Pagi tadi, saya mendapat telfon dari teman saya yang saat ini sedang menyelesaikan program doktoralnya. Dia adalah seorang dokter, juga dosen di salah satu kampus di Indonesia.
Semula, kami hanya membahas tentang naskah, namun meluas hingga pembahasan tentang neuroscience, juga tentang neuropsychology, beruntungnya saya pernah membaca tentang itu, jadi sedikit mengerti ketika dia menjelaskan. Juga meluas tentang biopsychosocial.
Di sela-sela pembicaraan, sesekali dia bertanya, "Fa, kamu kapan S3? Temen-temenku di sini banyak juga yang perempuan sudah S3, masih muda." Banyak Profesor muda di sana, kata dia.
Dia juga bercerita tentang perbedaan kultur di luar negeri dan di Indonesia. Cerita dia tentang betapa baiknya Profesornya di sana, mengingatkan saya tentang betapa baiknya Profesor saya.
Pernah sekali waktu saya konsultasi dengan Profesor saya. Beliau menjawab, "maaf yaa saya slow response, sedang mengisi seminar." Padahal, jika beliau mau, beliau bisa saja tidak merespon pesan saya. Lalu saya teringat foto beliau terpampang di salah satu seminar internasional. MasyaAllah.
Juga tentang Profesor juga dosen-dosen saya yang lain. Saya tidak pernah kembali dengan tangan hampa ketika konsultasi, meminta referensi, bahkan meminta rekomendasi.
Dari beliau semua, saya belajar tentang kerendahan hati. Benar saja peribahasa, "ibarat ilmu padi, semakin berisi, semakin merunduk."
Psikologi sosial menjelaskan tentang bagaimana manusia saling mempengaruhi satu sama lain. Tidak salah jika kita berteman dengan orang-orang positif, sedikit banyak akan menarik kita untuk menjadi orang yang positif pula. Juga sebaliknya.
Pun dari beliau semua, saya belajar tentang bagaimana cara memperlakukan orang lain. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Seperti kutipan dari Helvi Tiana Rosa, "Kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, sesungguhnya adalah kebaikan yang kita tanam untuk diri sendiri."