Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Jadilah Orangtua "Good Driver", Anak pun "Good Driver"

Diperbarui: 28 Januari 2016   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Website IndonesiaX Dokumen pribadi"][/caption]Mengenal konsep "Good Driver",  "Bad Passenger", "Self-driving dan lain-lain ini karena hasil pembelajaran saya dari modul "Self Driving":  Are you a good driver or a good passenger?" dari Prof Khasali di IndonesiaX.

Sebenarnya modul ini cukup ringkat karena hanya ada 5 materi tiap minggu yang kita pelajari. Selesai belajar secara online, baik itu melalui video maupun bahan, langsung test, dan hasil test itu dirangkum di akhir pelajaran , plus ujian akhir. Lumayan saya telah selsaikan hasil pelajaran dengan nilai 83.

OK. Sekarang saya ingin berbagi tentang pelajaran yang telah saya pelajari.  Rasanya bukan saya saja yang berubah, tetapi kita semua yang telah jadi orangtua pun harus berubah sebagai "Good Driver".

Pada dasarnya setiap orang itu memiliki suatu konsep diri tentang "Self".   Konsep diri ini dibawa oleh pendidikan orangtua yang telah mendidik dan membesarkan kita.   Untuk bisa mendapatkan konsep "self" yang benar, sebaiknya orangtua harus mempunyai wawasan yang luas tentang "Self Driving".

Konsepnya adalah :

  • Mendidik anak itu bukan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
  • Mendidik anak itu bukan berarti anak harus belajar sesuai dengan keingnan kita.
  • Mendidik anak itu bukan berarti melindungi terus, menjaga, dan mengkhawatirkan masa depannya
  • Mendidik anak itu memberikan wawasan yang luas kepada anak sejak dini, biarkan dia mengenal dunia dari kacamatanya.
  • Mendidik anak itu memberikan kesempatan anak itu mengexplorasi apa yang dilihatnya, diimpikan.
  • Banyak  pendidik di sekolah yang hanya menghantarkan anak itu berilmu dalam arti mentransfer ilmu secara hafalan, menuangkan dalam kertas ulangan, ujian tanpa dipahami, dimengerti secara ilmu. Akhirnya semua menguap habis.

Apabila orangtua memiliki "strong Self driving",  orangtua itu melatih anaknya untuk membangun mental anak secara ""strong. Mental sangat diperlukan dalam kehidupan ini.  Orang yang berhasil dalam hidupnya bukan karena keberhasilan akademik saja. Misalnya , seorang doktor atau S2 tetapi mentalnya breakdown, tidak mampu bekerja dengan tekanan-tekanan , bosan karena tidak sesuai dengan keinginannya.  Mental merupakan modal sebagai human resources dan modal insan.  Modal lain adalah kesehatan,fisik,kecerdasan, kekuataan mental.

Strong Mental atau bermental Pemenang jika dia dapat bekerja dengan bahagia, berinteraksi dengan teman-temannya langsung, lingkungan, orangtua dan lain-lain. Ketika terjadi tekanan, masalah,  orangtua selalu memberikan pendampingan agar anak dapat mencari solusi dari masalah itu. Menghadapi masalah bukan menghindari masalah.

Mental yang kuat tidak langsung didapatkan, tetapi dia perlu dilatih, disebut  dengan "muscle Memory".  Memori yang berada dalam sel pembuluh syaraf, dilatih untuk mendapatkan soft acceptance, melatih ketrampilan atau life skills .

Seringkali terjadi, soft skill, atau life skills tidak diberikan oleh orangtua di tingkat "middle-upper" class. Dari kecil, anak dituntun, balita ada perawat yang mendampingi, di sekolah ada pembantu yang ikut membantu, di universitas pun dibantu terus oleh orangtua untuk soal-soal kecil, memasakan makanan , mengurus kebutuhan dirinya ,mencuci bajunya, ribut jika anak sakit. Sudah kos pun masih dikirimi makanan, pakaian, dan lain-lain.

Anak perlu soft skills yang dilatih supaya dia trampil dalam menghormati perbedaan, menghormati terhadap orang lain yang tidak sama dengan dirinya, ketrampilan hidup bersama, mengelola sel-sel syaraf, fokus dalam menangani sesauatu.  Anak juga harus asertif, mampu menolak dengan sikap yang baik, mengungkapkan isi perasaan dengan baik dan tidak membuat orang lain marah, belajar kehidupan sebagai learning journey.

Mental dari seorang driver adalah keberanian untuk mengambil keputusan, tidak terlena dengan kenyamanan kehidupan.  Inilah yang sering terjadi di keluarga mapan.  Banyak orangtua dari keluarga mapan, setelah anaknya sekolah tinggi, langsung diberikan status pekerjaan sebagai direktur, fasilitas di bisnis keluarga tanpa mengetahui bagaimana mengambil keputusan saat genting.  Make things happen, berani karena dia punya pengetahuan luas dan explorasi resiko apa yang akan dihadapinya.  Contoh adalah Mengteri Susi, Beliau tak menginginkan kenyamanan material dari keluarga. Beliau berani belajar bagaimana berjualan berbisnis sesuai dengan naluri. Pengalaman inilah yang menempanya untuk punya mental sebagai good driver.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline