Lihat ke Halaman Asli

Ashwin Pulungan

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Ada Apa Dibalik Ekspose Ayam Berformalin?

Diperbarui: 10 Oktober 2015   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sangat tidak setuju dengan berbagai upaya jahat yang dilakukan oleh para pedagang atau para produsen makanan untuk menambahkan bahan pengawet berbahaya kedalam setiap produk mereka. Jelas ini merupakan perbuatan kriminal yang sangat membahayakan kesehatan masyarakat konsumen yang berdampak bahaya dalam jangka panjang. Apalagi dengan maraknya pemberitaan di media tentang ayam potong berformalin yang beredar di kota Tanggerang dan sekitarnya diberbagai pasar rakyat atau pasar tradisional. Lalu Bareskrim Kepolisian RI telah menangkap sebanyak tujuh pemilik RPA (Rumah Potong Ayam) di Tanggerang yang terbukti memang menggunakan bahan berbahaya formalin dalam kadar tertentu untuk mengawetkan ayam potong mereka. Ternyata selama ini, baik pemasaran di Jakarta maupun Tanggerang, penambahan bahan formalin kedalam air cucian ayam potong, sudah lama dilakukan oleh pata pedagang ayam. Bahkan, tidak hanya RPA yang melakukannya, akan tetapi para pedagang ayam dipasarpun kerap mencelupkan ayam dagangan mereka kedalam air cucian ayam berformalin sebelum ayam potong itu dijajakan para pedagang. Hal ini dilakukan oleh para pedagang ayam potong agar daya awet daging ayam yang mereka dagangkan lebih panjang mengingat daya serap pasar konsumen yang sering melambat saat daya beli konsumen yang sangat melemah saat di era kepemimpinan Jokowi.

Sebenarnya, tidak hanya para RPA dan pedagang kecil saja yang melakukan upaya pengawetan kepada barang dagangan mereka. Para perusahaan besarpun disinyalir kuat melakukannya sebelum daging ayam potong di masukkan kedalam coldstorage. Kita belum mengetahui, jenis bahan pengawet apakah yang dipakai oleh para perusahaan besar untuk mencuci serta menyimpan ayam beku mereka yang didinginkan bertahap dari minus 4-10-20-40 derajat sehingga bisa disimpan selama setahun lebih. Oleh karena itu, pihak Bareskrim juga wajib melakukan investigasi di beberapa RPA para perusahaan besar integrator PMA. Bahan pengawet makanan yang diperbolehkan oleh BPOM tentu ada, akan tetapi harganya cukup mahal. Oleh karena itu, bahan pengawet makanan yang memenuhi syarat kesehatan seharusnya berharga murah terjangkau, lalu bahan pengawet berbahaya formalin tidak bebas diperjual belikan seperti selama ini yang bisa dibeli bebas dimanapun. Dalam hal ini, Pemerintah berkewajiban untuk mengawasinya secara ketat untuk menjaga kesehatan rakyat.

Pada waktu terjadinya rekayasa mogok dari para pedagang ayam dipasar tradisional, ada upaya kuat untuk melakukan trobosan operasi pasar yang dilakukan oleh kerjasama antara Pemerintah daerah dengan pengusaha besar perunggasan dengan menjual ayam beku milik mereka. Sebenarnya ini adalah momentum penting bagi perusahaan besar integrator untuk mempromosikan budaya masyarakat agar terbiasa mengkonsumsi ayam beku di sekitar pasar tradisional. Selama ini, daging ayam baru dipotong yang ada dipasar tradisional adalah merupakan mayoritas konsumsi masyarakat yang terbesar terhadap daging ayam. Budaya masyarakat kita adalah senang mengkonsumsi ayam potong segar (ayam baru dipotong) dan bukan berbudaya mengkonsumsi ayam potong beku. Kebiasaan ini, tentu dibentuk dari kebiasaan dahulu mengkonsumsi daging ayam kampung yang dipotong didepan konsumen. Sebenarnya kebiasaan atau budaya menyukai mengkonsumsi daging ayam segar baru dipotong adalah merupakan daya tahan dan daya tangkal konsumen Indonesia terhadap serangan daging ayam beku luar negeri. Oleh karena itu, para perusahaan besar integrator memasuki usaha budidaya unggas sebagaimana usaha yang telah lama dirintis dan dilakukan oleh para peternak rakyat dahulu sampai kini. Inilah penyebab hancurnya usaha budidaya peternak rakyat yang diperparah dengan adanya UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan yang merupakan UU yang sangat liberal dan bertentangan dengan visi dan misi UUD 1945.

