Dalam harapan yang sangat besar dari sebagian masyarakat kepada kepemimpinan Jokowi-Jk, pidato kenegaraan pertama Jokowi tidak memperlihatkan citra pengisian harapan yang besar itu. Memang termasuk pidato singkat dan paling pendek serta diluar harapan banyak para hadirin termasuk para wakil Negara asing dan masyarakat saat itu. Pidato kenegaraan pada tampilan Jokowi yang pertama sebagai Kepala Negara pada 20 Oktober 2014, tidak membuat kesan dan harapan pasti kepada seluruh rakyat tentang apa yang paling krusial sedang dihadapi bangsa dan Negara saat ini. Pidato Jokowi sangat datar penyampaiannya serta sangat normatif bersahaja isinya seharusnya pada momen besar seperti itu dimanfaatkan sungguh sungguh dalam pidato yang menggerakkan dan memotifasi. Salah satu penggalan isi pidato normatif Jokowi adalah seperti :
"Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok Tanah Air, merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya juga mengajak seluruh lembaga negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Saya yakin, negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh Konstitusi."
Pelayanan pemerintah memang selama ini sangat kurang karena lemahnya manajemen pemerintahan daerah dan lemahnya manajemen pemerintahan disebabkan karena masih adanya mental korupsi dan mental manipulatif yang sangat tinggi dalam tubuh manajemen pemeritahan daerah. Tidak ada gunanya ajakan Jokowi untuk bekerja dengan semangat bekerja memanggul mandat dalam konstitusi, jika mental korupsi dan mental manipulatif masih berkobar kuat didalam pola tindak para pelaksana pemerintahan daerah.
[caption id="attachment_348807" align="aligncenter" width="540" caption="Momentum terpenting Pidato Kenegaraan Jokowi pertama belum dimanfaatkan secara maksimal. Foto dari (okezone.photo)"][/caption]
Selajutnya normatifnya pidato Jokowi seperti :
"Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, Polri, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong rotong. Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja, dan bekerja."
Bagaimana nelayan diajak bekerja keras kalau BBM untuk melaut tidak ada dan harganya sangat mahal, harga ikan dipermainkan mafia tengkulak, bagaimana buruh mau bekerja keras kalau upahnya sangat minim, biaya hidup sangat mahal, lalu dihantam lagi dengan kemungkinan kenaikan BBM dan gas serta kenaikan biaya tranportasi, bagaimana petani bisa diajak bekerja keras kalau harga pupuk mahal dan selalu persediaan pupuk kosong, bagaimana para pengusaha bisa diajak berproduktif tinggi kalau impor illegal barang yang sama masuk dengan harga sangat murah serta harga bahan baku tidak stabil sebagai dampak kebijakan ekonomi makro serta jalur transportasi yang sangat macet. Bagaimana para akademisi/mahasiswa diajak bekerja keras kalau pembiayaan perguruan tinggi untuk mahasiswa sangat mahal serta UU BHMN yang dicabut oleh MK tidak dibenahi lagi agar perguruan tinggi dibiayai oleh Negara kembali. Inilah permasalahan kita yang membenang kusut.
Dalam pidato Jokowi, kita tidak mendapatkan gambaran upaya untuk membenahi penegakkan hukum serta kelanjutan pemberantasan korupsi serta mafia yang sangat banyak diberbagai bidang terutama Migas Indonesia. Kemudian kita juga tidak mendapatkan upaya dan langkah untuk mengefisienkan dan penghematan pengeluaran Negara. Selanjutnya dalam pidato tersebut kita tidak mendapatkan gambaran sebuah upaya untuk meningkatkan pendapatan dari Pajak dimana selama ini ada dua ribu triliun yang menguap dari peluang pendapatan pajak Nasional. Penegakan hukum, Penghematan pengeluaran Negara, peningkatan pendapatan dari pajak adalah komponen penting yang paling mudah untuk dilaksanakan pada tahap awal untuk seratus hari kedepan. Dalam hal penegakan hukum, Kepolisian RI yang paling mudah untuk di reformasi ulang secara tuntas, termasuk Kejaksaan dan Kehakiman. Dalam hal ini, kita semua tidak bisa lagi hanya berharap kepada KPK yang hanya ada di Jakarta, karena persoalan Negara ini tidak hanya kasus korupsi saja.
Malah Jokowi menyampaikan pengulangan gagasan Jalesveva Jayamahe di laut tentang kemaritiman dan Samudra, selat dan teluk merupakan masa depan peradaban kita. Investasi dilaut adalah sangat besar nilai uangnya. Memang kita harus segera menggarap lautan milik Indonesia, akan tetapi didarat dan kepulauan harus diberdayakan terlebih dahulu yaitu setelah kuat dan berdaya ekonomi, pertanian, peternakan, pertambangan, maka selanjutnya kita bisa menggarap kelautan dengan berbagai kreasi kendaraan laut dan pabrik protein dilautan dan lain sebagainya. Sistematis pola pidato seperti ini tidak terlihat dan tidak disampaikan dalam pidato kenegaraan pertama Jokowi.
Permasalahan didaratan Indonesia saja sangat komplek, merasuknya sikap mental koruptip Mafioso malah perdagangan Migas Indonesia dikuasai calo yang memahalkan energi didalam negeri, belum lagi kita membenahi tentang kedaulatan energi kita dimana didalamnya sudah nangkring pihak asing dari kelompok kapitalis asing. Belum lagi kita membenahi permasalahan perbankan Nasional dimana juga pihak asing sudah bercokol didalamnya. Bagaimana mensiasati permasalahan ini? tentulah bisa disampaikan oleh Jokowi secara singkat dalam pidatonya kemarin disaat awal paska pelantikan Jokowi menjadi Presiden ke-7 Indonesia. Belum lagi kita membahas permasalahan pertambangan Nasional. Akan sangat banyak sebenarnya yang bisa disampaikan dalam pidato Jokowi secara singkat dan mengena sasaran permasalahannya, akan tetapi tidak dilakukan oleh Jokowi. Tulisan ini tidak bermaksud merendahkan, tapi mengkritisi untuk lebih baik lagi. Semoga tulisan ini sebagai masukan untuk menyegarkan serta memicu kinerja kita selanjutnya untuk membangun bangsa dan Negara tercinta ini agar seluruh rakyat bisa sejahtera bersama. (Ashwin Pulungan)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI