Lihat ke Halaman Asli

Ashwin Pulungan

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Indonesia Sudah Terjual

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13538993091137111829

Dalam konspirasi penjajahan modern, suatu wilayah Negara tertentu tidak perlu lagi ada penyerangan memakai bala tentara untuk menyerang dan menguasai wilayah hukum negara tertentu untuk dikuasai secara paksa. Cara seperti ini adalah cara kuno karena pada saat itu belum ada kemampuan ekonomi suatu negara penjajah untuk bisa menguasai negara tertentu dengan kemampuan memanfaatkan UU pada negara tujuan penguasaan, serta kecepatan transportasi distribusi yang juga sangat lamban. Pada penjajahan modern seperti saat ini, suatu negara penjajah tidak perlu menguasai wilayah negara terjajah, cukup dengan membuat konspirasi dominasi kesepakatan regulasi ekonomi Internasional yang bisa berdampak kepada penyesuaian UU pada negara-negara lain yang memiliki SDA dan SDM berlimpah kepada kesepakatan regulasi Internasional tersebut. Apabila negara-negara target jajahan tidak melaksanakan regulasi Internasional tersebut, maka hukumannya adalah embargo serta pengucilan ekonomi Internasional terhadap negara itu.

Bagaimana dengan Indonesia ? Banyak para pakar, pengamat apalagi oknum Birokrasi Pemerintah bahkan para oknum di DPR-RI mengatakan bahwa UU di Indonesia harus segera melakukan penyesuaian dengan regulasi Internasional WTO, APEC, AFTA kalau Indonesia mau diakui oleh Internasional. Hasilnya adalah banyak UU di Indonesia yang sudah syah berlaku, isinya memihak kepada kepentingan asing. Padahal WTO, APEC, AFTA adalah sebuah konspirasi Negara Maju untuk menguasai negara-negara kaya SDA dan SDM untuk menjajah ekonomi negara-negara tersebut mengatas-namakan kesepakatan Internasional. Konspirasinya adalah didalam kesepakatan "The Bretton Woods" yang merupakan agenda untuk kepentingan perusahaan transnasional (TNCs/Trans-Nasional Corporations) untuk menjajah dunia dan merupakan dalang Globalisasi. Disamping itu diciptakan lagi  dalang neoliberalisme yaitu "Multilateral Development Banks" (The Wold Bank dan Internasional Monetery Fund) yang terdiri dari organisasi global yang beranggotakan negara kaya dan maju dan bertugas memberi hutang kepada negara miskin untuk membuat ketergantungan ekonomi.

Transaksi keuangan terbesar di Indonesia dan bahkan dunia adalah transaksi energi, lalu pendapatan terbesar kita selalu berasal dari energi dan sekarang menjadi pengeluaran terbesar Indonesia adalah belanja energi, karena Indonesia sudah sebagai negara pengimpor BBM. Transaksi selanjutnya adalah komoditas penting ekonomi Indonesia lainnya.

[caption id="attachment_218288" align="aligncenter" width="530" caption="Sudah ada dimana Kedaulatan Indonesia ?"][/caption]

Energi Indonesia yaitu Migas, pengelolaan ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di Indonesia sudah dikuasai asing sebesar lebih 74% sejak tahun 1970 hingga kini.

Data dari Kementerian ESDM menunjukkan, pada tahun 2011 dari total produksi gas di Indonesia yang mencapai 3,26 TCF, produsen utamanya dipegang oleh Total (27%), Conoco (17%), Pertamina dan mitranya (13%) dan Britis Petrolium (12%). Dengan kata lain, 87 % gas nasional dikelola oleh pihak swasta asing. Itupun belum memperhitungkan blok yang dikelola oleh Pertamina yang menggandeng pihak swasta asing.

PERTAMINA sebagai BUMN saat ini diminta oleh pemerintah untuk ekspansi ke luar negeri dalam rangka mencari sumber minyak dan gas. Sementara Minyak dan Gas yang melimpah dinegeri ini di serahkan kepada perusahaan asing ! Alasan Pemerintah melalui Pertamina adalah Perusahaan milik negara ini belum ada kemampuan financial serta teknologi (alasan dari kebodohan yang amat sangat).

Hingga saat ini, 40 perusahaan asing sudah memegang izin prinsip pendirian stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Masing-masing perusahaan memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU. "Itu artinya, sejumlah 800.000 SPBU milik asing akan menguasai Indonesia. Bayangkan, nantinya seluruh kebutuhan minyak harus dibeli dari perusahaan asing dan asing akan menguasai seluruh produksi Indonesia dari hulu ke hilir.

Info dari Kementerian ESDM,  Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam dilakukan oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) pada 31 Maret 1967 dan berlaku  selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997 dan  diperpanjang selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 31 Maret 2017. Sebelum kontrak selesai , Total dan Inpex, telah berupaya untuk memperpanjang kontrak lagi (Penjajahan baru Indonesia yang diresmikan oleh Pemerintah sendiri).

Sektor Pertanian Indonesia, peran Negara Indonesia untuk melindungi sektor pertanian telah hilang. Kita bisa melihat, Negara justru mensponsori kebijakan impor pangan. Sebetulnya, kebijakan impor pangan ini bukan semata karena kurangnya stok pangan di dalam negeri, melainkan karena pemerintah Indonesia tunduk pada ketentuan WTO terkait liberalisasi pertanian melalui skema "Agreement on Agriculture (AoA). Impor pangan ini memukul produksi petani. Banyak petani menganggap kegiatan bertani tak lagi ekonomis (pupuk harganya dimahalkan karena gas diekspor, harga bibit mahal tidak dikontrol oleh Pemerintah).

Sudah begitu, proses distribusi pangan Indonesia dikuasai pula oleh perusahaan asing : Syngenta, Monsanto, Dupont, dan Bayer menguasai pengadaan bibit dan agrokimia. Cargill, Bunge, Louis Dreyfus, dan ADM menguasai sektor pangan serat, perdagangan, dan pengolahan bahan mentah.  Sedangkan Nestle, Kraft Food, Unilever, dan Pepsi Co menguasai bidang pengolahan pangan dan minuman. Ini juga termasuk dalam impor pangan. Impor kedelai, misalnya, dikuasai oleh PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama (GCU). Sedangkan Sedangkan Carrefour, Wal Mart, Metro, dan Tesco menjadi penguasa pasar ritel pangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline