Lihat ke Halaman Asli

Ashwin Pulungan

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Pileg 2014, adalah 90% Incumbent Busuk

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita semua mengerti dan paham,bahwa bila yang kita pilih adalah barang atau orang yang tidak kita ketahui, maka disebut bagaikan "memilih kucing dalam karung". Dalam pemilihan umum Pileg 2014 dari ±560 anggota DPR RI yang akan kita pilih adalah ±90% anggota caleg DPR lama (incumbent) dan hanya ±10% anggota caleg baru begitu juga dalam angka yang tidak terlalu jauh pada caleg DPRD, maka kita sebut dengan bagaikan "memilih kucing garong dalam karung".  Mengapa kucing garong ? karena para legislator lama sudah sangat diketahui dan dikenal oleh seluruh rakyat, bagaimana buruknya kinerja mereka (6D=Datang, Daftar, Duduk, Duit, Damai, Dengkur). Bahkan satu bulan menjelang bulan Maret 2014 (non reses) para anggota DPR-RI mayoritas tidak masuk alias membolos secara tidak jelas dalam beberapa rapat paripurna dan rapat komisi. Malah banyak dari mereka yang mencatut, manipulasi daftar kehadiran.

Semua partai di Indonesia umumnya tidak memiliki kinerja yang baik serta bercitra sangat jelek dalam setiap opini seluruh masyarakat kecuali opini dari orang partai itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena setiap partai di Indonesia umumnya digunakan sebagai kendaraan cari makan atau cari dana untuk membiayai partainya. Para kader partai yang terpilih dalam berbagai peluang, hanya mengandalkan kolaborasi manipulatif dengan partai berkuasa dengan cara berkoalisi memasukkan kader partai menjadi Menteri tertentu lalu para menteri inilah yang menjadi ATM-nya para partai. Makanya hampir setiap menteri dari kader partai (kualifikasi SDM dan politik matang karbit) selalu bermasalah serta selalu terlibat korupsi, kolusi APBN dan ini nyata kita saksikan dalam setiap pembongkaran kasus manipulasi korupsi di KPK.

Mengapa kita katakan bahwa partaiyang ada di Indonesia bercitra sangat buruk dan jelek ? karena lembaga partai tidak bisa digunakan oleh seluruh rakyat untuk bisa sebagai fungsi penyaluran aspirasi rakyat. Jaringan partai yang ada di DPC, DPD, DPW bahkan DPP selama ini hanya sebagai sekretariat papan nama dan baru nampak ada aktifitas disaat menjelang Pemilu dan disaat ulang tahun Partai saja. Penulis bersama kelompok pernah mencoba untuk menyampaikan aspirasi dan permasalahan rakyat melalui DPD selajutnya DPP, malah oleh beberapa petugas sekretariat DPD dan DPP dikatakan harus disampaikan saja secara langsung kepada Fraksi Partai di DPR-RI, lucunya setelah kami ke Fraksi Partai, malah dianjurkan kepada ke Komisi DPR-RI saja. Kalau demikian tidak berjalannya kinerja organisasi kepartaian, sebenarnya buat apa, adanya Partai bagi seluruh rakyat Indonesia.Penulis menilai, partai yang ada di Indonesia sangat identik tidak lebih tidak kurang dengan kepanitiaan saja dari sebuah organisasi yang hanya aktif disaat ada acara saja.

Perhatikan secara seksama para kader partaiyang berhasil terpilih dan menduduki jabatan wakil rakyat (sebenarnya wakil partai menunggangi nama rakyat) di DPR-RI, hampir semua kader mereka terlibat kasus super memalukan dalam manipulasi, kolusi, korupsi APBN dan didaerah manipulasi, kolusi APBD, tidak hanya manipulasi uang rakyat, akan tetapi kasus moralpun tidak kalah hebatnya yang menerpa hampir seluruh anggota partai di DPR RI. Kalau kualitas para wakil rakyat dari berbagai partai ini mayoritas senang bermanipulasi ria, maka hancurlah bangsa Indonesia kedepan, karena para anggota DPR-RI ini sebagai lembaga Legislatif disamping mengawasi lembaga eksekutif mereka diamanatkan dalam UU untuk membuat Undang-Undang (UU) dan juga bisa merevisi UUD 1945. Kalau seluruh anggota DPR mayoritas tidak memiliki moral nasionalisme, moral politik dan moral kebangsaan serta moral agama, kira-kira UU yang akan mereka hasilkan seperti apa isinya ?  Oleh karena itu sejak tahun 1999 sampai kini mayoritas UU yang dihasilkan oleh para anggota DPR-RI bermasalah dan berisi pasal-pasal yang berpihak kepada asing dan berpihak kepada kepentingan kelompok. Hal ini bisa terjadi, ternyata para anggota DPR-RI bisa juga mendapatkan uang haram cukup besar dari pihak yang berkepentingan agar kalimat-kalimat dalam pasal UU, isinya bisa berpihak kepada kepentingan kelompok sehingga aspek keadilan, kesetaraan serta aspek kepentingan bangsa dan Negara Indonesia beserta seluruh rakyat, diabaikan sama sekali.

Setiap calon anggota legislatif yang sudah terpilih, dalam pengembanan jabatannya selama 5 tahun kedepan selalu gagah mengatakan bahwa kami sebagai pelaksana pembuat UU dan pengawasan terhadap berjalannya Undang-Undang (UU) begitu juga Presiden dan wakil Presiden akan mengatakan kami sebagai pelaksana amanat rakyat yang telah tertuang syah kedalam UU. Selanjutnya para Menteri sebagai pembantu Presiden juga akan mengatakan "Kami hanya melaksanakan amanat rakyat dalam UU". Dalam hal ini se-olah-olah UU-nya sudah dibuat dan disyahkan secara adil seimbang dan selaras demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta telah selaras dengan aspirasi seluruh rakyat. Kenyataannya, UU yang dihasilkan dari RUU selama ini oleh DPR RI kita adalah UU yang penuh dengan muatan kepentingan sepihak terutama untuk kepentingan asing dan kelompok tertentu. Yang dihasilkan selama ini adalah UU yang menipu seluruh rakyat. Model UU yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak selaras dengan aspirasi seluruh rakyat seperti inikah yang dikatakan sebagai amanat dari rakyat ? Tentu tegas kita katakan "tidak !!!".

Penulis pernah membuat opini di Kompasiana ini dalam tulisan yang bermakna "Waspada Pemilu 2014", karena kita akan memilih para caleg dan Presiden-wakil Presiden yang akan melaksanakan UU yang sudah rusak tidak berdaya tahan kedaulatan Negara dan tidak untuk kepentingan kesejahteraan Nasional serta berbagai UU tersebut memihak kepada kepentingan kelompok serta kepentingan pihak asing. Kalau ini yang terjadi dan tidak disadari oleh semua pihak, maka Republik Indonesia hanya sebagai Negara-negara-an, negara boneka asing yang tidak lagi berdaulat nyata dalam arti sebenarnya Kedaulatan Rakyat seperti yang tertuang dalam visi-missi UUD 1945 yang asli. Perlu segera adanya perubahan pola pikir dan pola tindak dalam perpolitikan Nasional dengan cara segera melakukan revisi total keseluruhan produk perundang-undangan di Indonesia kearah yang lebih adil, seimbang, berlandaskan kepentingan bangsa dan Negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. (Ashwin Pulungan)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline