Lihat ke Halaman Asli

Miss World dan Pemilukada

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Miss World dan Pemilukada

Tahun ini Indonesia akan menjadi tuan rumah pemilihan “ratu kecantikan” sejagad yang sering kita kenal sebagai Miss World. Puncak penyelenggaran ratu kecantikan ini akan dilaksanakan pada tanggal 28 September 2013 di Bali.

Dalam menyambut acara akbar kelas dunia tersebut, juga mengantongi polemik yang cukup besar. Pro dan kontra terjadi dimana-mana, khususnya para tokoh agama yang menilai bahwa pemilihan Miss World akan mengikis nilai-nilai agama dan budaya, khususnya Islam sebagai agama terbesar di Indonesia.

Salah satu yang menolak adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerangkan bahwa sepanjang sejarah kontes kecantikan itu selalu mengumbar kemolekan tubuh. Faktor yang mengunggah syahwat adalah ciri khas pelaksanaan Miss World dari tahun ke tahun, sehingga MUI bersikeras agar kontes kecantikan dunia tersebut lebih baik tidak dilangsungkan di Indonesia. Bahkan sebaiknya dihapuskan saja dan digantikan dengan kontes-kontes yang lebih baik dan mendidik.

Di luar kelompok yang tidak setuju, banyak juga kelompok yang menilainya positif, yang merasa pelaksanaan Miss World ini justru memberikan manfaat bagi negara, karena dengan terpilihnya menjadi tuan rumah, Indonesia akan menjadi sorotan dan pusat perhatian dunia dengan macam dan ragam budayanya, juga berpengaruh pada positifnya ekonomi negara kedepan.

Di sisi lain, yang perlu dipahami bahwa konten penilaian dalam pemilihan Miss World bukan hanya sekadar kecantikan yang terlihat dari luar (outer beauty), namun juga inner beauty yang meliputi kecerdasan, pengetahuan tentang budaya suatu negara dan kamampuan berkomunikasi, berinteraksi yang baik antar sesama kontestan.

Nilai-Nilai

Di luar polemik yang terjadi, menilai ajang Miss World harus dilihat dari seberapa besar manfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya nilai lokal (budaya). Asas manfaat menjadi penegasan menimbang apakah penyelenggaraannya disetujui atau tidak. Dari hukum positif sama-sekali tidak ada yang dirugikan dan merugikan, namun sisi hukum agama sangat dilarang karena mengumbar aurat ke mata dunia.

Memfasilitasi ruang syahwat sangat dilarang oleh agama, khususnya Islam. Banyak nilai-nilai kemanusiaan yang akan remuk hanya karena penyelenggaraan duniawi yang memiliki mudharat lebih besar walaupun soal “nafsu” itu kembali kepada diri masing-masing orang. Namun nilai kecerdasan, intelegensia, pengetahuan umum dan kemampuan berinteraksi satu dengan yang lain memiliki manfaat yang sangat besar. Selain mengintroduksi nilai budaya lokal Indonesia, juga menciptakan kepercayaan diri bangsa untuk melangkah lebih baik kedepan.

Jika tetap fokus pada perdebatan yang berkembang dan tetap “ngotot” pada perbedaan pendapat, maka tidak akan ada titik temu yang dijumpai. Perlu kiranya sebuah pemikiran ulang bagaimana kedua pandangan yang berbeda itu menciptakan konvergensi pemahaman. Harus ada kebijakan lebih moderat pada penyelanggaraan ajang Miss World di Indonesia agar tidak ada yang dirugikan.

Bisa saja dibuat sebuah regulasi dimana penilaian juri yang sifatnya mengumbar aurat harus diubah dan ketat mengawal aturannya. Tentu yang mengumbar aurat itu ada ukurannya, dan ukurannya sesuai bagaimana umumnya masyarakat Indonesia berbusana dan telah lama disepakati (hukum positif). Namun jika dilihat dari konteks Hukum Islam, maka yang namanya aurat bagi perempuan adalah selain wajah dan telapak tangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline