Lihat ke Halaman Asli

Ashwin Pulungan

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Jokowi-Jk Belum Punya Hati Nurani Kerakyatan

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14164419951494690560

Sebelumnya, Jokowi di Australia mengatakan akan naikkan BBM segera, kurang lebih kata Jokowi, saya siap untuk tidak populer, paling marahnya hanya sebulan saja sudah itu mereka pingin foto-foto bareng dengan saya. Inilah yang dikatakan Jokowi kepada para wartawan dan di depan para warga negara Indonesia di Australia. Sombong dan sok jago sekali ternyata Jokowi. Memangnya untuk apa para pengkritisi foto-foto dengan Jokowi? Ternyata Jokowi sangat menikmati pencitraannya dalam hal blusukan selama ini untuk menambah dan menumpuk popularitas dirinya.

Tepatnya tanggal 17 November 2014 malam hari pada kisaran jam 21.00 WIB, Jokowi dan beberapa menteri terkait mengumumkan kenaikan BBM premium menjadi Rp 8.500,-/liter dan solar Rp 7.500,-/liter, berlaku pukul 00.00. Dampak dari pengumuman kenaikan tersebut membuat para pemakai kendaraan berjubel antri di setiap SPBU di seluruh perkotaan Indonesia. Malam itu banyak jalan yang macet total karena terhambat dengan kendaraan yang mengular antri BBM. Lucunya, para pemilik mobil mewah juga ikutan antri untuk membeli full tank premium yang hanya sampai 3 jam menuju jam 00.00.

Antrian ini bagi kita mengindikasikan bahwa golongan ekonomi menengah bawah memiliki kemampuan daya beli yang sangat lemah atau banyak orang miskin yang memaksakan membeli kendaraan. Yang memakai sepeda motor kalau full tank, hanya bisa masuk ±8 liter mereka hanya untuk mendapatkan nilai Rp.2.000,-x 8 = Rp. 16.000,-, bagi pemilik mobil yang memiliki tanki kapasitas ±45 liter, hanya untuk mendapatkan 45 x Rp 2.000,- = Rp. 90.000,-, mereka bersedia ngantri berjam-jam hanya untuk mendapatkan senilai itu. Inilah indikasi kuat betapa lemahnya daya beli kebanyakan masyarakat kita saat ini sebelum kenaikan BBM, paska kenaikan ini, tentu daya beli masyarakat akan semakin melemah yang diakibatkan dengan kenaikan tambahan berbagai komoditi kebutuhan dan beban hidup seharian.

Adalah sebagai pernyataan yang menyampah, pemerintah meminta dampak kenaikan BBM bersubsidi, masyarakat jangan panik. Sudah pasti masyarakat akan panik mengingat beban biaya hidup dan beban biaya tranportasi dan biaya energi lainnya menjadi sangat mahal, belum ditambah dengan kepastian naiknya tingkat inflasi antara 3% s/d 8% yang menurunkan nilai mata uang rupiah. Bahan Bakar Minyak adalah kebutuhan hajat hidup orang banyak dan merupakan komoditas yang sangat memicu pengaruh kenaikan di segala bidang aktivitas ekonomi masyarakat termasuk inflasi.

Kenaikan BBM yang dilakukan Jokowi dan Tim Menteri, akan mempengaruhi sangat berat bagi berbagai daerah seperti di Palu dan sekitarnya harga BBM premium pada kisaran Rp 10.000,- s/d Rp 15.000,-/liter di Mataram Rp 11.000,- dan di Anambas bahkan mencapai Rp 20.000,-/liter. Hal ini akan mengakibatkan lemahnya daya beli dan juga lemahnya produktivitas daerah dan produktivitas daerah tidak akan memiliki daya saing karena semakin mahalnya harga pokok dan mahalnya biaya transportasi. Bisa kita saksikan beberapa jenis perusahaan industri rumahan akan mengalami kebangkrutan usaha.

Apa arti dan maknanya blusukan bagi Jokowi, kalau keputusannya adalah menambah kemiskinan banyak rakyatnya. Sebenarnya pemerintahan Jokowi bisa mengambil masukan dari buku putihnya PDIP yang ngotot menolak kenaikan BBM bersubsidi ketika SBY berkuasa. Seperti dalam buku putih tersebut mengusulkan agar pemerintah berupaya untuk menyelamatkan anggaran Negara tanpa mencabut subsidi BBM, pos-pos dievaluasi ketat begitu juga biaya operasional kerja sama dengan perusahaan asing, penyimpangan subsidi BBM seperti penimbunan BBM (penimbunan di Batam) dan penjualan illegal di tengah laut oleh kapal-kapal tanker Pertamina. Selanjutnya Jokowi seharusnya memberi tugas kepada para menteri terkait untuk bekerja keras dahulu dalam upaya penghematan pos-pos pengeluaran pemerintah tersebut, yaitu menjalankan secara konsisten strategi penyelamatan APBN yang pernah digembar-gemborkan PDI Perjuangan. Malah Jokowi dan PDIP bisa memenangkan Pilpres 2014 yang lalu, adalah karena masih tergambar pada memori rakyat pemilih bahwa PDIP dan Jokowi konsisten tidak akan menaikkan BBM bersubsidi.

Ternyata Jokowi kalah dengan berbagai argumentasi para menteri terkait dalam hal migas ini, sehingga memosisikan Jokowi terpaksa menghancurkan citra dirinya untuk memutuskan kenaikan harga BBM bersubsidi pada 17 November 2014 malam. Padahal Jokowi pada saat kampanye Pilpres dahulu berjanji untuk tidak buru-buru menaikkan harga BBM bersubsidi. Permasalahan kenaikan BBM bersubsidi tidak hanya kenaikan Rp 2.000,-nya saja, tapi dampak efek domino yang diakibatkannya adalah berupa beban kehidupan masyarakat semakin membesar dan berat di samping tekanan inflasi. Selanjutnya dampak gangguan sosial horizontal di antara rakyat, TNI-Polri yang telah terjadi.

Inilah yang penulis katakan sebagai pemimpin yang tidak memiliki empati hati nurani rakyat, karena sangat berbeda perkataan dan janji dengan perbuatan. Para pembaca juga bisa menambahkan padanan kata apalagi yang sesuai dengan kepemimpinan Jokowi-Jk ini. Sekarang nasi sudah menjadi bubur, dan dipastikan perjalanan pemerintahan Jokowi-Jk tidak akan mulus dan akan mendapatkan reaksi yang kuat sepanjang jabatan mereka karena hati serta perasaan rakyat sudah terlanjur dilukai. Inikah bukti sesungguhnya blusukan dan wong ciliknya Jokowi ? (Ashwin Pulungan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline