Saya awali tulisan ini dengan memuji Kanjeng Nabi Muhammad Saw dengan segala kasih dan kerinduan akan syafaatnya. Dengan pengorbanan yang tiada nilainya, kanjeng Nabi Saw tidak hanya secara tampak atau dlohir, tetapi secara batinnya juga selalu mendoakan dan membimbing umatnya.
Buku tentang Muhammadku Sayangku yang ke-3 ini adalah resep manjur menuju hati yang tentram. Mengapa? Karena kalau tidak gondelan klambine kanjeng nabi (memengan bajunya kanjeng nabi) dalam arti yang bukan sebenarnya, kita mungkin masih dalam kondisi yang dolalah (tersesat).
Di pesantren, kita sering membaca ragam shalawat, baik "syumtut al-durar, shalawat barzanji, shalawat tawsyi' shlawat Ibrahim, dan lain sebagainya". Hal ini tidak hanya menjadi tradisi, melainkan sebuah proses keridlaan akan sikap cinta kepada kanjeng Nabi Saw.
Seperti yang diungkap dalam tulisan yang berjudul "Allah Swt "sepaket" dengan Nabi Saw 2" dijelaskan bahwa ketika seoang Sa'ad bin Ubadah, sang pengangkat panji Rasulullah berbicara tentang hari pembalasan bagi qurays, namun Kanjeng Nabi kala Fathul Makkah justru mengungkapkan sesuatu yang berbanding terbalik dengan Sa'ad, bahwa kata kanjeng nabi Saw,
"ini adalah hari kasih sayang, ini bukan hari pembalasan, kalian semua merdeka" (Hal.36-37).
Dengan kata lain, kanjeng Nabi Saw benar-benar menginterpretasikan sifat rahman Rahim-Nya Allah agar selalu melindungi siapapun yang lemah dan mendoakan siapapun lalu memberinya kenikmatan. Sungguh tiada makhluk ciptaan-Nya yang memberikan kenyamanan dan ketentraman dalam hati, seperti kanjeng Nabi Saw.
Tidak hanya itu, dalam tulisan lain berjudul "Andai Kanjeng Nabi Menjelma dalam Jiwa" penulis menyebutkan bahwa bekerja ya bekerja, berbisnis ya berbisnis, menabung ya menabung, bersita-cita ya bercita-cita, berhajat ya berhajat, berkeinginan ya berkeinginan, tiada yang salah dalam semua itu. Akan tetapi. Ada pintu "tol" yang seyogianya senantiasa kita tuju, yaitu karunia rahmat Allah Ta'ala. "Pintu Tol" inilah yang akan menghamparkan kecukupan, keberkahan dan kenikmatan dalam hidup ini" (Hal.96-97).
Dengan kata lain, untuk mencapai keberkahan dalam pekerjaan dan segala keinginan kita, alangkah baiknya jika disandarkan kepada jiwa yang tenang dan diliputi oleh dzikkir akan rahman rahimNya, serta tiada lupa melantunkan shalawat dan merenungi keadiluhungan akhlah dan moralnya. Karena semua itu adalah kunci utama menemukan keberkahan dalam segala urusan kita.
Di samping itu penulis juga menjelaskan tentang kenikmatan gondelan klambine Kanjeng Nabi yaitu pada tulisan yang berjudul "Membucinlah kepada Kanjeng Nabi Saw, maka seluruh List-mu selesai" penulis menjelaskan bahwa "Teruslah membucin kepada Saw.
Teruskanlah dengan lebih jos, mantap, los dol. Hingga di suatu titik kamu merasa bahwa tujuan, makna dan hakikat hidupmu tiada lain adalah sungguh-sungguh semata Kanjeng Nabi Saw -- lalu segala yang lain-lainnya hanyalah "sambilan hidup" -- maka, perhatikanlah betapa seluruh list harapan yang telah kamu buat akan luruh satu demi satu hingga sampai pada maqam bagaikan tiada lagi Urgensinya" (Hal.86-87).