Jika budaya konsumen daging ayam kita (Indonesia) menyukai ayam beku, maka para perusahaan besar kapitalis investasi asing tidak akan mau merebut serta masuk kepada usaha budidaya peternak rakyat secara kasar. Mungkin mereka akan bisa mengimpor saja daging ayam beku yang berharga lebih kompetitif dari Negara manapun. Karena, melakukan budidaya unggas di Indonesia, harga pokoknya bisa lebih mahal dari budidaya di luar negeri, mengingat banyaknya biaya pungutan liar dan hambatan biaya ekonomi lainnya yang sangat fluktuatif dan masih berlangsung tanpa ada upaya yang sungguh-sungguh untuk memperbaikinya. Hanya dengan hambatan kenaikan nilai tular rupiah saja, akan mempengaruhi beban tambahan dalam usaha peternakan unggas, mengingat banyaknya komponen impor didalam harga pokok peternakan unggas.

Ekspose besar-besaran tentang ayam berformalin di pasar tradisional, adalah merupakan upaya terencana untuk memperburuk citra kualitas ayam segar baru dipotong di pasar tradisional (disebutkan pesaing peternak rakyat dengan daging ayam tidak sehat konsumsi) untuk menggantikannya dengan percepatan budaya suka memakan daging ayam beku dalam masyarakat (disebut perusahaan terintegrasi dengan daging ayam sangat sehat konsumsi). Termasuk juga dengan rekayasa demo yang dilakukan oleh para pedagang ayam dipasar tradisional, adalah untuk mencitrakan ketidak pastian pasar dari pasar tradisional sehingga masyarakat konsumen terbiasa beralih kepada pasar modern yaitu super maket yang selalu memasarkan daging ayam beku sehat. Terlihat para pedagang ayam dipermainkan oleh para perusahaan besar integrator PMA selama ini dan para pedagang tidak sadar bahwa mereka sedang dibusukkan dan dirusak citranya. Oleh karena itu, sering kita saksikan banyaknya demo mogok berjualan daging unggas atau daging sapi dipasar tradisional yang dibayar oleh pihak tertentu yang memiliki persediaan daging beku.  

Mengenal daging ayam sehat layak konsumsi non formalin di pasar tradisonal adalah : 1) Daging ayam lebih lembut jika ditekan dan masih berbau amis daging ayam jika dicium. 2) Daging ayam suka dikerubuti oleh lalat. 3) Kulit ayam lebih berwarna kemerahan dan tidak berwarna putih memucat. 4) Masyarakat harus cermat melakukan pengamatan secara fisik daging ayam yang akan dibeli ditekan, dicium, diteliti. Hanya RPA dan pedagang daging ayam yang tidak memiliki freezer dan memasarkan dalam partai besar yang cenderung memakai bahan cuci daging ayam berformalin. Para pedagang ini selalu mencelupkannya kedalam cairan berformalin kadar tertentu agar daging ayam tahan lama tidak cepat membusuk sampai disore hari. Ayam yang dipotong pada dini hari, biasanya baru habis terjual pada menjelang hari berikutnya makanya diperlukan formalin (bukan pengawet makanan-dilarang). Pemerintah daerah seharusnya membuat Perda Pedagang Daging yang mempersyaratkan setiap pedagang ayam harus memiliki freezer dalam kapasitas tertentu, atau mempersyatkan boleh menggunakan bahan pengawet yang khusus untuk makanan. Jika para pedagang tidak memakai alat freezer dan masih memakai formalin sebagai bahan pengawet maka pedagang atau pemilik RPA didenda sekian Milyar rupiah disesuaikan dengan kapasitas produksi mereka perhari. Penulis berharap kepada semua pedagang daging ayam dimanapun berada, wajib memperhatikan kualitas layak makan atau kualitas layak konsumsi atas semua barang dagangannya dan kesehatan masyarakat wajib kita jaga secara bersama-sama.(Ashwin Pulungan)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline