Lihat ke Halaman Asli

Vibra, Gema, Arya ( VGA )

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di sudut keramaian students lounge kampus pencetak profesi yang membantu melahirkan profesi lain, dentuman senar yg berjajar rapi sayup-sayup terdengar. Sentuhan jari jemari panjangnya tak kuasa menghajar satu persatu senar yg menempel di kayu tua itu. Geger gendher harmoni bunyi bunyian yg berirama, tak membuatnya cicing wae. Melantunnya suara pemberian lahiriah, membekukan darah dan melelehkan bagian dalam tubuh terpenting yang bertetanggaan dengan jantung, berfungsi sebagai penawar racun. Bukan bagi mereka yang sedunia tapi benar dan terjadi bagi mereka yang berbeda dunia.

Satu, dua ,tiga lirik baris demi baris terlewat merdu nan harmoni. Tinggi rendah nada, setengah bahkan tiga perempat ketuk bablas dilahap olehnya. Sandungan legato pun tak membuatnya fals dan un-outside dari garis lapangan. Upss, dosa besar telah menyebut 2 dunia yang jungkir balik. Tapi, bukan menjadi pahala juga jika mulut telah berkata jujur untuk membandingkan yang ada pada realita.

Untung saja, gosip di dalam ruang perasaan ini tak diizinkan gelombang bunyi masuk gedang telinganya. Wuft, bisa mendadak menganga sopran nih jika tiba-tiba ia mendapat mukjizat mendengar suara hati. Tutup mata, tarik sedalam-dalamnya angin, keluarkan putus-putus bak sang ibunda berproses dengan lahirnya kembali manusia di bumi.

Memang sang raja bunyi ala male itu kembali merajai luasnya ruang tempat kumpul para pengais ilmu yang tersihir sekejap mendapatkan siraman kedamaian hati lewat gendang telinga mereka. Pawakan sang raja bunyi tidaklah sesuai dengan tatanan kerajaan di dunia yang diijaknya. Tapi tak ada yang berani melantunkan bunyi tanda kebencian atau kemarahan apapun untuknya. Yah, namanya juga raja, siapa berani! Bukan suatu pertanyaan tapi bentuk seruan lembah mengayun indah tepat untuk kalimat itu.

Gambuh, rasanya tak sinkron dengan pita suaranya. Jenis bunyi pakaian wanitapun- rock tak cocok dengan pita suaranya juga. Tak sembodo dengan pawakan kuluban.haha hatiku berperang melawan wajahnya dan bunyi2an yg dilantukkan oleh sang Gema. Perang itu takubahlah seperti perang Diponegoro, namun tepukan dibahuku memudarkan perang tersebut. " Hoe, Vibra ngapain lu bengong?", tegur Nayla. " Hmm, tak apa, masuk yuk ke kelas, gw gak mau lama2 berperang disini, sahut Vibra. Muka Nayla seakan kaget mendengar celotehan Vibra. Kemudian ia bertanya dalam hati, nih anak sarap kali ya, dari tadi bengong tapi dia bilang sedang perang. Wushhh pertanyaan itu buyar seketika setelah ia jidatnya tercium oleh daun pintu kelas. Sontak seluruh temannya di kelas riuh menertawakannya.
Melihat keromantisan Nayla dengan benda mati itu tak membuat Vibra iba, tapi ejekan dan tawa riang gembira pun terlayangkan ke sahabatnya itu. " wkwkkk, lu kenapa Nay, akibat jomblo kelamaan ya?" haha, ejek Vibra sambil menjulurkan lidahnya. tak lam kemudian Nayla menatap kedua bola mata Vibra dan menggertak " tega ya lu Vi!!!". tak lama kemudia ada sosok tegap menuju Nayla yang menahan sakit di bangku kelas. " Are u oke?", ucap pria itu. Wow, Nayla tak menyangka kalau itu adalah Gema. Saking kagetnya ia hanya mengangguk dan berusaha melekatkan kedua bola matanya kepada pria itu agar tak jauh darinya. UUhh ngarep bgt :p

Vibra geleng-geleng kepala melihat adegan kepedulian sang Raja yang ia barusan perangi beberapa menit yang lalu kepada sahabatnya.

To be continue.......





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline