Lihat ke Halaman Asli

Cara Sederhana Cegah Chikungunya

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ditularkan oleh nyamuk, dan merebak di musim pancaroba.

Ayo lindungi diri, sebelum terkena.

“Asli. Nyerinya luar biasa”, kata Rizal (37 tahun), wiraswasta di Jakarta, mengisahkan pengalamannya saat terkena chikungunya. Ia mengungkapkan, awalnya tubuh terasa meriang, seperti terkena flu. “Kepala juga sakit banget. Semua tulang dan persendian terasa sangat ngilu. Jangankan untuk berjalan, mengubah posisi saja sakitnya bukan main. Praktis, sekitar seminggu lebih, saya jadi mirip orang lumpuh. Selalu berbaring,” kenangnya.

Belakangan, kasus chikungunya semakin banyak dijumpai. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat, sejak bulan November 2011 hingga Januari 2012, penyakit ini telah menjangkiti ratusan orang di wilayah Bekasi, Bogor, dan Depok.

Bukan penyakit baru

Demam chikungunya, atau juga sering disebut chicken guinea, chicken gunaya dan chikengunya, baru dikenal pada tahun 1955, setelah penyakit ini melanda dataran tinggi Makonde, Afrika. Istilah chikungunya berasal dari bahasa Swahili, artinya melengkung. Konon, ia disebut demikian untuk menggambarkan postur tubuh penderitanya yang seringkali harus membungkuk akibat menahan nyeri sendi yang hebat.

Di Indonesia, wabah chikungunya dilaporkan pertama kali pada tahun 1979 di Bengkulu. Sejak saat itu, kasus demi kasus chikungunya ditemukan di berbagai daerah di Nusantara mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta DKI Jakarta.

Mungkin karena belum terlalu populer, banyak orang mengira chikungunya adalah jenis penyakit baru. Padahal, bukan. Dalam penelitian Bambang Heriyanto dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, keberadaan penyakit yang mirip chikungunya, yaitu demam disertai gejala khas berupa sakit persendian, sudah pernah dilaporkan di Batavia (Jakarta) sejak tahun 1779. Hanya saja, saat itu ia disebut knuckle fever atau scarletina rhematica.

Kemunculannya dipengaruhi oleh banyak faktor. Para ahli mencatat, faktor utamanya adalah perubahan iklim dan kondisi lingkungan. Masa pancaroba membuat tubuh dipaksa beradaptasi dengan suhu, cuaca, dan kondisi yang berubah-ubah secara ekstrim. Efeknya, kekebalan tubuh terhadap penyakit menjadi berkurang. Di saat yang sama, debu, angin, curah hujan yang tinggi, juga kelembaban, membuat virus dan bakteri berkembang biak dengan subur.

Dibawa oleh nyamuk

Nah, chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Jika chikungunya sering disebut-sebut memiliki kesamaan dengan demam berdarah dengue (DBD), mungkin ada benarnya. Sebab, kedua penyakit tersebut ditularkan oleh manusia melalui perantara (vector) yang sama, yakni nyamuk Aedes aegypti. Pada beberapa kasus, chikungunya juga bisa dibawa oleh nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk-nyamuk ini biasa ditemukan di daerah tropis dan berkembang biak di tempat yang airnya menggenang.

Meskipun berasal dari spesies yang sama, kedua jenis nyamuk tadi memiliki sifat sedikit berbeda. Aedes aegypti hidup lebih dekat dengan manusia karena memanfaatkan air di dalam ruangan untuk berkembang biak (seperti vas bunga, bak mandi, dan dispenser). Sementara Aedes albopictus lebih menyukai daerah yang dingin, serta dapat berkembang biak di alam terbuka dengan lingkungan yang lebih bervariasi, mulai dari lubang batu, lubang pohon, pangkal bambu, hingga air yang tertampung di pelepah pohon kelapa.

Gejala khas, nyeri sendi

Sejak digigit nyamuk yang membawa virus chikungunya hingga menimbulkan gejala, demam chikungunya memerlukan waktu sekitar 2 hingga 4 hari. Setelah masa inkubasi tersebut, penderitanya akan mengalami demam tinggi (biasanya di atas 39 derajat Celcius) selama beberapa hari hingga 1 minggu, menggigil, badan pegal-pegal, mual, muntah, sakit kepala, rasa nyeri pada bagian belakang bola mata, serta muncul ruam. Karena gejalanya mirip penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus lain, gejala awal chikungunya sering dikira gejala flu, selesma, atau demam berdarah.

Meskipun demikian, chikungunya memiliki gejala yang khas. Berbeda dengan virus DBD yang bersifat merusak pembuluh darah dan dapat membuat penderitanya syok serta mengalami pendarahan organ, chikungunya tidak demikian. Pada chikungunya, yang dirusak oleh virus adalah jaringan ikat sendi. Itu sebabnya, gejala yang dominan dari penyakit ini adalah keluhan nyeri sendi sehingga chikungunya juga sering dikenal dengan sebutan flu tulang. Jika darah penderita diperiksa di laboratorium, biasanya juga tidak tampak penurunan kadar trombosit dan peningkatan kadar hematokrit yang signifikan.

Rasa ngilu pada otot dan sendi bisa terasa sangat sakit dan mengganggu. Pada beberapa kasus, rasa sakit itu menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Nyeri sendi ini terutama dirasakan pada persendian tangan dan kaki, serta biasanya terjadi secara simetris antara anggota tubuh kiri maupun kanan.

Yang agak melegakan, berbeda dengan DBD yang bisa dialami beberapa kali, chikungunya hanya membuat penderitanya terkena satu kali seumur hidup. Setelah itu, tubuh mantan penderita tersebut akan kebal terhadap chikungunya.

Bisa sembuh sendiri

Untuk mendeteksi chikungunya, kita bisa memeriksakan diri ke dokter dan melakukan sejumlah pemeriksaan darah di laboratorium. Beberapa metode yang dilakukan antara lain dengan mengisolasi virus, memeriksa kadar IgM dan IgG menggunakan tes Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay (ELISA), serta pemeriksaan genetika (RT-PCR). Meskipun demikian, pemeriksaan tersebut jarang dilakukan. Pada umumnya, dokter mendiagnosis penyakit ini melalui pemeriksaan fisik dan wawancara terhadap pasien.

Jika dinyatakan terkena chikungunya, dokter akan memberikan obat-obatan yang sifatnya membantu meringankan gejala. Sebab, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus pada umumnya, chikungunya bersifat self-limiting. Artinya, ia dapat sembuh sendiri seiring membaiknya sistem imunitas tubuh.

Obat-obatan yang diberikan biasanya berupa obat penurun panas dan antiradang. Perannya, untuk membantu menurunkan demam dan mengurangi nyeri sendi. Supaya lebih cepat sembuh, penderita chikungunya perlu cukup istirahat, makan bergizi, dan banyak minum air putih.

Mencegah dengan mudah

Selain menjaga stamina, yang bisa kita lakukan untuk menghindari chikungunya adalah dengan mencegah gigitan nyamuk. Langkah-langkah sederhana ini bisa dimulai sekarang juga.


  • Rapikan rumah

Hindari kebiasaan menumpuk barang dan menggantung pakaian, karena nyamuk senang bersembunyi di sana. Untuk mencegah nyamuk masuk ke rumah, gunakan kelambu atau pasang kawat nyamuk di pintu dan jendela. Sejak diselenggarakannnya konferensi internasional tentang perubahan iklim di Bali (2007), gerakan 3M yaitu menguras tempat penampungan air (bak, ember, vas bunga, dll) secara teratur, menguras bak mandi, dan mengubur kaleng-kaleng bekas serta barang-barang yang dapat menampung air hujan sudah sedikit direvisi. Mengubur barang bekas dalam jangka waktu panjang akan mencemari lingkungan dan menimbulkan masalah lain. Oleh sebab itu, barang bekas disarankan untuk dijual pada pengepul barang bekas, atau didaur ulang.


  • Memberantas nyamuk.

Salah satunya dengan abatisasi (pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air). Tujuannya untuk memutus rantai pertumbuhan nyamuk; telur nyamuk tidak akan menetas, jentik nyamuk tidak berkembang menjadi nyamuk dewasa. Agar efektif, sebaiknya bak yang sudah ditaburi bubuk tersebut tidak disikat selama sekitar 3 bulan. Jika disikat, lapisan abate akan terkelupas dan manfaatnya ikut hilang. Sementara itu, tempat penampungan air yang lebih sering digunakan airnya, bisa dikuras setiap tiga hingga tujuh hari sekali.


  • Usir nyamuk secara alami

Tanam tanaman yang aromanya mampu mengusir nyamuk seperti akar wangi, kayu putih, lavender, geranium, sereh, dan rosemary. Letakkan di tempat-tempat yang biasa dilewati nyamuk seperti dekat jendela atau depan pintu. Jika ingin memanfaatkan insect repellent berbahan alami, kita bisa memanfaatkan bunga kenanga, lavender, atau minyak sereh. Remas bunganya, oleskan ke sekujur tubuh. Pilihan lain, gunakan minyak esensial seperti yang sering digunakan di spa-spa. Teteskan pada alat pemanas (burner), letakkan pada ruangan yang sering didatangi nyamuk.

Selamat mencoba, semoga bermanfaat :)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline