Lihat ke Halaman Asli

Ada Pemilik Modal di Balik Insiden Kebumen

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penembakan terhadap sejumlah petani oleh aparat TNI AD di kawasan Urut Sewu, Desa Sentrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah pada tanggal 16 April 2011, mendapat beragam reaksi.

Konflik warga Urut Sewu dengan TNI AD sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1982. Rezim militer Orde Baru ketika itu, meminta warga membebaskan lahan pertaniannya seluas dua hektar untuk didirikan kantor Dislitbang TNI AD, yang posisinya berada di sisi timur pintu masuk Pantai Bocor.

Dalam perjalanannya, TNI AD malah memperluas klaim area latihannya mulai 250 meter dari bibir pantai menjadi 750 meter dari bibir pantai. Panjang area latihan itu pun sangat panjang, dari Sungai Wawar sampai Luk Ulo sepanjang 22,5 kilometer. Total areanya mencapai 1.050 hektare.

Dalam rilisnya, Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP PRP) menyebutkan, selain polemik areal pelatihan tersebut yang ditolak warga, ternyata tanah yang luas tersebut menyimpan pasir besi berkualitas sangat bagus. Maka tidak aneh, sepanjang pesisir pantai Selatan Kabupaten Kebumen memang dijadikan sebagai kawasan penambangan pasir besi.

Sumber pasir besi ini berada di 15 desa dan berada di tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Mirit, Ambal, dan Buluspesantren. Namun sejak tahun 2009, warga menentang rencana eksploitasi pasir besi ini karena hanya akan merusak lingkungan dan areal pertanian warga.

Bahkan penolakan terhadap rencana eksploitasi ini juga pernah dilayangkan oleh DPRD Kebumen di bulan Mei 2009. Alasan penolakan sebagian besar anggota DPRD Kebumen tersebut antara lain, penambangan pasir besi akan merusak pantai Selatan dan menimbulkan erosi sehingga mengancam budidaya pertanian lahan kering warga.

Selain itu, pesisir kebumen rencananya akan dihijaukan sebagai salah satu langkah untuk menahan tsunami dan gelombang laut tinggi. Menurut Ketua Nasional Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Anwar Ma'ruf, sudah sejak lama, warga petani di daerah tersebut menolak keberadaan pusat latihan tempur dan kawasan penambangan pasir besi ini.

"Argumentasinya sederhana, dengan adanya pusat latihan tempur dan kawasan penambangan pasir besi, maka kawasan pertanian warga menjadi rusak, kerusakan jalan, serta tidak adanya jaminan kesejahteraan," katanya.

Walaupun penentangan warga terhadap eksploitasi pasir besi di enam desa wilayah pesisir Kecamatan Mirit tersebut sudah dilakukan, namun pemberian izin eksploitasi pasir besi oleh PT Mitra Niaga Tama Cemerlang Jakarta, akhirnya dilakukan oleh Pemda Kabupaten Kebumen pada tanggal 31 Januari 2011.

Sebab itu, Anwar menduga tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI AD pada tanggal 16 April 2011, jelas sangat terkait dengan perlindungan yang diberikan TNI AD kepada perusahaan penambangan pasir besi tersebut.

Hal ini sekali lagi menunjukkan keberpihakan aparat keamanan beserta rezim neoliberal kepada para pemilik modal. Bahkan demi mengeruk keuntungan sumber daya alam yang dilakukan oleh pemilik modal, rezim neoliberal akan memberikan ijin eksploitasi. Walaupun pemberian ijin eksploitasi tersebut akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan keselamatan rakyatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline