Oleh : Ashwin Pulungan
Kita semua sebagai orang tua, akan sangat jengkel serta marah bila melihat dan mendengar adanya pelajar melakukan tawuran. Bagaimana kita tidak marah, pelajar yang dididik disekolah pulang sekolah berkelahi keroyokan layaknya seperti manusia sampah yang seolah tidak memiliki pendidikan akhlak sama sekali. Tawuran pelajar selalu terjadi antara dua sekolah yang setara jenjang serta dipicu atas dasar solidaritas sesama teman yang membawa-bawa nama sekolah. Biasanya waktu tawuran selalu terjadi disaat berakhirnya jam sekolah ketika para pelajar akan pulang. Para gerombolan tawuran antar dua sekolah biasanya berulang terjadi setelah adanya historis adanya rekam jejak tawuran sebelumnya pada masa lalu. Hal ini selalu diungkit-ungkit oleh para senior pelajar kepada para juniornya ketika mereka bersendagurau disaat ada acara tertentu. Pengungkitan sejarah tawuran inilah yang memicu dan memotivasi para junior untuk membuat stigma negatif terhadap sekolah lawan mereka. Selanjutnya dalam keseharian perjalanan pendidikan didua sekolah itu, berdampak antara sesama pelajar sudah membuat jarak dan benih kecurigaan serta kebencian mulai tersemai subur dalam diri masing-masing pelajar dikedua sekolah tersebut. Benih-benih kecurigaan dan kebencian inilah yang memotivasi para pelajar untuk memperbesar kebencian kepada sekolah lawan sehingga sekecil apapun penghinaan dan ejekan yang terjadi akan berakibat fatal terjadinya tawuran antar kedua kelompok murid sekolah. Tawuran yang dilakukan sangat mengganggu ketentraman umum serta lalulintas umum karena arena tawuran selalu terjadi dijalan raya yang juga menyebabkan banyaknya kendaraan terkena lemparan batu serta sabetan celurit. Kalau sudah demikian, tidak ada yang bisa dimintai pertanggungan jawabnya.
Jangan Percaya Issu Perkelahian Antar Sesama Pelajar Pada dua Sekolah.
Pada setiap sekolah selalu ada murid yang sangat nakal dan biasanya murid seperti ini banyak diketahui oleh para teman sekolahnya. Biasanya kelompok pelajar nakal antar dua sekolah selalu saling bersaing gara-gara wanita atau bersaing karena menang pamer memiliki materi atau saling ejek karena memiliki prestasi sekolah inilah yang memicu perkelahian awal antar sekolah yang dimulai dari dua kelompok pelajar nakal, lalu besoknya berkembang dan dikembangkan issu solidaritas sekolah agar saling membela dikembangkan issu bahwa sekolah kita dihina dan diejek oleh sekolah lain dan penghinaan itu sampai kepada pemukulan dan penyiksaan. Padahal kelompok pelajar nakal ini (Prestasi ranking rendah) memang salah dan mereka kalah berkelahi sehingga meminta massa pelajar lainnya dengan menggunakan issue "sekolah kita dihina". Bagi pelajar yang tidak waspada dan tidak berwawasan, akan terpancing dengan rasa solidaritas sekolah sehingga pada saat pulang sekolah, dimulailah melakukan perencanaan spontan untuk pemukulan dan tawuran kepada pelajar sekolah yang dituduh tadi dengan membawa benda keras apa saja sebagai pelengkap perang batu antar pelajar. Setelah reda pembalasan ini dan yang menyerang merasa puas dan terbalas, maka hari-hari berikutnya akan terjadi susana tegang yang tidak kondusif lagi menuju sekolah. Pada posisi psikologis seperti ini, para pelajar dikedua sekolah mulai membawa alat perang yang lebih keras dan tajam sejak dari rumah. Biasanya alat-alat perang tawuran ini disimpan di :
- Tukang rokok dan tukang jamu atau warung-warung, kios-kios disekitar sekolah yang disimpankan pada pagi hari sebelum masuk sekolah. Bahkan ada yang disimpankan didalam rumah penjaga sekolah atau kantin sekolah,
- Disimpan pada gorong-gorong jembatan dekat sekolah atau disemak-semak sekitar sekolah,
- Disimpan pada gudang/ruang kosong yang terbengkalai disekolah yang luput dari perhatian guru pengawas,
- Disimpan pada plafon kamar kecil-wc sekolah yang eternitnya dijebol, lalu didalamnya dimasukkan aneka senjata tajam,
- Ditempatkan pada sisi kosong speda motor, dibawah jok motor,
- Ada pelajar membawa mobil kapsul seperti karoseri kijang, bangku belakang dan depan kiri sudah dicopot yang didalamnya telah disediakan penuh berbagai aneka senjata tajam, tombak dan bambu, lalu diparkirkan didekat sekolah. Nantinya disaat akan keluar sekolah masing-masing mengambil senjatanya dari dalam mobil tersebut.
Untuk pengawas keamanan sekolah, pemeriksaan seharus sedetail dari butir 1. s/d 6. diatas. Jangan hanya percaya pembenaran para pelajar tidak membawa senjata tajam kesekolah. Sebaiknya sekitar sekolah discanning rapat dari segala kemungkinan penyimpanan gelap senjata tajam dari para pelajar.
Pada kondisi seperti periode ketegangan ini, para kelompok yang akan ikut tawuran membuat konsentrasi belajar menjadi buyar karena adanya ancaman kemungkinan berlangsungnya tawuran balasan dari sekolah lain. Pada saat seperti ini, identitas masing-masing sekolah akan menjadi indikator penyerangan. Bagi pelajar yang tidak mengetahui adanya kemungkinan tawuran, merekalah yang paling memiliki resiko tinggi untuk dihabisi oleh kelompok pelajar lainnya. Setiap hari para pelajar ini selalu melakukan persiapan rutin perang tawuran ini. Yaitu setiap pulang sekolah, masing-masing pelajar mengambil senjatanya sendiri-sendiri ditempat penyimpanan tersembunyi tersebut. Dampak semua ini adalah prestasi sekolah akan menurun drastis karena selalu dalam suasana tekanan psikologis ancaman perkelahian tawuran setiap harinya.
Dampak Ketidak Pastian Masa Depan Bagi Pelajar Adalah Dominan.
Ketidak pastian kehidupan masa depan bagi masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah yang jumlahnya mayoritas dari seluruh penduduk Indonesia, sangat berdampak luas bagi para pelajar kita terutama sejak dari kelas IX hingga kelas XII. Kondisi ekonomi morat-marit yang diderita banyak masyarakat Indonesia para orang tua pelajar merupakan biang kemelud persoalan tawuran pelajar. Keadaan ekonomi yang susah mengakibatkan terjadinya beraneka percekcokan persoalan rumah tangga, ditambah dengan permasalahan pembiayaan pendidikan lanjutan yang sangat mahal dan tidak pasti bagi kebanyakan kelompok kalangan keluarga berdampak kepada terganggunya stabilitas psikologis umumnya para pelajar di Indonesia. Sementara usaha perbaikan peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat sangat diabaikan oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah) bahkan cenderung semakin parah kondisinya. Dilain pihak, seluruh rakyat menyaksikan para pejabat Pemerintah dan wakil rakyat umumnya menjadi penjahat korupsi terhadap uang negara melalui APBN maupun APBD yang terpamerkan setiap saat pada berita dimedia massa. Upaya hukum yang berjalan oleh aparat penegak hukum dijalankan secara serampangan dan bahkan para penegak hukum ini turut juga bermain manipulasi hukum yang semuanya bermuara kepada UANG-DUIT-FULUS (Wani-piro) semua bisa diatur. Ketidak pastian ekonomi, ketidak pastian lanjutan pendidikan, ketidak pastian hukum semua ini membuat beban psikologis bagi semua penduduk Indonesia.
Ditambah lagi dengan Film DVD yang mudah didapat serta game playstation, game computer yang berisi segala hal tentang kekerasan selalu bisa disaksikan oleh para pelajar dengan mudah. Ini seharusnya bagian terpenting pekerjaan Pemerintah untuk bisa mengurangi dampak negatifnya terhadap seluruh para pelajar. Lalu orang tua mendidiknya dirumah dengan baik yaitu dengan budi-pekerti yang bisa juga didapat oleh para pelajar dari mata pelajaran agama. Hasil penelitian di Jawa Barat, tingginya tingkat perceraian pasutri adalah disebabkan permasalahan ekonomi rumah tangga dimana peluang berusaha dan peluang pekerjaan bagi banyak keluarga sangat sempit selama ini.
Kemudian para pejabat Kepala Sekolah serta manajemen sekolah yang selalu membebani dengan biaya-biaya irrasional ditambah lagi dengan buku-buku tidak bermutu seperti LKS dan buku-buku pelajaran yang harus dibeli dengan harga sangat mahal berkesan pemaksaan padahal sudah dilarang oleh Pemerintah cq. Menteri Pendidikan, membuat para pelajar dan orang tua tidak berdaya dan terpaksa untuk membeli. Pengaduan yang disampaikan kepada Dinas Pendidikan setempat tidak pernah direalisasikan dan nyata diketahui para pelajar bahwa ada kerjasama berkonspirasi antara manajemen sekolah dengan para petinggi Dinas Pendidikan setempat. Pemerintahan yang berbudaya Koruptif serta berbudaya maling, sangat kuat mempengaruhi psikologis para pelajar kita saat ini di Indonesia.