Lihat ke Halaman Asli

Eki Tirtana Zamzani

Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Praktik Membuat Mosaik, Belajar Kehidupan di Balik Jendela Kelas

Diperbarui: 15 September 2019   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Dunia anak-anak adalah dunia permainan. Sebagai pengajar SD, kita bisa menyisipkan materi pelajaran dengan suatu permainan yang menarik. Kegiatan menempel kertas lipat yang dipotong-potong ke kertas hvs tentu begitu menarik bagi anak-anak. Karena anak-anak pasti suka dengan warna yang cerah. Lalu karya setiap anak akan dipajang di belakang kelas.

Karya seni mosaik menggunakan teknik potong, karena mosaik terbuat dari bahan yang dipotong-potong menjadi ukuran kecil. Selanjutnya, potongan-potongan tersebut ditempelkan. Alat potong yang digunakan, yaitu pisau, gunting, cutter, atau memotong dengan tangan. Teknik memotong antara lain, menggunting, mengiris, membelah, atau merobek. (Irene MJA, dkk. 2018.  Buku Bupena Jilid 3A. Penerbit Erlangga, Jakarta: hlm. 86)

Praktik Membuat Mosaik

Dokumen Pribadi


Pertama-tama anak-anak menggambar tanaman bunga beserta vas bunganya di kertas HVS. Guru bisa memberikan contoh dengan menggambarnya di papan tulis berada di depan kelas. 

Kedua, anak-anak bisa menyiapkan potongan kertas lipat dengan cara di potong dengan gunting atau cutter. Selain itu bagi yang tidak membawa alat potong bisa menyobek kertas lipat dengan ukuran kecil-kecil menggunakan jari tangan.

Ketiga, sketsa gambar bunga yang telah dibuat. lalu mereka bisa melapisinya dengan lem sebagai perekat. Anak-anak saya beri petunjuk untuk menempelkan kertas warna. Bagian-bagian tanaman memiliki warna yang sudah ada di alam. Mereka saya anjurkan untuk daun warna hijau, tangkai coklat atau hitam, kelopak bunga bisa kombinasi kuning dan merah, dan lingkaran di pusat bunga mataharinya bisa warna kuning kecoklatan. Namun bagi yang kertas lipatnya kehabisan saya bebaskan.

Setelah itu karya yang telah selesai dipajang dibelakang kelas. Guru bisa melakukan penilaian karya siswa. Mereka memiliki waktu, bahan, dan alat yang sama. Tetapi hasil dari karya mereka berbeda antara satu anak dengan anak yang lain. Entah itu dari bentuk gambar bunga hingga pewarnaan sobekan kertas yang di pilih untuk di tempel di sketsa bunga.

Banyaknya anak dalam satu kelas memiliki kepatuhan yang berbeda dalam mengerjakan tugas. Guru juga menyadari kondisi mereka yang masih anak-anak dan belum baligh. Tentu mereka sulit untuk bisa duduk dengan tenang. Berlarian dan bersenda gurau dengan teman-temannya sudah menjadi kebiasaan mereka saat pembelajaran berlangsung di dalam kelas.

Kesabaran guru terkadang diperlukan. Saat kita bisa menahan amarah untuk tidak memarahi anak-anak maka kita bisa menjadi pemenang. Artinya kita berhasil membuat mereka bersahabat dengan kita. Mereka tidak takut untuk berbicara dengan kita. Namun ketegasan terkadang juga diperlukan. Agar mereka mau mengerjakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab. Artinya kita seperti bermain layang-layang ada waktunya untuk sabar dan ada pula waktunya untuk tegas kepada mereka.

Kelas-kelas di sekolah merupakan miniatur kehidupan yang akan mereka hadapi kelak ketika mereka sudah dewasa. Tugas yang dibebankan ibarat suatu pekerjaan yang harus diselesaikan. Penilaian dari karya adalah imbas dari kerja keras mereka. Tentu hasil tidak akan menghianati proses yang telah dilakukan.
Nilai yang dapat kita ambil dari karya anak-anak adalah kedisiplinan dalam mengerjakan tugas. 

Ada karya anak yang baik. Namun ada pula karya dari mereka yang kurang baik. Memang benar apa yang kita tanam adalah apa yang akan kita panen nanti. Begitu pula dengan hasil karya anak-anak yang dibebankan kepada mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline