Ketika UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan masih dalam RUU, memang pembahasannya di berbagai Perguruan Tinggi (PT) terlihat seolah-olah cukup intensif sampai hampir mencapai 11 tahun lebih baru menjadi UU (1998-2009). Kelihatannya RUU itu seperti sudah sangat matang seolah-olah sudah melalui pembahasan yang melibatkan banyak pihak terkait. Ternyata selama itu, pembahasannya hanya sebagai formalitas saja dan draft RUU diperoleh dari rekayasa masukan dari perusahaan PMA, malah pembahasan RUU-nya diberbagai PT dan daerah, selalu mendapat seponsor dana pelaksanaan yang sangat loyal dari salah satu perusahaan PMA unggas terbesar. Biasanya, penyelenggara pembahasan/seminar/Lokakarya RUU adalah dari dari IPB, UGM dan UNIBRAW dan organisasi kemahasiswaan-kesarjanaan seperti ISMAPETI (Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia) dan PB-ISPI (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia). Lucunya, selama masa penggodogan RUU (UU No.18 Tahun 2009) yang paling bersemangat dan heroik untuk mengganti UU No.6/1967 (bukan merevisi) adalah pihak Pemerintah (Prof. Dr.Ir. Bungaran Saragih), petinggi PT dan petinggi ISPI, PDHI yang tergabung didalam Tim 11 (Tim penghancur/penggusur peternak rakyat) saat itu diantaranya adalah : Seorang Ketua ISPI Ir.Poerwanto (Karyawan obat PMA unggas), 3 orang anggota ISPI, 1 orang anggota PDHI, 3 orang Pemerintah, 3 orang dari Perguruan Tinggi Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, drh.Agus Lelana. Termasuk para anggota Komisi IV DPR-RI (2004-2009) yang katanya menggodog matang dalam pembahasan yang melelahkan. Mungkinkah Komisi IV DPR-RI (2004-2009) ketika itu yang diketuai oleh Ir. Suswono mau membahas RUU "Peternakan dan Kesehatan Hewan" seperti itu menjelang suasana Pemilu 2009 ??? Dimana para anggota DPR lagi lapar/butuh berat untuk dana Pemilu masing-masing ?
Oleh karenanya, mantan Menteri Pertanian Ir.Anton Apriantono (PKS) ketika itu dalam sambutannya mengatakan sebagai "jalan panjang proses lahirnya UU No.18 Tahun 2009" begitu juga para guru besar di Perguruan Tinggi (PT) IPB, mengakui RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan jalan panjang kata mereka ketika itu. Kenyataannya berjalan ditempat karena pembahasan yang hanya sekedar formalitas bahkan hasil pembahasan dari para peserta tidak merubah secara signifikan materi pasal-pasal dalam RUU secara berkeadilan. Ini adalah suatu bentuk kebohongan publik. Para pembohong yang berkedok pemimpin dan tokoh peternakan, ingin memperlihatkan betapa hebat dan dalam serta apiknya Pasal demi Pasal serta telah melalui kajian yang matang dan dalam serta akurat tentang permasalahan peternakan di Indonesia yang telah tertuang dalam RUU. Pada kenyataannya UU No.18/2009 ini adalah UU yang sangat amburadul isinya dan bahkan beberapa pasal yang saling bertentangan dan isinya sangat berpihak kepada investasi asing yang bisa dipastikan lebih membunuh kepada usaha peternakan rakyat.
Pernyataan yang mengatakan bahwa UU No.6 Tahun 1967 sudah tidak relevan lagi adalah pernyataan yang sangat tidak berwawasan ilmiah, karena UU No.6 Tahun 1967 pada saat berlakunya tidak sepenuhnya dapat dijalankan oleh Pemerintah. Justru UU No.18/2009 inilah yang sangat tidak relevan bahkan merupakan UU yang anti ekonomi kerakyatan serta mengutamakan investor besar asing dan tidak selaras dengan missi UUD 1945. Dikatakan oleh mantan Mentan RI Sdr. Ir.Anton Apriyantono bahwa UU No.18/2009 lebih lengkap dan luas. Ya tentu, Bagi investor asing PMA tentu lebih lengkap dan luas, akan tetapi bagi ekonomi kerakyatan sebaliknya. Negara ini adalah rakyat yang punya dan kedaulatan rakyat ada didalamnya, seharusnya ada segmentasi pasar dimana pasar Dalam Negeri diperuntukkan seluas-luasnya bagi hasil produksi peternakan rakyat dan perusahaan PMA bisa mengambil porsi bisnis SAPRONAK-nya dan ekspor untuk mendatangkan devisa Indonesia. Anehnya ada pernyataan Ir.Anton Apriantono ketika menjadi Mentan RI mengatakan hingga saat ini usaha peternakan rakyat masih mendominasi usaha peternakan nasional. ''Usaha peternakan rakyat jumlahnya mencapai lebih dari 95% dari jumlah keseluruhan peternak di Indonesia,'' katanya dalam Rapat Paripurna DPR dengan agenda pembicaraan tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Jakarta, Selasa (Harian Republika 13/5/09). Ini adalah penipuan/kebohongan publik yang sangat kasar dan sangat memalukan. Nyatanya saat itu PMA sudah menguasai ±80% dan PMDN ±15% serta Peternak rakyat mandiri-kemitraan hanya ±5% (sudah dalam kondisi terpuruk-lihat table dan selengkapnya lihat link dibawah).
Malah pengganti Ir.Anton Apriantono, Menteri Pertanian RI Ir.Suswono (PKS) mengatakan dengan gagahnya bahwa usaha perunggasan Nasional harus didukung dan diberikan kesempatan untuk terus tumbuh dan berkembang, jangan sampai industri perunggasan dalam negeri yang sudah dibangun sekian lama hancur karena Impor. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa besarnya keberpihakan sang menteri Pertanian kepada para perusahaan industri perunggasan PMDN dan PMA besar integrator yang telah lama menghancurkan ratusan ribu usaha UKM peternakan unggas rakyat di dalam negeri sehingga menimbulkan pengangguran baru dibidang perunggasan. Bahkan usaha pertanian jagungpun tidak kondusif karena patani jagung selalu dipermainkan dengan harga murah hasil panennya. Kulminasi penghancuran usaha rakyat ini, adalah digantinya UU No.6 Tahun 1967 menjadi UU No.18 Tahun 2009 (yaitu UU yang melegalkan kejahatan ekonomi unggas (Oligopoli, Monopoli, Kartel) menjadi UU). Sehingga peran utama penyediaan daging didalam negeri dominan berasal dari para perusahaan PMA dan bukan dari usaha budidaya rakyat (usaha peternakan rakyat menjadi mati akibatnya). Memang tujuan kedatangan PMA perunggasan/peternakan ke Indonesia adalah semata untuk memanfaatkan potensi pasar dalam negeri kita dan bukan untuk tujuan ekspor. Banyak para pakar peternakan saat itu termasuk para pejabat Pemerintah tidak sadar bahwa dia telah menggunakan keahliannya dan jabatannya untuk menghancurkan usaha rakyatnya sendiri turut serta bersama perusahaan PMA penjajah menggusur usaha budidaya peternakan rakyat. Peternakan rakyat sangat berjasa ketika INMAS dan BIMAS Unggas (pertama sosialisasi ayam ras) disaat pertama peluncuran ayam ras di Indonesia.
Diberbagai Negara maju yang memiliki lahan peternakan, peternakan hewan besar dan kecil mengutamakan keterlibatan peternakan rakyat dan diberi berbagai fasilitas kredit murah bahkan dengan bunga 0%, lahan diberikan hak pakai kepada peternakan rakyat tanpa sewa selama puluhan tahun dan diberikan subsidi investasi kandang. Harga pokok usaha yang stabil. Infrastruktur jalan kepedesaan dibangun serius dan mulus sehingga bisa berdampak terhadap percepatan perkembangan peternakan dipedesaan. Inilah yang diwujudkan dan nyata bisa disaksikan ketika kita berada pada negera-negara maju negara yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
Kita di Indonesia memiliki lahan yang sangat luas beserta kesuburan lahannya, kemudian banyaknya alumni PT peternakan diseluruh Indonesia, adanya Menteri Pertanian dengan tim Dirjennya serta dibantu dengan para Dinas Peternakan di berbagai Propinsi, Kabupaten, Kota, malah SDM Pemerintah dipeternakan saat ini banyak yang sudah pada level pendidikan S2 dan S3 mengapa peternakan di Indonesia amburadul serta tidak berkembang ? Malah yang berkembang tahun demi tahun di Indonesia adalah masalah dan permasalahan produktifitas yang sangat lemah serta benturan pemasaran didalam negeri antara usaha rakyat dengan para perusaaan PMA dari peternakan itu sendiri. Memang kita sudah lama salah urus dan motivasi para petinggi Negara baik Eksekutif dan Legislatif selama ini budaya kinerjanya hanya proyek yang bisa menjadi bancakan untuk manipulasi serta korupsi.
Pada hari ini, harga daging sapi sudah sangat mahal pada kisaran Rp. 100.000/kg, begitu juga harga daging ayam Rp. 30.000,-/kg dan telur Rp. 22.000,-/kg di konsumen apa yang terjadi jika masuk pada bulan Ramadhan mendatang. Artinya, keberadaan UU No.18 Tahun 2009 bersama keberadaan para perusahaan ter-Integrasi PMA, tidak mampu menghasilkan produk budidaya daging (sapi, ayam) yang berefisiensi tinggi yang terjangkau oleh seluruh rakyat banyak. Apa artinya perusahaan peternakan unggas terintegrasi kalau tidak bisa menghadirkan produk daging ayam dan telur yang efisien harganya serta terjangkau oleh masyarakat banyak, lebih baik para PMA perunggasan keluar saja dari Indonesia. Harga produksi unggas mahal di konsumen akan tetapi peternak rakyat usahanya mati. Selanjutnya para perusahaan PMA perunggasan selama ini bertujuan hanya memanfaatkan dalam mengeksploitasi potensi pasar serta konsumen dalam negeri Indonesia dengan hasil produksi secara oligopoli, monopoli, kartel dan dilegalisasi dengan UU No.18 Tahun 2009. (Ashwin Pulungan)
Tulisan terkait :