Lihat ke Halaman Asli

Yuk, Jadi Tuan Rumahnya Bahasa!

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa, awalnya adalah simbol-simbol untuk mewakili keinginan satu individu kepada individu lainnya dalam kehidupan. Lebih lanjut Ferdinand De Sausure mengatakan bahwa bahasa adalah perilaku bertutur atau bertindak tutur, sebagai satu rangkaian hubungan antara 2 orang  atau lebih, seperti antara A dengan B. Perilaku bertutur ini terdiri dari dua bagian luar yang dibatasi oleh mulut dan telinga. Sedangkan bagian dalam  yaitu, dibatasi oleh jiwa atau akal yang terdapat dalam otak pembicara dan pendengar. Jika A berbicara, maka B menjadi pendengar, dan jika B berbicara maka A menjadi pendengar.

Hal menarik selanjutnya yang dikemukakan oleh Sausure adalah tentang tiga istilah penting dalam bahasa, yaitu: Langage, langue dan parole. Pertama, langage adalah bahasa yang dianggap sebagai alat interaksi manusia. Kedua, langue adalah bahasa tertentu sebagai suatu sistem tertentu. Sedangkan ketiga, parole adalah bahasa yang berbentuk konret yang keluar dari mulut pembaca. Parole dibedakan dalam kajian bahasa, mengingat parole mengandung artian telah bercampur aduk dengan segala interpretasi subyektifitas individu tersebut.

Sebagai alat interaksi, bahasa (dalam pemaknaan langage) dapat kita perhatikan dalam pengalaman sehari-hari kita. Seperti cuplikan dialog pendek yan g kita lakukan saat bertemu tetangga di pasar, saat reuni dengan teman lama, saat pertama kali berkenalan dengan orang baru di bus kota atau di tempat-tempat umum lainnya.

Interaksi dalam makna pergaulan memiliki nilai yang cukup adil. Hal tersebut dikarenakan serangkaian simbol-simbol itu adalah hasil kesepakatan dari masyarakatsetempat, dan bukan masyarakat pendatang. Maka selayaknya bertamu, menjalin interaksi haruslah mengenal karakter tuan rumahnya, agar tidak salah dalam menjalin interaksi yang baik.

Masyarakat yang kuat adalah masyarakat yang menjunjung tinggi budayanya sendiri.  Setidaknya inilah yang patut diamalkan oleh bangsa Indonesia hari ini. Bangsa Indonesia sepertinya masih kebingungan mencari kiblat dalam membentuk kepribadiannya.

Hari ini, masyarakat Indonesia justru lebih disibukkan dengan mengupdate info perkembangan negara-negara maju daripada meramut bangsanya sendiri, seperti melakukan berbagai imitasi pada negara maju dalam berbagai hal diantaranya; life style, pola pendidikan, industri music dan perfilman, pola politik dan pemerintahan, kebijakan ekonomi dan bisnis, hingga cara berinteraksi dalam bahasa. Padahal Indonesia dengan jumlah masyarakat yang tidak kalah banyak, serta multikulturalisme yang luar biasa jumlahnya, baik multi adat, suku, budaya, ras, pun juga  interaksi berbahasa. Namun tetap saja masyarakat Indonesialebih bangga jika bisa menyisipkan istilah-istilah asing padapotongan pembicaraan mereka (bahasa Inggris popler dalam hal ini).

Hingga sampai hari ini, kita masyarakat Indonesia lebih bangga bisa berbicara dengan bahasa inggris, daripada bahasa Indonesia sendiri??. Padahal, dengan begitu, sungguh kita telah melupakan karakter bangsa sendiri dan belajar menjadi karakter bangsa lain. Dalam bahasa paling sederhananya, kita tidak sadar telah menjadi tamu di rumah kita sendiri. Mari berbenah!.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline