Lihat ke Halaman Asli

Belajar Merapikan Koran

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14030997191265311440

Renungan dan ajakan, jelang Ramadhan

[caption id="attachment_329684" align="aligncenter" width="500" caption="sumber: www.inilah.com"][/caption]

Saat mahasiswa, saya bekerja sebagai tutor Bahasa Indonesia untuk mahasiswa asing. Hubungan saya dengan mereka seperti teman akrab. Di luar kelas, kami sering jalan dan diskusi bareng seputar bahasa dan budaya Indonesia, juga berbagai macam hal yang baru saja kami alami atau saksikan bersama.

Salah satu "murid" yang sangat akrab dengan saya, bernama Kipley. Asalnya dari Austalia, dan baru pertama kali berkunjung ke Indonesia. Saat libur lebaran tiba, saya mengajaknya mudik ke Semarang. Reaksi Kipley lebih dari sekadar senang. Ia memekik kegirangan, dan terang-terangan menyatakan ingin melihat takbiran. "Saya juga mau ikut kamu shalat di lapangan," tuturnya saat itu.

...

Takbir berkumandang. Beduk ditabuh bertalu-talu.
Idul Fitri yang ditunggu telah datang.

Pagi-pagi sekali Kipley sudah mandi. Ia memakai jeans, juga hem berlengan panjang. Rambut pirangnya ditutup selendang.

Di pinggir lapangan, Kipley menunggu selesai Shalat Ied dengan riang. Ia sempat bilang, "Menakjubkan ya, saat kalian bergerak bersamaan. Saya suka sekali melihatnya!", dengan tawa mengembang.

Tak lama kemudian, raut wajahnya berubah.

Matanya bergerak perlahan, menyapu sekeliling.

"Koran-koran itu, dibuang? Di sini?", tanya Kipley, sambil menunjuk lembaran koran sisa alas shalat berserakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline