Lihat ke Halaman Asli

Ashwin Pulungan

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Perunggasan Nasional Perlu Solusi Mendasar Pemerintah

Diperbarui: 31 Agustus 2020   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo Dokumentasi Penulis dari Peternak Rakyat

Sudah berkali kali terjadi sepanjang tahun sejak setelah tahun 2009, harga Live Bird (LB) berada jauh dibawah harga Pokok Usaha yang dialami para Peternak Unggas Rakyat diseluruh Indonesia. Biasanya terjadi Demo besar para peternak di Jakarta didepan Istana Negara lalu ada seolah olah tindakan dari Pemerintah terutama Dirjen Peternakan & Kesehatan Hewan (DJPKH) akan tetapi beberapa bulan dan bahkan hanya beberapa pekan kemudian solusi itu mentah kembali tidak ada artinya. 

Harga LB selalu kembali dibawah harga Pokok usaha para peternak rakyat. Inilah yang penulis sebut dengan Pemerintah hanya buang waktu mensolusi AKIBAT bukan mensolusi SEBAB-nya.

Kali ini, diakhir bulan Agustus ini Harga Lifebird kembali tembus pada Rp.11.000 -13.000/kg. Sejak awal bulan  Juli s/d saat ini harga LB jauh dibawah HPP Rp.18.000. Selama bulan Juli harga LB berkisar di Rp.13.000 -15.000, seterusnya melorot malah tembus ke Rp.11.000,-/kg. Ini berarti jumlah prouksi DOC   masih tinggi over supply. 

Diperkirakan permintaan ayam dalam situasi Covid19, masih turun diposisi 30% dari 70 juta ekor per pekan (week), berarti produksi doc yang sesuai dengan demand adalah maximal 50 juta ekor per pekan sehingga harga LB bisa berada di atas HPP Rp.18.000/kg.

Kalau harga ayam saat ini hancur diposisi Rp. 11.000,- berarti produksi DOC-FS bisa lebih 60-70 juta per pekan. Artinya adalah hasil pertemuan di tingkat DJPKH pada bulan Juli dan Agustus 2020 yang lalu membahas tentang supply dan demand ayam tidak ada hasilnya sama sekali. Hancurnya harga ayam sampai Rp.11.000,- mengkondisikan harga DOC yang rendah Rp.3.000,-/ekor maka BEP/HPP peternak diposisi  Rp.14,000 -- 15.000,-. 

Hancurnya harga LB, akibatnya para peternak mengalami kerugian sebesar Rp. 3.000 -4.000/kg atau peternak rakyat merugi sampai Rp. 4.500 -  6.000/ekor. Berati anggaran untuk DOC saja sudah habis jika siklus selanjutnya ingin chick in ditambah dengan  tidak adanya momentum panen harga baik dengan supply DOC yang masih tinggi.

Pada hari ini 31 Agustus 2020 para peternak dipaksa pada beberapa daerah untuk melepas hasil ternak budidaya mereka dengan harga Rp 9.500 - 11.000/kg, padahal menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020, harga ayam di tingkat peternak seharusnya di level Rp 19.000-21.000/kg (hanya Permendag solusi akibat).

Kenapa jumlah produksi DOC masih tinggi saja ? ini disebabkan keberadaan kandang budidaya CH (Closed House) yang ada saat ini sebagian besar sudah dimiliki Para perusahaan besar PT Full integrator PMA dan PMDN diisi penuh, selanjutnya ada tambahan dari beberapa PT pendatang baru yang membangun kandang Budidaya Close House secara besar besaran  di daerah Tasikmalaya Jabar, Jateng juga daerah lainnya.  

Padahal kandang budidaya yang ada sebelumnya sudah over supply. Semua berbondong bondong bangun Kandang budidaya dan BF CH tidak memikirkan pasarnya.  sementara populasi kandang budidaya yang ada saja sudah over produksi. Situasi pasar tradisional milik peternak rakyat yang masih digempur oleh produk ayam LB milik PT Full integrator PMA masuk pasar tradisional 80%. Bagaimana peternak rakyat  bisa hidup !!!

Hasil produksi budidaya peternak rakyat untuk dapatkan capaian efisiensi tinggi menjadi sia sia, karena harga panen selalu berada di BEP perusahaan Integrtor CH Rp.12.000 -14.000,-/kg. Bahkan dalam tahun ini, sudah 2x tembus hancur harga LB pada level terburuk Rp.7.000 -10.000,-/kg.

Sebagai analogi Pasar Tradisional sebagai Zona Eksklusif untuk kelangsungan usaha peternakan Rakyat UKM.  Zona eksklusip ini, umumnya dipakai di wilayah pantai  laut, dimana wilayah pantai dengan jarak sekian mil dari batas pantai tidak boleh ada kapal ikan milik perusahaan asing yang berlayar untuk mengambil ikan. Kalau coba coba Kapal Milik PT tidak berizin ambil ikan disini, si Nelayan tidak perlu pakai UU atau Permentan dan dipastikan para Nelayan otomatis mengusir kapal Perusahaan tersebut bahkan bisa di rampas atau dibakar ditengah laut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline