Sosok Tjahjo Kumolo sang Menteri Dalam Negeri mengelindingkan usulan pemikiran pada 9 Maret 2015 yang lalu, sebagai wacana untuk membiayai setiap Parpol yang akan dibebankan lewat APBN (uangnya berasal dari seluruh rakyat Indonesia). Wacana seperti ini, tidak hanya Tjahjo saja yang menyampaikannya, beberapa petinggi partai lainpun pernah mencoba menghembuskannya sebelumnya. Artinya memang, wacana subsidi dana triliunan ini menjadi minat dan kehendak yang kuat dari beberapa partai. Setelah Tjahyo Kumolo menjadi Mendagri, wacana ini kembali dicoba untuk digelindingkan. Kita semua sepakat bahwa penggelindingan wacana subsidi Rp.1T ini, menunjukkan tidak adanya perasaan senasib dan sependeritaan dari Mendagri dan para petinggi Parpol bersama seluruh rakyat. Yang ada adalah, Mendagri dan Parpol hanya memikirkan bagaimana untuk kepentingan kelompoknya saja. Padahal Mendagri dan Parpol dihadirkan oleh UU adalah untuk mengurus dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia dan Kementerian serta Parpol adalah lembaga organisasi pengabdian kepada bangsa dan negara. Adanya pernyataan yang mengatakan Rp.1T untuk setiap Parpol adalah sangat kecil dibandingkan jumlah APBN, adalah orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Bagi rakyat Rp.1T adalah sangat besar, apalagi untuk setiap Parpol yang ada. Sah saja wacana seperti diatas digelindingkan oleh seorang warga Negara, apalagi dari seorang yang sedang menjabat Menteri. Sangat disayangkan, penggelindingan wacana itu tidak tepat momen, mengingat kondisi mayoritas rakyat yang sedang dibebani oleh berbagai permasalahan biaya hidup yang tinggi serta kemampuan penerimaan devisa oleh Negara yang kecil dan prestasi produktifitas nasional yang rendah. Pada sisi lain, daya beli mayoritas rakyat terjadi pelemahan sebagai dampak dari banyaknya industri kecil dan menengah yang bangkrut karena tidak stabilnya dan semakin mahalnya harga pokok produksi serta kondisi daya saing yang lemah terhadap produk yang sama dari luar negeri. Tabungan Nasional yang kecil, tidak akan kondusif jika dibebani dengan berbagai pembiayaan-pembiayaan yang tidak produktif seperti subsidi setiap parpol.
Dalam kondisi kualifikasi Parpol yang rendah dan lemah kinerja, tidaklah pantas bangsa ini membiayai Parpol seperti sekarang ini. Perhatikan saja para personil petinggi Partai, bagaimana akhlak dan pola pikir mereka. Malah undang-undang yang dihasilkan oleh para anggota DPR-RI berkualitas sangat rendah serta sangat memihak kepada kepentingan tertentu, makanya banyak UU yang di gugat dan direvisi di Mahkamah Konstitusi (MK) hanya dalam waktu 3 tahun sampai dengan 4 tahun saja. Ini mengindikasikan kepada kita semua bahwa kualitas para anggota DPR-RI yang asalnya dari figur terbaik Partai masih saja berkualitas buruk dalam membuat UU. Bisa anda bayangkan berapa besar energi yang terkuras serta kerugian financial lainnya atas buruknya kalimat dalam pasal-pasal dari sebuah UU yang disyahkan serta berapa kerugian sosial yang berdampak kepada seluruh rakyat. Lucunya, subsidi untuk kepentingan rakyat dicabut dan diperkecil (BBM, Gas, Listrik, Air Bersih, Transportasi, beras), sementara mereka para Parpol mengusulkan lewat Tjahjo tanpa malu untuk disubsidi dari uang rakyat (APBN). Ini adalah wujud Parpol dan Wakil Rakyat yang sangat busuk bagi Indonesia. Sampai saat ini, belum ada partai yang dimanajemen secara baik dan benar di Indonesia. Para kadernya selalu bermasalah dalam setiap acara pemilihan Ketua Umum dalam setiap acara Kongres sebuah Partai.
Terjadinya berbagai kelompok kubu dan versi yang akhirnya menjadi organisasi partai yang saling berpecah belah. Partai model seperti inikah yang harus dibiayai dari uang rakyat sebesar Rp.1 T untuk setiap partai ? Tentu saja tidak ! Uang rakyat melalui APBN harus dialamatkan serta diperuntukkan semata kepada sesuatu yang produktif bagi kesejahteraan seluruh rakyat dan ini adalah perioritas utama.
Kita tidak akan bisa setuju jika uang rakyat diperuntukkan kepada hal-hal yang bersifat sia-sia kedepan. Alasan penggelindingan subsidi Parpol, kata beberapa pihak adalah untuk menjaga kemandirian Parpol dalam hal perekrutan calon pimpinan serta bisa mencegah adanya trend korupsi Parpol selanjutnya untuk mengoptimalkan tugas dan fungsi legislasi serta pengawasan dalam parlemen. Memperhatikan tujuan ini, sebenarnya sejak dari dahulu semua warga telah mengetahui bahwa untuk menjadi anggota DPR-RI atau pengurus Partai, adalah sebagai tugas "Pengabdian dan Pengorbanan kepada bangsa dan Negara" bukan sebagai tugas untuk mencari pendapatan dan penghasilan pribadi serta kelompok. Kita perhatikan selama ini, ternyata mayoritas para anggota DPR-RI yang notabene berasal dari Partai, mereka hanya mengandalkan jabatan wakil rakyat untuk mencari penghasilan dan pendapatan. Malah pengabdian dan pengorbanan kepada seluruh rakyat tidak terlihat dan tidak menjadi kenyataan atau tidak menjadi tujuan utama. Inilah sosok sdm parpol yang kualitasnya sangat rendah yang selalu disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Para oknum Parpol selalu pamer manipulasi dan korupsi uang rakyat merambah sampai diseluruh daerah. Setiap kelompok massa yang berani memproklamirkan sebuah Partai, adalah kelompok yang sudah mandiri dan mampu mengelola organisasi Partai secara mandiri tanpa adanya bantuan dari manapun selain dari para anggota Partai itu, karena Partai adalah merupakan organisasi pengabdian kepada Bangsa dan Negara yang tujuannya untuk mengurus kemandirian dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Kenyataannya, sampai saat ini yang kita saksikan, Partai yang ada di Indonesia merupakan Partai abal-abal dan berani-beranian (Partai miskin dalam arti luas) untuk mendirikan sebuah Partai. Buktinya mayoritas Partai yang ada di Indonesia masih membutuhkan "uang rakyat" untuk membiayai Partai mereka dan malah menyetujui pengelindingan (pura-pura menolak) wacana busuk subsidi Rp.1T untuk setiap partai.
Sebenarnya, untuk meningkatkan kinerja Parpol kedepan, perlu adanya pembatasan jumlah Parpol berdasarkan UU agar Parpol hanya maksimal 3 Parpol atau sebaiknya hanya ada 2 Parpol saja di Indonesia. Hal ini penting, agar pelaksanaan dan pembiayaan Pemilu Indonesia menjadi lebih hemat dan lebih mudah. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H