Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Kenapa Pariwisata Indonesia Kalah dengan Pariwisata Australia?

Diperbarui: 5 Januari 2016   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Yarra River Foto: Dokumen Pribadi"][/caption]Saat saya berangkat ke Melbourne pada tanggal 23 Desember yang lalu, dan tiba di Melbourne pada tanggal 24 Desember. Begitu mendarat dan menuju ke imigrasi, untuk ketiga kalinya saya merasa kaget antrian begitu panjang. Meskipun ada usaha untuk penggunaan elektronik visa imigrasi bagi residen Australia dan New Zealand, tetap saja antrian dari penumpang non Australia begitu panjang sekali. Pelayanan sudah dibuka 6 pintu, tetap saja panjang.

Pelayanan sudah demikian sistematis, tapi jumlah penumpang dari berbagai maskapai yang datang demikian membludaknya. Saya melihat turis yang datang itu berasal Malaysia, Tiongkok dan Filipina. Rombongan besar dari para turis itu membuat petugas imigrasi kewalahan. Walaupun pemberlakukan ketat, tapi kenapa para turis ini masih saja datang ke Melbourne?

Ini bukan studi banding tentang pariwisata, tetapi hanya pengamatan saya dalam usaha pemerintah Australia mengembangkan pariwisata di negaranya dibandingkan di Indonesia.

Di Indonesia, Kementerian Pariwsiata sudah menargetkan jumlah wisatawan yang datang di tahun 2015 adalah 12 juta (dulunya 10 juta). Usaha ini ditunjang dengan promosi secara besar-besaran dan pembangunan destinasi. Bahkan promosi melibatkan media internasional seperti CNN dan Discovgery Channel. Anggaran promosi sendiri cukup fantasis dinaikan dari Rp.300 milliar menjadi Rp.1,2 triliun.

Target dari wisatawan adalah Singapura, Malaysia, Tiongkok, Australia dan Jepang. Sementara itu, pembangunan destinasi sendiri akan fokus pada pembangunan bahari, seperti terumbu karang. Segitiga terumbu karang dunia itu 70% ada di indonesia. Namun kontribusi wisata bahari terhadap total itu baru 10 persen. Beberapa destinasi wisatawan, Bali, Jogya, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat.

Selain promosi dan pembangunan destinasi wisata, ada 4 negara yang menerima bebas visa. Namun, syaratnya adalah resiprokal, bebas visa diberikan selama negara tersebut juga membebaskan visa pada wisatawan dari Indonesia. Tadinya 5 negara, yang disetujui 4. Urutannya Jepang yang sudah setuju, Tiongkok, Rusia, dan Korea. Itu berlaku resiprokal, yang sedang dibuat perjanjian kedua negara itu Jepang, karena Jepang sudah setuju, Jepang sudah mau duluan.  

Australia tidak akan dibebaskan visa karena mereka menerapkan sistem universal. Negeri Kanguru itu mewajibkan semua orang yang datang ke Australia menggunakan visa. Sementara di Indonesia berlaku resiprokal. Kalau dia tidak buka, Indonesia tidak buka. Sehingga aturan dua negara ini bertentangan jadi tidak jadi kita tawarkan bebas visa. Begitu besarnya usaha dari Kementrian Pariwisata untuk menggenjot target jumlah wisatawan yang datang ke Indonesia. Tentunya semua akan merasa positif untuk dapat mencapainya.

Namun, saya sebagai orang Indonesia yang kebetulan berlibur ke Melbourne melihat bahwa usaha pemerintah Australia pun lebih dulu membenahi dunia pariwisata di negaranya. Contohnya waktu saya pulang ke Indonesia tahun yang lalu, saya didatangi oleh seorang ibu yang mewakili dari perusahaan yang dioutsource oleh kementrian Praiwasata Australia. Ibu tersebut mengadakan survei tentang apa makanan, akomodasi, transportasi, budaya, tempat-tempat yang dikunjungi atau yang disukai.

Jika kita datang ke Melbourne tanpa ikut tur pun, dengan mudah kita dapat datang ke Melbourne Visitor Centre, di sana terdapat segudang informasi tentang informasi tempat-tempat wisata yang dapat dikunjungi. Bukan hanya itu ada customer service yang meladeni dengan ramah, bahkan antri dengan sangat rapi, jika kita sudah menentukan akan booking ikut tur baik tour one day atau menginap sesuai pilihan kita.

Bagi wisatawan yang datang tanpa tur, Melbourne jadi tempat yang sangat menyenangkan karena dari segi transportasi, mulai dari kita menginjak Melbourne, kita dapat naik Skybus. Sebuah bus yang mengantar penumpan dari airport menuju ke Central atau City. Cukup dengan membayar AUD 18 atau sebanding dengan Rp.180,000. Cukup duduk selama 30 menit dengan bus yang bersih dan tenang, kita akan sampai di CBD.

Dari CBD, kita dapat meneruskan dengan berbagai macam train ke tempat yang akan dituju. Sangat mudah terintegrasi ke seluruh pelosok Melbourne.
Dari makanan pun Melbourne sangat variatif secara internasional. Sebenarnya, tempat pariwisata di Indonesia tak kalah indahnya dengan tempat wisata di Melbourne.  Tapi mereka mempunyai tempat wisata yang dikelola dengan sangat rapi dan mampu dijual. Tempat destinasi dari suatu tempat ke tempat destinasi lain sangat diperhatikan dan terintegrasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline