Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Terjadi Kebakaran di Bandara

Diperbarui: 6 Juli 2015   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Saya mau ke Ambon, tiba-tiba banyak penumpang dari Terminal 2E yang berhamburan. Ternyata ada kebakaran, dan disterilkan di sana. Sekarang penumpang disuruh menunggu di luar pintu masuk Terminal 2F," kata Ajeng kepada Kompas.com, Minggu.

 

Itu berita tentang terjadinya kebakaran di terminal 2E Bandara Soekarno- Hatta Minggu pagi. Ketika “Ajeng” memberikan kesaksian itu, kebakaran belum lagi padam. Kekacauan segera menyergap seluruh kegiatan di bandara tersebut. Penerbangan tertunda atau batal. Lalu lintas macet, kepanikan dan kecemasan terjadi. Dampak lebih luas muncul di beberapa bandara lain yang akan menjadi tujuan penerbangan yang tertunda atau batal.

Apa yang terjadi dan digambarkan oleh media hanya sebagian kecil dari dampak terjadinya kebakaran tersebut. Banyak hal yang tidak terungkap di media tetapi berdampak serius bagi siapa pun yang terkena imbas. Para petugas pasti bekerja di luar jam kerja normal dalam keterkejutan dan kepanikan. Mereka tak sempat berpikir secara mekanisme kerja normal. Para penyewa di bandara kehilangan peluang dan pasti mengalami kerugian moril dan materiil. Para penumpang kehilangan waktu dan peluang yang entah bisa teratasi, tergantikan atau tidak. Bahkan kerugian moril dan materiil juga. Dan Angkasa Pura kehilangan daya tahan reputasi. Trust makin menurun bagi pengelola bandara ini.

Itulah krisis. Itulah situasi tidak normal di bandara Soetta yang terjadi di Minggu pagi, waktu yang harusnya dimanfaatkan banyak orang melepaskan diri dari kerutinan hari kerja. Kita terperangah dan kaget dengan peristiwa tersebut. Kebakaran adalah sebuah kecelakaan. Tetapi mengapa bisa terjadi kecelakaan di lokasi yang seharusnya sangat menjaga keselamatan, kenyamanan, ketertiban, kerapian dan sangat terjaga dari situasi tidak normal.

Kalaupun terjadi situasi tidak normal seperti ini, pengelola bandara tentu punya skenario penanganan situasi tidak normal. Ini disebut SOP atau disebut juga Crisis Management Plan.

Kenapa bisa terjadi kecelakaan adalah pertanyaan mendasar. Setiap krisis selalu didahului oleh gejala yang disebut prodrome. Ibarat penyakit, prodrome adalah gejala atau pertanda akan munculnya penyakit. Prodrome ini ada yang mudah ditandai, ada juga yang sulit ditandai. Tetapi setiap krisis pasti ada gejalanya jika diteliti lebih jauh.

Jika prodrome itu sulit ditengarai maka siapa pun, baik organisasi komersial, organisasi non-profit, pemerintahan, atau individu, harus membiasakan diri mengenali gejala-gejala munculnya hal-hal yang tidak biasa yang terjadi di lingkungan masing-masing. Ini membutuhkan ketajaman, kecermatan dan latihan.

Jika prodrome itu bisa dikenali, belum tentu ini berarti masalah sudah teratasi dan krisis tidak menjadi kenyataan. Ada beberapa sikap ketika prodrome ditengarai; pertama, organisasi atau individu menandai prodrome lalu mengatasi prodrome sehingga tidak berkembang menjadi krisis. Kedua, mengenali prodrome kemudian berpikir dengan mengabaikan gejala tersebut dan bersikap ‘ah, ini tidak akan menimbulkan krisis.’ Yang ketiga, ini yang parah, yaitu sikap bahwa ‘krisis tidak akan terjadi di organisasi ini.’

Krisis itu bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan atas organisasi apa saja. Krisis pernah terjadi di lembaga yang mulia seperti MK, lembaga yang sedang membangun reputasi seperti kepolisian atau organisasi komersial yang rapi seperti Citibank. Seperti kebakaran yang terjadi di Minggu pagi, krisis tidak menunggu hari kerja atau ketika penumpang sepi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline