Tidak akan ada perubahan sebuah Kementerian didalam Kabinet sebuah Pemerintahan jika Menterinya diganti, akan tetapi bawahannya dan para pelaksana administratifnya masih orang orang lama dibidangnya. Malah sang Menteri dan jajarannya akan menjadi alat permainan konspirasi korporasi mafia secara tidak langsung dan tidak terasa.
Mafia dan Kejahatan korporasi besar di Indonesia yang memiliki omzet puluhan triliun sampai ratusan triliun per tahun, berupaya keras untuk membangun sindikasi kolusinya di sektor bawahan dan menengah serta para pelaksana administratif dari sebuah lembaga Kementerian untuk memuluskan konspirasi mereka.
Oleh karena itu, jika sebuah Pemerintahan di Indonesia mau kita bangun dengan baik dan benar serta bersih, seorang Menteri harus mampu mengganti dan merotasi SDM di kementerian itu serta menampung semua masukan tentang karakter jahat dan nakal dari berbagai masukan yang didapat tentang SDM sehingga masukan ini dijadikan bahan data dan argumentasi untuk bisa memecat atau merotasi, memutasi para karyawan PNS yang telah berbudaya mafia pada tingkat bawahan ini.
Bermainnya para Mafia serta kejahatan korporasi, adalah pada level bawahan dan ini sengaja mereka pupuk secara berkepanjangan konsisten berkelanjutan agar permainan serta pelanggaran mereka dapat direkayasa melalui karyawan PNS tingkat bawahan ini. Sebagai CONTOH adalah instansi Mahkamah Agung (MA) dengan tertangkapnya Sekjen MA Nurhadi oleh KPK, banyak terbongkar kebusukan perilaku manipulasi para Karyawan bawahan MA yang sudah terbudaya lama didalam Mafia Hukum di Indonesia dan itu berjaring sampai kebeberapa Pengadilan Negeri di semua daerah Indonesia dalam jangka waktu yang sangat lama.
Bahkan Sekjen MA Nurhadibisa mengatur formasi tim Hakim Agung untuk menangani berbagai perkara besar yang bisa disetting sesuai pesanan yang memiliki dana besar yang sedang berperkara. Selama ini, Sekjen MA Nurhadi malah menjadi God Fathernya Mahkamah Agung, lebih dihargai dan dielu elukan oleh berbagai Pengadilan Negeri daerah dari pada Ketua Mahkamah Agung sendiri (Pengakuan seorang Hakim Agung).
Oleh karena itu, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia selalu dicap sebagai sarang mafia hukum dan di Pengadilan Negeri jika kita berperkara, tidak akan mendapatkan keadilan malah ketidak adilanlah dan uang besarlah yang berlaku dan berjalan sampai ke MA (Hukum diperdagangkan). Analogi ini terjadi juga disemua Kementerian yang ada di Indonesia selama ini.
Lucunya di Indonesia, malah pada tingkat Dirjen sekalipun, mafia dan kejahatan korporasi besar, bisa mengatur posisi kedudukan dan jabatan seorang Dirjen kesukaan dan binaan para korporasi penjahat ini dan Menterinya tidak mengetahuinya, karena Menterinya sangat polos dan lugu. Termasuk pensettingan karyawan bawahan ini adalah para staff ahli Menteri bisa diatur para perusahaan korporasi kualitas mafia ini.
Sehingga nantinya seorang Menteri akan mendapatkan masukan sesuai dengan kehendak dan sasaran para korporasi mafia untuk mencapai target agenda mereka didalam berkolusi merampas kekayaan sebuah Proyek Pemerintah didalam realisasi APBN dan bancakan proyek lainnya dalam agenda korporasi mafia ini bekerja sama dengan para karyawan PNS bawahan peliharaan korporasi mafia. Hal seperti ini, juga terjadi di beberapa daerah kekuasaan Gubernur, Bupati, Walikota diberbagai wilayah Indonesia dan sudah banyak yang terungkap.
Jaringan korporasi penjahat ini, bahkan sudah memelihara koneksitas konspirasinya sampai pada tingkat ring satu termasuk para penasehat dekat kepemimpinan Nasional dan kepengurusan puncak Partai. Pernah sebuah kejadian seorang Menteri sudah mengatur agendanya yang sangat penting dan strategis untuk sebuah rapat pertemuan strategis di Kementerian, tiba tiba sang Menteri tidak bisa hadir karena ada perintah protokoler Kepresidenan melalui Presiden agar segera mendampingi Presiden ke suatu daerah.
Akibatnya rapat penting sang Menteri tidak bisa dihadiri hanya untuk mendampingi sang Presiden, akan tetapi dilanjutkan oleh seorang Dirjen saja. Ini semua bisa terjadi adalah sebagai usulan setting rekayasa protokoler dari korporasi mafia yang berkepentingan. Jika sang Dirjen adalah peliharaan Korporasi mafia, maka rapat itu tentu akan sangat berpihak kepada kepentingan agenda Korporasi besar swasta.
Pada posisi seperti ini, apa yang ditunggu oleh Rakyat ? Perubahan iklim usaha dan kesempatan kerja untuk Kesejahteraankah ? Kalau demikian, semua harapan Rakyat akan kandas untuk selamanya dan UUD 1945 tidak akan ada artinya lagi bagi seluruh Rakyat Indonesia. (Ashwin Pulungan)