, bahagia atas kebebasan sandera. Ketika interview dilakukan oleh Metro kepada keluarga (terutama ayah dari ABK), ditanyakan apakah anaknya masih diperbolehkan untuk menjadi pelaut/ABK melihat besarnya resiko menjadi pelaut/ABK.

Pertanyaan itu dijawab oleh para ayah ABK bahwa mereka tetap mendorong anaknya tetap untuk jadi pelaut/ABK karena gaji seorang pelaut/ABK jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji jika mereka bekerja di darat. Sebuah ironi dari sebuah resiko besar yang dipertaruhkan untuk keinginan mendapatkan uang yang lebih besar. Bahkan orangtua itu tak peduli dengan dampak psikologis dari anaknya sendiri.

Bagaimana dampak psikologis bagi para sandera itu sendiri. Ketika diadakan interview dengan salah satu nahkoda kapal, Pieter Consen, ancaman, tekanan , makan hanya diberikan satu kali, tidur di atas serpihan daun di hutan, tak mandi atau ganti baju. 36 hari tanpa komunikasi dengan dunia luar dalam tekanan ancaman, tentu ada rasa takut dan gentar. Orang yang berada di ujung tanduk kematian, biasanya ada rasa trauma. Apalagi disebarkan cerita yang menakutkan dari penyandera.

 Bagaimana pun diharapkan jika nanti para ABK itu sudah sampai di rumah masing-masing, mereka harus diberikan proses penyembuhan traumatis oleh para ahlinya. Jika tidak, ada bayang-bayang trauma itu membelenggu kehidupan selanjutnya. Sebaiknya penyelematan ini bukan untuk dijual sebagai dagangan politik, tapi lebih memperhatikan dampak psikologis korban karena justru inilah yang terpenting bagi para ABK ini.

Diharapkan tanggal 5 Mei 2016 nanti ada tonggak sejarah yang penting agar perundingan Presiden Jokowi dengan pemerintah Filipine tentang keselamatan para ABK agar tidak terulang peristiwa kedua kalinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline