Lihat ke Halaman Asli

Teruntuk Teman Terindah

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setelah lama ku lupakan keberadaanmu,

Setelah lama ku kubur rasa kagumku padamu,

rasa yang dulu pernah hiasi masa remajaku.

Namamu yang dulu selalu kutulis dalam buku diaryku,

yang selalu aku harapkan bisa jadi kisah indah masa remajaku.

Wajahmu yang selalu aku cari setiap pagi,

berharap bisa selalu bertemu, walau sejenak.

Kamu dan aku terpisahkan waktu dan jarak,

tak terlalu jauh, cukup dekat,

hanya takdir yang tak mau pertemukan kita.

Aku tak memaksakan takdir,

aku memilih berjalan ke depan,

melupakan apa yang pernah terjadi di antara kita.

Setelah bertahun – tahun aku dan kamu tak bertemu,

tak saling memberi kabar,

mungkin juga tak saling mengingat.

Takdir mempertemukan kita.

Mempertemukan kita yang sudah tak lagi remaja.

Takdir mempertemukan kita dengan cara yang unik dan tak pernah kusangka sebelumnya.

Kembali aku mencoba menerka-nerka kenangan kita yang sudah mulai kabur.

Kita pun terhanyut dalam nostalgia yang membuat kita gila.

Dan lagi, rasa itu mulai tercipta kembali.

Kali ini aku seperti memiliki asa.

Kita cukup dekat, bahkan aku sempat merasa kita sangat dekat.

Perhatian – perhatian sederhanamu,

yang sekedar mengingatkanku untuk menjaga diri,

atau sekedar meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesahku,

walau aku tahu, kamu mungkin sedikit risih.

Tapi sebesar apapun asa itu,

atau sebesar apapun rasa itu,

aku tak ingin menjadi kekasihmu.

Tapi aku juga tak ingin kehilanganmu,

tak rela rasanya waktu aku tahu kamu mendekati seorang wanita,

dan bahagia rasanya saat aku tahu kalian tak menyatu.

Waktu terus bergulir disamping kita,

aku terus dan terus merasa bahagia saat kamu ada di sisiku.

Meski kita hanya teman,

cukup bagiku untuk merasa bahagia bersamamu.

Perbedaan di antara kita yang membuatku menyerah dengan rasaku.

Walau agak terasa perih, aku mencoba merelakan

kamu memilih cinta yang kamu mau.

Ya kini kamu telah bersamanya, wanita yang kamu sayangi,

dan wanita itu bukan aku.

Tapi kamu tetap peduli dan perhatikan aku,

meski hanya sebatas teman,

aku cukup bahagia.

Bahagia masih bisa bersamamu,

masih bisa tertawa bersamamu,

masih bisa menyentuhmu,

masih bisa mendengar suaramu,

masih menjadi temanmu.

Lalu apa lagi yang harus aku harapkan darimu?

Karena tanpa aku pinta,

kamu telah ciptakan bahagia untukku.

Terima kasih Mas, masih menjadi temanku.

Terima kasih Mas, masih menggila bersamaku.

Terima kasih Mas, masih mendengar cerita-ceritaku yang tak penting.

Terima kasih Mas.

Terima kasih Tuhan,

meski tak seperti mauku, tapi aku percaya rencana-Mu indah pada waktunya.

Jakarta, 16 Mei 2013

@ibethsmanjuntak




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline