Lihat ke Halaman Asli

Yang Mengangkat dan Menjatuhkan Jokowi?

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kancah politik nasional nama Megawati sudah tidak asing lagi. Dengan segenap kelemahan dan keunggulannya ia bertahan di dunia politik sampai hari ini. Pada pilpres 2014, Megawati membuat keputusan yang sangat fenomenal, dimana tokoh muda PDIP yang berasal dari trah di luar Soekarno justru yang dipercaya untuk berlaga di medan pilpres, dan tokoh muda tersebut adalah Jokowi, bukan Puan, bukan Prananda, bukan Pramono Anung, bukan pula Cahyo Kumolo atau bahkan dirinya sendiri.

Namun setelah Jokowi sukses memenangkan pilpres justru faktor Megawati menjadi variabel penghambat bagi gaya seorang Jokowi yang sangat terbuka dan familier selama ini. Bagaimana ketika Jokowi bertarung dengan Foke dan dimenangkan Jokowi, Jokowi pun siap bertemu dengan Foke pasca bertanding. Ketika di Solo, Jokowi ada konfik dengan gubernur Bibit Waluyo, pun Jokowi masih bersedia bertemu. Tetapi sekarang saat Jokowi menang di pilpres kok ada yang berbeda, setidaknya di media pasca pilpres tidak tampak foto Jokowi bertemu langsung dengan Prabowo, saat dosennya yang sekaligus guru besar saat Jokowi kuliah di UGM dan sekaligus sahabat berpolitiknya Prof. Dr. Suhardi meninggal juga tidak nampak Jokowi datang melayat, termasuk Megawati juga tidak nampak melayat.

Sulitnya posisi Jokowi, lebih disebabkan oleh karakter Megawati yang teramat percaya diri secara berlebihan, sehingga bertemu secara langsung dengan SBY pun tidak punya waktu. Seorang SBY hanya di hubungi dengan hulubalangnya saja, maka menjadi wajar jika SBY tidak memeberikan respon yang posiitf.

Saya berpendapat bahwa kuatnya KMP (koalisi merah putih) itu karena disebabkan oleh tertutupnya Megawati untuk menyapa Prabowo dan SBY. Itulah mengapa Prabowo dan SBY terpaksa merapat melawan orang yang sama. Bersyukurlah KMP dan PD bersatu karena perilaku Megawati yang tertutup dan teramat percaya diri. Akankah pada perebutan ketua MPR minggu depan masih berpihak pada KMP?

Tidak bagi-bagi kursi VS berbagi-bagi kursi, menjadi hal yang selalu berlawanan secara makna harafiah, terlebih pada tataran praksis yang di ikuti oleh sifat angkuh karena sebuah kemenangan pilpres, maka pihak yang lain pun akan menunjukkan kekuatannya dalam versi yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan keadaannya.

Kita tidak perlu cemas melihat pertandingan ini, karena kita masih punya alat negara bernama Tentara yang senantiasa loyal pada negara.

Selamat berkompetisi dengan cara yang sah menurut UU dan etis menurut tataran kemanusiaan dan budaya Indonesia.

Yogyakarta, Kamis, 2 Okt 2014

Teguh Sunaryo

HP : 085 643 383838

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline