Mentari dengan eloknya masih saja memberikan senyum terindahnyauntuk penghuji jagat raya. Kilauan sinar dari bilik awan menandakan keengganannya untuk muncul secara langsung. Sama dengan suasana hati saya pagi itu, saya dan 17 teman lainnya sedang bersiap menuju tempatPKL yang asing, baru, dan membuat kami semakin penasaran dengan daerah tersebut. Sebagian ada yang sudah pernah kesana untuk survey bersama beberapa dosen untuk memastikan apakah daerah tersebutada atau tidak. Dan sebagian lainnya belum kesana hanya mengetahui dari foto dan cerita teman-teman. Pukul 07.00, 2 armada yang akan membawa kami suda siap di depan kampus, masing-masing teman membawa barang bawaannya yang cukup banyak. Berbeda dengan teman-teman PKL lainnya, kali ini rombongan saya dan 17 teman memang sengaja memilih daerah yang extrem dan baru kali ini di adakan di luar dan atas inisiatif kami.
Awalnya salah satu temen saya Ely melihat tayangan disalah satu stasiun televisi swasta yang memberitakan tentang salah satu desa yang ada di Ponorogo dengan julukan “Kampung idiot”, semakin penasaran dengan justment media elektronik yang emmmmm….. semakin penasaran dengan daerahnya, akhirnya Ely-pun browsing mencari informasi tentang daerah tersebut dan tak lama selang beberapa hari 5 teman dan beberapa dosen berangkat ke Ponorogo untuk memastikan daerah tersebut. Setelah memastikan bahwa tempat tersebut boleh dan layak untuk di jadikan tempat PKL kali ini. Ely akhirnya memberikan informasi kepada kami terutama mahasiswa yang akan melaksanakan PKLI, dan terjaringlah 18 mahasiswa yang bersedia PKL di Ponorogo.
Pukul 12.13 rombonganpun berangkat ke Ponorogo, sempat beberapa kali kami berhenti untuk istirahat dan shalat. Perjalanan lumayan jauh, sampai di kota Ponorogo maghrib. Setelah makan, istirahat dan shalat kamipun melanjutkan perjalanan. Karena sudah malam beberapa kali armada yang kami tumpang tersesat dan salah jalan, bagaimana tidak. Jalanan sempit, tidak ada penerangan sama sekali. Jika ada hanyalah lampu 5 watt di setiap rumah, dan jarak antara rumah satu dengan lainnya lumayan cukup jauh. Seharusnya perjalanan dari kota ke desa Sidowayah bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam, tapi berhubung beberapa teman kami lupa jalannya dan saat itu sudah malam akhirnya kamipun sampai juga di desa Sidowayah pukul 21.29 wib. Untuk mencari desa Sidowayah kali ini kami membutuhkan waktu + 3 jam, syukurlah akhirnya sampai juga.
[caption id="attachment_85629" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan menuju desa Sidowayah"][/caption]
Kesan pertama setelah sampai di desa Sidowayah, kami hanya terdiam di mobil, sambil menoleh ke teman yang ada disamping kiri kanan sembari berucap
“Ini tempatnya..???”
“Takutttttttt,,,gelappppp”
“Haduh, kok kayak gini g ada lampu”
“Nggak usah nyalain Hp, nggak enak”
“Kok banyak cowok gitu….???”
Dan masih banyak lagi kalimat yang kami lontarkan dengan suara lirih di dalam mobil saat itu, bisa dibayangkan kondisi gelap, hanya ada lampu 5 watt di rumah dibelakang gardu. Turun dari mobil, samping kiri terlihat ada bangunan begitu juga di samping kanan. Saya dan teman-teman akhirnya turun dan disambut dengan segerombolan laki-laki muda dan setengah baya, tiba-tiba ada seorang laki-laki menghampiri kami dan disampingnya ada dosen pembimbing kami.
“Ini kamituwo di sini..” ujar pak dosen
“Selamat datang mbak…mas…” ujarnya dengan suara lembut, dari suaranya bisa terbaca jika orang tersebut santun dan ramah
Barang bawaan terpaksa diturunkan karena mobil tidak bisa masuk ke tempat yang akan dijadikan tempat tinggal kami selama PKL berlangsung, terpaksa kami membawabarang bawaan. Suasana gelap, dengan membawa barang masing-maing yang berat dan banyak, tangan kami saling berpegangan sambil berucap
“Heh, jangan rame-rame”
“takut….jangan jauh-jauh”
“hust, diem rek…”
Entah mungkin karena suasana desa gelap, jalan banyak bebatuan, menanjak, beberapa kali belok dan yang sangat kami takutkan yaitu suara anjing di mana-mana. Oh tidak….!!!
Setelah berjalan + 15 menit, kamipun di arahkan di salah satu bangunan rumah khas ponorogo. Di dalam ada beberapa bapak-bapak yang duduk jongkok sambil merokok. Rumah depan luas sekali, lantainya masih alami yaitu tanah dan digelarkan terpal untuk tempat barang bawaan kami. Teh panas dan kopi sudah ada di depan kami, setelah menikmati hidangan akhirnya kamipun terlelap tidur di atas terpal dan barang-barang kami. Lelah rasanya duduk di mobil selama seharian, lupakan kasur, bantal dan guling kos. Kali ini tidur ditanah beralaskan terpal dan berbantal tas.
Nice dream……”Welcome to Sidowayah para petualang muda….!!!” Ujar bumi Sidowayah
LALU, bagaimanakah ekspresi saya dan teman-teman saat pagi menjelang???Kamar mandinya…???Airnya…???Mandi atau tidak….??? Berjalan naik turun tanjakan menuju SDN 2 yang katanya “DEKAT”, dengan memakai kostum rapi atasan putih, kerudung putih, dan tentunya memakai rok hitam + SEPATU….ampunnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn jauhnya,huh hah huh hah…….sampe kaki LECET, “Tau gini pake sandl jepit,huft”………….
……………….Welcome to the Jungle……………
[caption id="attachment_85630" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan menuju rumah kos, di siang hari"] [/caption] [caption id="attachment_85618" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah kos..."]
[/caption] [caption id="attachment_85619" align="aligncenter" width="300" caption="Kamar tidur....yes, here we are!!!"]
[/caption]
Malang, 25 Januari 2011
***Mengenang masa yang penuh kenangan di desa tercinta Sidowayah, 5 tahun yang lalu
***Teruntuk teman-teman muda yang senang berpetualang mencari benih-benih anak bangsa yang berpotensi
***Salam cerdas untuk anak bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H