Menyedihkan serta memalukan melihat berbagai informasi visual, banyak masyarakat berkorban perasaan terpaksa tidur di lokasi SPBU diberbagai daerah hanya untuk menunggu dan berharap mendapatkan pasokan BBM Solar dan Premium bagi setiap kendaraannya. Alasan pemerintah mengatakan adanya kelangkaan BBM ini, bahwa jumlah permintaan sudah sangat besar tidak seimbang dengan persediaan yang ditugaskan kepada PT. Pertamina (Persero) berdasarkan kuota yang disetujui oleh Pemerintah. Akibatnya, pemerintah membatasi pasokan BBM bersubsidi pada setiap SPBU Pertamina. Selama ini, sumber BBM itu ada yang berasal dari kilang BBM kita didalam negeri dan sebagian besar BBM kita diimpor melalui perantara di Singapura yang dilakukan oleh perusahaan calo (Mafia BBM) bernama PT.Petral Inc. (anak perusahaan PT.Pertamina). Inilah gambaran sekilas ketidak mampuan manajemen energi Nasional selama ini, sehingga Indonesia bergantung lama dengan BBM asal fosil. Padahal, sumber energi alternatif lainnya dari dalam negeri sangat banyak seperti gas alam murah yang enggan dieksplorasi serius secara besar-besran oleh pemerintah. Ada apa sebenarnya ? Mungkinkah ada komisi besar yang didapat oleh beberapa kelompok mafia migas selama ini, sehingga Indonesia dipaksa hanya semata menggantungkan energinya terbesar kepada BBM tradisional asal fosil ?
Sulitnya BBM bersubsisi dan Gas rumah tangga yang bisa diperoleh masyarakat, membuat dampak terjadinya spekulasi berbagai harga kebutuhan sehari-hari termasuk harga sembako dan dirasakan nyata oleh banyak masyarakat pada berbagai daerah kenaikan harga kebutuhan hidup, kenaikan harga tranportasi terjadi pada berbagai daerah yang sewenang-wenang kenaikannya dilakukan oleh para pelaksana angkutan. Para produsen kebutuhan sehari-hari juga memanfaatkan berbagai peluang spekulasi kotor untuk sekehendak manajemen menaikkan harga berbagai produknya. Semua kenaikan yang terjadi sebagai dampak pembatasan BBM oleh pemerintah, juga tidak dapat diawasi oleh pemerintah karena pemerintah sendiri baik pusat dan daerah (termasuk DPR & DPRD) sudah sejak lama tidak memiliki wibawa. Para eksekutif dan legislatif hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya menguras keuangan Negara dengan cara manipulatif terstruktur, sistemik dan massif. Terbukti mayoritas Legislatif dan Eksekutif kita berbudaya senang korupsi-ria tanpa malu sebenarnya mereka adalah sama dengan laku para maling. Akibat dari semua ini, akan semakin banyak permasalahan sosial, kriminalitas yang meningkat dalam kehidupan masyarakat kita.
Manajemen daerah yang dikomandoi oleh para Bupati dan Walikota serta Gubernur, selama ini tidak mampu menerapkan manajemen tata kota untuk membenahi tranportasi publik yang baik sehingga semua titik antar perkotaan terhubungi dengan biaya yang sangat terjangkau. Sehingga konsumsi masyarakat terhadap kendaraan pribadi tidak membesar yang berdampak kepada konsumsi BBM Nasional. Seperti selama ini, para Bupati, Walikota dan Gubernur kita sebagai kacungnya para kapitalis, karena kinerja mereka sebagai bagian nyata secara tidak disadari sebagai bagian marketing dari para perusahaan kendaraan bermotor. Cara kerja para Bupati, Walikota dan Gubernur selama ini, hanya mengerjakan rutin pola kinerja lama yang sangat kuno yaitu hanya pemeliharaan dan reahabilitasi fasilitas infrastruktur yang sudah ada serta administrasi perizinan dan surat menyurat akte hukum yang sangat sederhana dan mudah. Inilah perkutatan keseharian para Bupati, Walikota dan Gubernur kita selama ini disamping berbagai rutinitas rapat-rapat konyol lainnya. Kita selama ini tidak pernah mendengar adanya gagasan nyata dan konsisten dari para kepala daerah untuk bisa membuat sumber energi alternatitif dari bahan hijau seperti ethanol dan lain sebagainya disamping perencanaan matang tentang tranportasi umum yang murah.
Pemerintah selama ini, mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan pemasaran kendaraan pribadi yang sangat besar dikonsumsi oleh masyarakat sebagai dampak ketidak percayaan masyarakat terhadap pembenahan transportasi umum oleh pemerintah. Tentu dari data ini, bisa diukur berapa besar nantinya dampak pertambahan konsumsi BBM yang akan terjadi. Harusnya dari data ini, pemerintah sudah bisa mengantisipasi persediaan BBM pada periode tertentu serta apa dampak positif dan negatifnya terhadap keuangan Negara dan bagaimana solusinya. Karena kinerja ini tidak bisa dilakukan oleh Pemerintah, inilah yang kita sebut dengan "Salah Urus Negara". Kemana para Tim ahli Indonesia di Kementerian serta BAPPENAS ?
Terjadinya kelangkaan BBM bersubsidi ini, adalah bentuk tekanan asing untuk memutus mata rantai subsidi BBM selama ini, sehingga harga BBM didalam negeri sama dengan harga Internasional sehingga SPBU para perusahaan asing yang sudah ada, bisa memasarkan produksi BBM mereka masing-masing kepada konsumen Indonesia. Yang terjadi nantinya adalah banyak perusahaan SPBU Pertamina yang kalah bersaing dengan SPBU asing dan akan banyak SPBU Pertamina yang diambil alih oleh para perusahaan minyak kapitalis asing di era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean 2015 dan Pasar bebas 2020).
Kedepan kita berharap tidak dipimpin lagi oleh Presiden dan para Bupati, Walikota dan Gubernur yang hanya berkutat berjalan ditempat dalam kebiasaan rutin kinerja seperti yang lalu tanpa bisa melakukan perubahan mendasar untuk perbaikan kesejahteraan seluruh rakyat. Kita hindari untuk mendukung perkataan seorang Presiden yang mengatakan jika keuangan Negara tidak ada, maka kita serahkan saja kepada swasta untuk melaksanakannya dan ini sama saja dengan Negara diserahkan kepada para Kapitalis yang suka memeras dan mengeksploitasi konsumen (rakyat). Kita sangat berharap adanya Pemerintahan yang tidak salah mengurus Negara sehingga para penjahat Negara tidak mendapatkan peluang. Bisakah terwujud ? (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H