Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Surabaya menyeret nama besar ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Muhammad Romahurmuziy (Romi) menjadi pesakitan karena di tahan di gedung KPK Jakarta. Dia diduga kuat menerima uang suap dari jual-beli jabatan di Kementerian Agama Provinsi Jawa timur. Selain Romi, ada pula Kepala Kemenag Jatim terpilih Haris Hasanudin dan Kepala Kemenag kabupaten Gresik Muh Muafaq Wirahadi yang diamankan oleh KPK. (Jum'at, 16-03-2019)
Jumpa pers KPK di Jakarta hari ini menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan di Hotel Bumi Surabaya. Dari Muh Muafaq Wirahadi, KPK mengamankan uang Rp 17,7 juta dalam amplop putih. Uang dari Haris Hasanudin sebesar Rp 50 juta diserahkan ke Romy melalui perantara asistennya Amin Nuryadin. Amin Nuryadin juga membawa uang sebesar Rp70.200.000,00. KPK mengamankan uang Haris Hasanudin sebesar Rp18,85 juta. Total uang yang diamankan tim sebesar Rp 156.758.000.00. (detik.com, 16 Maret 2019)
Money Politics dalam Pemilu
Pemilihan umum yang kurang dari 29 hari lagi membuat politisi untuk gencar-gencarnya mencari dana kampanye. Saat ada kesempatan mengalirnya pundi-pundi uang dari suatu Kementerian. Maka hal ini tentu sayang sekali untuk dilewatkan. Seperti pemberian hadiah berupa uang untuk bisa memuluskan pegawai pemerintah mendapatkan jabatan penting di suatu Kementerian. Terkadang uang suap membuat politisi gelap mata. Kemudian melupakan ideologi anti korupsi yang selama ini didengung-dengungkan. Hal ini bisa juga disebabkan biaya kampanye yang tinggi di negeri ini jika menginginkan posisi wakil rakyat di Senayan.
Biaya kampanye itu mulai dari promosi ke masyarakat, seperti : pemasangan poster/banner, iklan di media massa, hingga melakukan berbagai macam kegiatan kampanye. Pemberian uang kepada pemilih sebelum pencoblosan yang dikenal dengan istilah money politics biasanya lebih diyakini bisa mengamankan suara. Tentu cara ini juga membutuhkan dana yang besar.
Pada pemilu tahun 1999, rakyat masih memilih/mencoblos partainya. Setelah itu partai yang akan menentukan anggota dewan yang terpilih mulai dari tingkat kota/kabupaten, provinsi, hingga pusat. Hal ini saya kira akan bisa mengurangi jalur money politic yang akan dilakukan oleh calon anggota dewan.
Berbeda dengan pemilu saat ini, yang dimulai pada tahun 2004. Pemilih yang langsung memilih anggota dewannya. Sehingga persaingannya bukan lagi dari partai yang satu dengan yang lainnya. Namun persaingannya adalah antar calon anggota dewan. Sehingga jika ingin terpilih calon anggota dewan bisa saja melalui jalur money politic. Hal ini tidak bisa di pungkiri lagi agar bisa mengamankan posisi. Cara mendapatkan dananya bisa saja dengan cara yang tidak baik seperti terbongkarnya kasus suap di Kementerian Agama tahun 2019 saat mendekati pemilu.
Kenapa Romi yang disuap!
Kita ketahui bahwa Romi adalah anggota DPR RI pada lembaga legislatif. Sementara pemberi suap adalah pegawai pemerintah yang berada pada lembaga eksekutif (pemerintahan). Sebagai orang awam, penulis berfikir bahwa Romi pasti punya pengaruh atau akses untuk keputusan yang akan diambil oleh pejabat yang berwenang di Kemenag pusat. Karena posisi politik Romi yang tinggi sebagai ketua umum PPP. Tentu hal ini yang akan membuat suara-suaranya didengar oleh teman-temanya yang berada di Kemenag Pusat.
Tugas KPK sekarang adalah untuk menyelidiki peran Romi dalam menentukan kepemimpinan di kemenag di tiap daerah. "Bagaimana lobi-lobi yang dilakukannya?" dan "Siapa saja pejabat berwenang yang berperan untuk meloloskan pimpinan kemenag daerah pilihan Romi?" Kasus ini tidak menutup kemungkinan bisa merambat ke pejabat-pejabat yang berwenang di Kemenag Pusat.
Bagi pegawai Kemenag di daerah yang terbukti memberikan suap pada kasus OTT KPK di Surabaya bisa mendapatkan hukuman pemberhentian. Seperti yang ada pada postingan instagram kemenag berikut ini :