Lihat ke Halaman Asli

Ramadhan dan Janji Seseorang Untukku

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13121255891465897502

Ramadhan telah tiba. Bulan seribu bulan dimana satu bulan penuh umat Islam di wajibkan untuk melaksanakan satu dari rukun Islam yaitu puasa, menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Bulan yang penuh dengan ampunan dan mahfirah dimana diserukan kepada seluruh umat agar berlomba menggapai hidayahNya.

Seperti biasanya, sebelum melaksanakan puasa seluruh warga Rangkat saling berkunjung dari rumah kerumah sesama warga untuk saling bermaafan mungkin karena sudah menjadi tradisi, kebiasaan tersebut sudah terlaksana secara turun temurun.

“Tante, Om besuk kan kita semua mulai menjalankan ibadah puasa Shelly minta maaf atas semua salah dan khilafyang pasti tercipta selama ini ya tante, om!” ucapku kepada tante Fitri dan suaminya.

“Iya Shelly sama-sama maafin salah Om juga Tante juga ya sayang!” jawab tante Fitri.

“Iya Tante, eh Tante Shelly mau kerumah bunda Selsa dulu ya Tan, sekalian mau ketempat Mas Roni!”

“Ya sudah pergi sana salam buat Bunda Selsa juga Roni bilang sama Roni besuk-besuk kita buka bersama di rumah ini.”

“Iya Tante. Shelly berangkat dulu ya.”

Udara sore ini terasa sejuk. Tidak panas seperti kemarin, aku berjalan menyusuri jalanan menuju rumah bunda Selsa yang terletak di ujung desa. Tidak seperti hari biasanya sepanjang jalanan terasa sangat sunyi. Pos ronda yang biasanya selalu di huni oleh mas Lala sang pujangga rangkat dan mas Bowo dengan petikan gitarnya juga tidak terlihat, mungkin mereka lagi berendam di kali mandi keramas.

“Assalamualaikum, Bunda Selsa!” teriakku dari luar pagar memanggil bunda Selsa.

“Waalaikumsalam Shelly, masuk saja pintu pagarnya tidak di kunci Bunda tanganya kotor nih!” teriak bunda dari yang muncul dari dalam rumah.

“Bunda lagi bikin kue ya bund?”

“Iya ini sekalian nanti biar di bawa ke Masjid untuk Takjil anak-anak yang tadarusan.”

“Bunda Shelly cicipin ya!” sambil tertawa kecil aku mengambil kue klepon yang di buat bunda Selsa. “Eh bund, Shelly nggak bisa lama nih sudah sore mau mampir ke rumah mas Roni. Bun, besuk kan mulai puasa maafin semua salah dan khilag Shelly ya!” lanjutku.

“Iya sama-sama bunda juga ya, sampaikan buat tante Fitri salam maaf bunda dan keluarga. Ya sudah cepat sana nanti keburu malam lho. Nanti kita tarawih sama-sama.”

“Iya bund, Shelly pamit dulu Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam”

Aku melangkah menuju rumah mas Roni selanjutnya. Penuh keraguan dalam hatiku sebenernya, tetapi aku juga mesti mendatanginya bagaimanapun dia adalah tunanganku. Mesti sejauh ini aku masih diam tidak menanyakan apa-apa tentang pesan misterius yang beberapa waktu lalu sempat menerorku, meski setelah itu tidak ada lagi pesan pesan yang aku terima lagi dari nomor yang sama sekali tidak aku kenal itu.

“Shelly, mau kemana?”sapa seseorang dari di dekat danau Rangkat.

“Mas Roni ngapain disini? Shelly tadinya mau kerumah mas.”

“Owh ada apa? Sini duduk sini saja sambil menikmati senja.” Ajaknya

Aku menuruti mengambil duduk di atas batu besar di tepi danau itu.

“Mas, besuk kan puasa maafin salah Shelly selama ini ya!” mintaku seraya memandangnya dari samping.

“Iya sama-sama. Maafin mas juga ya!”

Aku hanya tersenyum dan menganguk-angguk. Sesaat terdiam pandanganku menyapa di sekeliling danau itu. Airnya biru dan tenang, hingga tampak jelas bayangan matahari yang mulai tampak merah jingga di ujungbarat sana.

“Shelly!” suara mas Roni memecah kebisuan yang ada

“Iya,” jawabku singkat.

“Maafin mas selama ini ya terlalu cuek dan tidak perhatian sama sekalai terhadap kamu”

“Hmmmmm”

“Mas sangat sibuk sekali dan banyak masalah yang harus mas selesaikan.” Terdengar suara mas Roni semakin melemah. Dia menarik nafas panjang dan menghempaskanya perlahan seolah memang sedang menanggung masalah yang lumayan berat.

“Mas Roni ada masalah apa? Kenapa tidak mau berbagi sama Shelly?”

“Bukanya tidak mau sayang tetapi mas rasa masih mampu untuk menyelesaikanya sendiri, lagian bukan masalah yang serius kok.”

“Ya sudah tetapi kalau mas mau berbagi aku akan selalu ada buat mas.”

“Iya mas tahu itu. O iya! Setelah lebaran nanti mas berniat akan jumpa dengan bapak ibu shelly di desa bolehkan?”

“Apa?” seakan tidak percaya mendengar apa yang baru saja mas Roni katakana. Aku menatap dia dalam mencari kesungguhan atas ucapanya. Dia hanya tersenyum dan mengangguk seakan ingin meyakinkanku atas apa yang baru disampaikanya.

“Mas Roni tidak bercanda kan?”

“Mas serius.”

Awal Ramadhan yang indah. Berkali-kali hatiku mengucap syukur atas semuanya. Rasanya aku seperti ingin teriak mengatakan pada langit dan bumi bahwa saat ini aku bahagia. Angin seketika berhembus lirih seakan memberi ucapan selamat kepadaku.

“Ya sudah jangan senyum-senyum sendiri gitu, sudah sore yuk kita pulang nanti kita sholat tarawih sama-sama.”

Mukaku memerah seketika karena mas Roni memandangiku tanpa kusadari. Aku segera beranjak diikutinya. Berjalan berdua meninggalkan danau menuju kerumah. Melangkah di iringi suasana yang berbunga. Awal Ramadhan yang indah semoga semua berakhir dengan indah pula.

“Melihat segalanya dengan hati yang bersih

Tanpa mengharap pujian sesame

Semoga menjadi Ramadhan yang berkah,

Dan selalu berdoa mengharap istiqomah di jalanNya

Taqaballahu Minna Waminkum

Selamat menjalankan ibadah puasa”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline