Dari hasil survey serta pengamatan yang dilakukan oleh penulis bersama beberapa rekan lainnya dari berbagai lokasi pertanian di Jawa Barat dan P. Sumbawa (khusus komoditas jagung) baru baru ini, terdapat permasalahan inti yang dialami oleh semua para petani dilokasi pertaniannya masing masing. Hal yang sama terjadi juga di berbagai daerah dengan eskalasi permasalahan yang tidak jauh berbeda. Tidak adanya kemampuan solusi yang cepat atas permasalahan inti inilah, yang menyebabkan rendahnya produktifitas lahan dan tanaman sehingga pendapatan para petani selalu pada posisi rendah dan bahkan selalu merugi. Hal ini diperparah lagi dengan faktor paska panen petani dimana harga sering jatuh atas permainan kualifikasi serta persediaan hasil panen dari para tengkulak dan penampung.
Permasalahan inti itu adalah :
1. Permasalahan lahan yang sudah kritis dan miskin unsur hara tanah,
2. Permasalahan Pupuk,
3. Permasalahan Benih tanaman pangan,
4. Permasalahan Pemasaran hasil pertanian.
1. Permasalahan lahan yang sudah kritis dan miskin unsur hara tanah.
Terutama lahan tanah tanaman pangan di Pulau Jawa, karena sudah sangat sering menggunakan pupuk kimia anorganik, mengakibatkan unsur hara tanah semakin miskin dan banyak jasad renik tanah yang mati. Dampaknya adalah tanah semakin asam serta perlu pengapuran dan bahan lainnya dalam jumlah besar yang berimbang serta treatment rekondisi tanah dengan pupuk organik agar tanah dapat menghidupkan kembali jasad renik yang ada didalam tanah yang sangat diperlukan oleh tanaman.
Pernyataan beberapa orang pengamat pertanian, beserta beberapa data yang ada, bahwa luas lahan kritis termasuk lahan pertanian pangan di Pulau Jawa saat ini mencapai 1.583.000 Hektare (340.000 Ha di Jabar, 634.000 Ha di Jateng, 609.000 Ha di Jatim) dari total luas Pulau Jawa 13 Juta Ha dan sebagian kecil di antaranya berada di kawasan hutan milik Perhutani.
Pertanian Nasional sudah terjebak didalam pemupukan kimia anorganik yang berdampak kepada percepatan degradasi kesuburan lahan pertanian. Sedangkan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sebagai pembanding, telah terjadi penurunan rata-rata secara berkesinambungan produktivitas lahan sawah di Propinsi Jawa Barat sebesar 0,755 Ton/Ha. Semua ini bisa terjadi karena berbagai permasalahan, terutama budaya penggunaan pupuk kimia yang sudah terlalu lama berlangsung. Dan ini adalah pola dan cara pemupukan yang sangat salah jika tidak ada sama sekali upaya pemupukan dengan unsur organik secara berjangka panjang.
Keterjebakan para petani diseluruh Indonesia, adalah dibangunnya beberapa pabrik pupuk kimia oleh Pemerintah dan tentu hasil produksinya perlu penyerapan dari konsumen petani. Akibatnya terjadi berbagai cara transaksi kepentingan sebagai pendekatan proyek distribusi pupuk antara pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi. Disamping itu, para petani yang selalu terjebak dan korban dengan hanya mau menggunakan pupuk kimia serta didukung oleh para PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang juga menjadi pendorong budaya penggunaan pupuk kimia anorganik. Dari data resmi Pupuk Indonesia, pabrikan pelat merah saat ini memiliki total kapasitas produksi per tahun mencapai 13,1 juta ton dan ada program peningkatan jumlah produksi selanjutnya.