Lihat ke Halaman Asli

Fitri.y Yeye

otw penulis profesional

Ketika Rasa Percaya Hilang! Mampukah untuk Memberi Maaf?

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita membutuhkan orang lain dalam hidup ini. Saya selalu menilai positif ketika bertemu orang baru. Asumsi saya semua orang itu baik. Karena alasan tersebutlah ketika beberapa minggu yang lalu seorang perempuan mungil datang ke toko saya untuk melamar bekerja.Saya menerimanya.

Sejenak diperhatikan, ada kemiripan wajahnya dengan saya. Bahkan namanyapun sama dengan saya. Kala itu saya tidak langsung menerimanya. Karena masih berpikir apakah dia orang yang tepat atau tidak. Jelang seminggu setelah itu baru saya hubungi. Dan menerimanya.

Saya yang sering meninggalkan toko untuk beberapa aktifitas lain. Artinya saya butuh orang yang bisa dipercaya. Saya yakinkan diri bahwa mungkin dia bisa saya andalkan.

Hampir lebih 15 hari dia bekerja, tidak ada yang salah yang dilakukannya. Sampai pada suatu hari saya tidak ke toko karena suami saya sakit.

Hanya satu hari saja. Besoknya pegawai saya tadi minta izin mendadadak tidak masuk kerja. Sayapun memutuskan tutup toko untuk hari itu. Namun suami saya bilang, ke toko saja, beliau sudah merasa baikan. Akhirnya saya ke toko juga hari itu.

Saya kaget ketika tidak menemukan satu barang. Kebiasaan saya selalu mencatat setiap barang yang keluar. Dan saya hafal apa yang sudah terjual mana yang belum. Karena itulah aktivitas saya sehari-hari. Lagipula sehari sebelum saya libur, saya masih melihat barang itu. Maka ketika saya tidak menemukan saya langsung cek di buku, tidak ada penjualan atas nama barang tersebut. Saya telpon karyawan saya menanyakan, namun dia menjawab tidak tahu.

Ok lah!, saya akhirnya membongkar etalase, mencari jangan-jangan saya salah taruh. Saya juga membolak-balik buku kalau ada barang yang lupa saya bukukan. Hasilnya nihil. Saya akhirnya hanya berkata, "mungkin hilang dan itu bukan lagi rezeki saya."

Satu hari setelah kejadian itu berlalu. Terjadi lagi kejadian lain. Saya kehilangan uang, dan uang itu saya hitung di depan karyawan saya. Dia yang menjumlahkan di kalkulator, dan saya yang pegang uangnya. Dan setelah sesuai saya masukkan ke dalam tas. Lalu saya duduk di luar. Hanya beberapa menit kemudian dia pergi, saat dia muncul saya sedang sibuk mencari uang saya yang hilang. Lagi-lagi dia hanya katakan tidak tahu. Lalu kemana uang saya? Apa si kakak putri saya yang 6 tahun yang ambil? Rasanya tidak.

Dua kejadian dalam waktu hanya 2 hari membuat saya bertanya. Apa yang salah? Selama ini saya belum pernah mengalami hal seperti ini. Sampai di rumah sore itu saya akhirnya beranikan diri ceritakan kepada suami saya. Suami saya menyimak penjelasan saya. Dan menyerahkan semua keputusan kepada saya.

Semalaman saya tak bisa tidur, saya tak sabar menunggu pagi, saya akan bicara dengan karyawan baru saya. Saya mencoba menata kata-kata apa yang akan saya sampaikan kepadanya.

Pagipun datang, saya ke toko. Seperti biasa saya tak banyak bicara. Saya memanggilnya untuk duduk di samping saya. Dan kembali menanyakan perihal barang yang hilang. Dan pengakuannya sama, dia tidak tahu sama sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline