Lihat ke Halaman Asli

Ashwin Pulungan

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Beginikah Cara Pemerintah Mengurus Peternakan Unggas Indonesia?

Diperbarui: 15 Juni 2018   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: ANTARA | ADENG BUSTOMI

Setiap menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri, di Indonesia selalu saja harga kebutuhan pangan naik tidak terkendali, sehingga sangat membebani keuangan mayoritas masyarakat konsumen Indonesia.

Mengapa hal ini sering terjadi, padahal ada Kementerian Pertanian kalau dahulu Departemen Pertanian, ada kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan, tapi tren gejolak harga kebutuhan pangan selalu naik? 

Artinya, di sini tidak ada pengaturan yang baik terhadap supply dan demand oleh pemerintah sehingga para pabrikan dan pedagang bisa bermain untuk menaikan harga dengan alasan permintaan meningkat dan penawaran berkurang. Tidakkah bisa diatur beberapa pekan menjelang hari besar Islam, sehingga persediaan barang komoditi pangan bisa dipersiapkan di semua gudang distribusi kebutuhan pangan ?

Rataan para pabrikan sudah terbudaya untuk menambah produksi di saat akan masuk hari besar di mana permintaan akan meningkat. Akan tetapi selalu saja harga dinaikkan oleh para pabrikan dengan alasan kepada para grosir dan distribusi barang, persediaan terbatas nilai tukar naik jadi mau tidak mau harga saat ini terpaksa dinaikan. Pemerintahpun terlihat gamang untuk menindak dan hanya bisa menekan dengan upaya membuat posko pasar murah.

Untuk industri peternakan sebagai usaha yang bersifat biologis tentu bisa diatur penambahan persediaannya jika menjelang bulan Ramadhan. Untuk usaha perunggasan adalah persediaan bibit unggas (DOC) dan pakannya. Bidang usaha perunggasan inipun sering terjadi berbagai alasan kenaikan variabel harga pokok budidaya peternak rakyat yang meningkat harganya sehingga peternak rakyat tidak bisa menikmati keuntungan yang baik dan menarik.

Dampaknya adalah selalu peternak rakyat mendapatkan hasil budidayanya dalam nilai yang pas pasan saja pada setiap bulan Ramadhan disebabkan variabel harga pokok yang meningkat juga.

Perputaran Uang di ekonomi Perunggasan mencapai Rp.450 T per Tahun (Dok.Presidium DPP-PPUI)

Berbeda dengan para perusahaan industri pakan dan bibit terintegrasi karena mereka saat ini berdasarkan UU No.18/2009 diperbolehkan masuk ke usaha budidaya serta dibolehkan juga menjual hasil budidaya mereka masuk kepasar tradisonal (pada UU No.6/1967 terdahulu, tidak diperbolehkan) sehingga keuntungan mereka para perusahaan terintegrasi akan sangat besar jika didasari dengan Permendag No. 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.

Protein hewani daging dan telur ayam ras sudah menjadi andalan konsumsi masyarakat yang paling terjangkau (Dok.Pribadi)

Padahal Permendag ini didasari dari kondisi harga di peternak rakyat. Seharusnya untuk keadilan usaha harus ditetapkan juga oleh Pemerintah harga acuan penjualan untuk harga DOC dan harga Pakan unggas dari para perusahaan terintegrasi. Nyatanya hal keadilan harga acuan ini tidak pernah dijalankan oleh pemerintah terhadap para perusahaan terintegrasi.

Pada akhir Ramadhan ini, harga protein asal unggas sangat tinggi di konsumen mencapai Rp 39.000-46.000/Kg untuk daging karkas ayam (LB= 25.000/Kg hidup) dan Rp 22.000-26.000/Kg untuk telur ayam ras (Harga di kandang=20.000/Kg). 

Harga daging ayam kampung bahkan bisa mencapai Rp 56.000-60.000/Kg. Ini merupakan harga protein unggas yang tertinggi sepanjang sejarah perunggasan nasional. Harga acuan Permendag No. 27/M-DAG/PER/5/2017 menjadi tidak ada artinya dan sudah jauh melampaui ketentuannya. Sampai saat ini tidak ada sanksi yang bisa diterapkan oleh emerintah kepada pelaku kejahatan ekonomi ini. 

Memang sudah ada ketentuan dari Kementerian Pertanian yaitu Permentan No. 32/2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras yang berisi pasal tentang suplai bibit "pembagian 50% DOC untuk peternakan rakyat dan 50% lagi untuk perusahaan terintegrasi," akan tetapi di lapangan Permentan ini tidak berjalan sebagaimana dikehendaki atas kesepakatan peternak rakyat, perusahaan terintegrasi dan pemerintah.

Tetap saja peternak rakyat sulit untuk mendapatkan DOC dan harganya juga meningkat karena masuk ke kandang budidaya sendiri serta adanya broker perantara dalam mata rantai bibit ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline