Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Perlukah Cuti untuk Suami ketika Istri Melahirkan?

Diperbarui: 8 Februari 2016   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="garisdua.com"][/caption]

Tidak terbayangkan jika sepasang suami-istri yang baru saja membangun keluarga, lalu menghadapi kelahiran putra/putri pertama. Apalagi jika sepasang suami-istri itu keduanya berkerja. Istri pastinya dapat cuti melahirkan selama tiga bulan sesuai peraturan dari Departemen Tenaga Kerja.  Namun, bagaimana dengan suaminya?

Ada yang berpikir bahwa keluarga itu dapat mencari perawat bayi. Bagi keluarga yang secara finansial cukup memadai, meng""hire" perawat bayi tidak menjadi masalah. Kehadiran seorang perawat dapat menolong istri dan bayinya dari kerepotan dari kehadiran seorang bayi.


Tetapi bagaimana dengan mereka yang tak memiliki dana atau finansial yang cukup untuk membayar seorang perawat. Tentunya,a da seseorang yang mendampingi istri. Bagi suami tentunya tidak mudah mendampingi selama tiga bulan untuk membesarkan bayinya. Di Indonesia belum adaregulasi secara resmi untuk mendapatkan cuti kerja bagi suami yang istrinya melahirkan. Pada umumnya, suami itu akan cuti jika istrinya melahirkan selama beberapa hari saja. Cuti ini pun diambil atau dikurangi dari cuti kerja yang biasanya /umumnya dari seorang pekerja yaitu 12 hari kerja.

Lalu bagaimana jika suami harus kembali bekerja setelah cuti 1 minggu. Apakah istri dibiarkan sendiri untuk mengurus bayinya. Keadaan fisik seorang istri yang baru melahirkan biasanya sangat lemah. Apalagi mereka yang melahirkan secara caesar, perlu extra beberapa hari untuk pemulihannya. Dia tak bisa merawat bayinya pada saat tubuhnya masih lemah. Apalagi bayi yang baru lahir biasanya seringkali menangis pada tiap 2 atau 3 jam, perlu minum susu dan sebagainya.

Bila fisikistri  lemah, perlu ada sosok pendamping yang dapat membantu secara moral. Kelelahan fisik akan berkurang karena ada orang yang membantu dan mendampingi. Kondisi mental dan fisik yang lemah akan cepat pulih jika suami juga ikut mensupport istrinya.


Keuntungan ini bukan hanya untuk istri saja. Tetapi bagi bayi yang baru dilahirkan, jika ada ayahnya yang mendampingi, bayi secara emosional akan jauh lebih tenang . Ketenangan emosional itu yang dirasakan oleh si bayi, membuat relasi emosi antara ayah dan bayi makin dekat. Bukan hanya itu, ayah pun akan merasakan pengalaman perawatan bayi yang sangat rumit itu . Lalu timbul penghargaan sang ayah kepada ibu atau istri yang telah susah payah berjuang untuk repot dalam urusan bayi selama masih dalam beberapa bulan.

Sayangnya, di Indonesia penghargaan agar ayah mendapat cuti khusus jika istrinya melahirkan. Sesuai peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, cuti kehamilan hanya berlaku bagi istri yang melahirkan. Belum adanya pemberlakuan kepada suami.

Bagaimana dengan negara lain?

Beberapa perusahaan di negara-negara maju seperti Inggris dan Belanda telah memberikan cuti khusus bagi suami yang istrinya melahirkan selama 3 atau 4 bulan. Cuti mereka adalah cuti yang dibayar sebesar 80%. Jika suami itu masih harus menambah cuti lagi, maka harus diajukan untuk mendapatakn unpaid leave.


Memang di Australia belum semua suami dapat cuti khusus jika istrinya melahirkan.Tergandung kepada perusahaan besar atau kecil itu memberlakukan peraturan. Ada yang hanya memberlakukan 12 hari kerja atau hanya istri saja yang boleh cuti , tidak untuk suaminya. Tetapi masih ada dispensasi untuk mengajukan kepada atasannya jika suami itu memang perlu sekali mengurus bayinya karena istri nya belum mampu mengurus bayi. Di negeara maju, tidak ada perawat bayi yang dapat disewa. Jadi suami istri harus saling membantu untuk mengurus bayi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline