Lihat ke Halaman Asli

Eki Tirtana Zamzani

Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Madrasah Tak Mau Kalah dengan Sekolah Umum

Diperbarui: 18 Mei 2018   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Berlokasi dihalaman MI Darul Huda Kedundung kota Mojokerto. Ada acara perpisahan / haflah akhirussanah  untuk siswa kelas VI, Sabtu (12/5). Dihadiri Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kementerian Agama (kemenag) kota Mojokerto, Bisri Mustofa, M.PdI.

Serangkaian acara digelar mulai dari pawai mengelilingi desa, Jum'at (11/5). Dan penampilan berbagai ekstra. Seperti beladiri, paduan suara, banjari, drama, robotik, dan tanfidz (hafalan Al-qur'an).

Ekstra Beladiri

Pembina program tanfidz adalah Mila. Disediakan undian yang berisi nama anak-anak. Lalu kepala sekolah Riha Mustofa mengambil satu nama. Yang terambil adalah siswa bernama Rangga.

Riha membaca ayat Al Qur’an surat Albaqorah pada tampilan dilayar. Setelah itu Rangga disuruh untuk melanjutkan membacanya. Dia bisa melanjutkan membacanya dengan lancar. Anak yang duduk di kelas VB ini pernah menjuarai tilawatil Al-Qur’an tingkat Kabupaten Mojokerto. Cita-citanya yakni ingin menjadi penghafal Al-Qur’an.

Dalam sambutannya, Bisri mengatakan kalau madrasah itu tidak kalah dengan sekolah umum. Sesuai dengan tuntunan zaman maka madrasah harus punya inovasi. Dia mengapresiasi kepemimpinan Riha Mustofa di MIDH. Karena ada banyak kegiatan ekstra disini. Sehingga dalam acara akhirussanah bisa menampilkan pertunjukan yang menarik.

"Perlu dipahami perbedaan antara madrasah dan sekolah umum. Kalau madrasah itu pendidikan formal dibawah naungan kemenag. Kelebihannya madrasah mempelajari agama islam lebih banyak dari sekolah umum. Dalam kurikulumnya, ada delapan jam pelajaran agama dalam seminggu."

"Kalau sekolah umum seperti SD pelajaran agamanya hanya dua jam seminggu. Bayangkan anak yang masih membutuhkan bimbingan agama. Mana mungkin anak itu akan paham. Maka tidak khayal anak-anak sekolahan banyak melakukan tindakan anarki hingga ada yang sampai berani membunuh gurunya sendiri. Hal ini terjadi karena pendidikan agamanya kurang" tuturnya.

"Tetapi Alhamdulillah kalau mereka sekolah di madrasah. Ketika mereka masuk sekolah selalu mengucapkan salam dan mencium tangan gurunya. Hal ini merupakan pendidikan karakter. Sehingga jiwa anak akan lunak. Dan kebiasaan baik ini akan dibawa ke rumah masing-masing. Mudah-mudahan anak kita bisa menjadi anak yang shaleh". Tuturnya.

"Visi dan misi kemenag yang pertama yaitu menciptakan generasi yang beriman dan bertakwa. Sesuai yang disampaikan bapak kepala sekolah tadi. Setelah keluar dari MIDH anak-anak hafal tahlilan, istighotsah, dan sebagainya. Hal ini harus diteruskan sampai sekolah ditingkat selanjutnya. Harapan bapak/ibu guru disini adalah anak-anak bisa melanjutkan sekolah yang linear. Mulai dari bersekolah di MI menuju MTS dilanjutkan MA" imbuhnya.

Menurutnya paradigma masyarakat jika anak yang sekolah di madrasah hanya menjadi moden saja perlu diluruskan. Output madrasah tidak kalah dengan sekolah umum. Hari ini di MTS Brawijaya Mojokerto dilaksanakan kompetisi sains madrasah (KSM).

Anak-anak memahami secara ilmiah tentang ilmu pengetahuan alam. Kenapa manusia berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini diteliti oleh anak-anak kita. Bagaimana perjalanan Rasulullah saat Isra Mikraj begitu singkat untuk menerima perintah shalat lima waktu dari Allah SWT. Hal ini juga dipelajari oleh mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline