Lihat ke Halaman Asli

Catatan Pertama Ramadhan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat datang ramadhan tahun 1431 H . Tiada kalimat yang pantas saya ucapkan selain ungkapan rasa syukur kepada Allah sang pemilik jagat raya ini. Tanpa-Nya, saya, dan mungkin kita semua tak dapat menikmati udara kegembiraan datangnya bulan yang penuh ampunan dan berkah ini. Rasanya, bagi mereka yang merindukan ramadhan pasti cara penyambutannya pun sangat istimewa dan penuh suka cita. Itu terjadi di hampir semua pojok bumi.

Puasa kali ini dan juga puasa-puasa empat tahun ke belakang, saya menjalaninya tanpa keluarga. Jujur saja, saya mengalami sahur dan buka di awal ramadhan hanya ketika saya SD. Selebihnya, ketika SMP, SMA, dan menginjak bangku kuliah, puasa pertama ramadhan saya lalui seorang diri di negeri perantauan. Tapi saya yakin, yang mengalami ini bukan saya sendiri. He..

Teman-teman yang dimuliakan. Sahur pertama, saya hanya mengkonsumsi nasi putih ditemani telor dadar dan 3 gelas air putih. Lumayan sudah cukup. Untuk sahur selanjutnya, ya ntar aja deh…barangkali ada tetangga yang mau berbagi..(maunya loe…he). Duh, hampir saja, sahur pertama saya kesiangan. Tapi, keburu kok saya melahap nasi dan dadarnya…

Hari pertama puasa, di sekeliling kos saya, suasananya sepi, tak ada gaduh, tak ada sendawa, dan tak ada suara anak-anak berkejaran. Biasanya, di luar ramadhan kepala dibikin pusing serta batok kepala panas. Kini, tepatnya pagi tadi, saya mendongakkan kepala dekat jendela, eh…amat sepi. Hening. Sehening sepertiga malam. Sehening di ruang water closed.

Seperti biasa dan memang sudah direncanakan, saya dan beberapa teman geng, bila setengan jam lagi dikumandangkan adzan mesti sudah stand by di mesjid/mushala terdekat. Tujuannya hanya satu: Berburu bukaan yang tak berbayar! Ini dilakukan hampir tiap puasa selama saya menghirup udara Bandung. Kenapa saya melakukannya? He..itu karena saya memberikan kesempatan buat orang-orang masuk syurga. Selain itu? Ya, tentunya bersilaturahmi sambil menikmati terbenamnya matahari.

Pada malamnya pun, bila perut tak kekenyangan, saya pun bergerilya bersiap untuk tarawih. Anehnya, saya dan teman-teman tidak sembarang memilih mesjid untuk tarawih. Kenapa pula? Kami selalu memilih mesjid yang tarawihnya agak cepat…he…mislanya, yang tarawihnya tak lebih dari sebelas rakaat. Huh..ada-ada saja! Kok bisa seperti itu? Bisa,dong! Sebab, pernah saya menemukan ada salat tarawih yang jumlahnya 23 rakaat, kok selesainya hampir sama dengan yang sebelas rakaat. Bahkan mendahului yang sebelas rakaat. Lho, kok aneh,ya? Bukan aneh, tapi itu sudah tradisi. Di sini, saya bukan hendak membedakan. Bagi saya, keduanya, baik yang tarawihnya 23 maupun 11, dua-duanya penuh referensi. Sekali lagi, saya hanya menyumbang cerita saja. he…

Yups. Puasa pertama sungguh sedikit melelahkan. Itu biasa. Selanjutnya, pasti semakin kuat dan bersemangat. Apalagi, seminggu menjelang idul fitri. Semuanya semangat, semangat memborong baju, celana, jilbab, mungkin juga celana dalam (mau juga dong baru…he) yang lama, kan sudah harus dimusiumkan! Belum lagi bersemangat buat bikin kue, kacang goreng, dan semacamnya. Alahh….itu pasti tugas ibu-ibu…hemm….

Ya, sudahlah. Barangkali bila puasa pertama diawali dengan kegiatan positif dan penuh manfaat, mungkin untuk puasa selanjutnya semakin berkah dan terasa. Met puasa, met juga berbuka. Moga juga, yang membaca tulisan ini panjang umur, rezekinya melimpah, gampang mendapatkan pasangan hidup, semakin menerima kenyataan hidup, dan cepet punya momongan bagi yang sudah menikah..hu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline