Lihat ke Halaman Asli

A. Dahri

Neras Suara Institute

Ramadan, Al Quran, dan Momentum Komunikasi dengan Tuhan

Diperbarui: 22 April 2021   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Deposithpotho

Sudah sepatutnya jika perkembangan zaman mempengaruhi pola kehidupan. Di mana kemudahan pelayanan menjadi makanan empuk yang menggoda siapapun. Terlebih pola menentukan dasar atau dalil, yang mana setiap apa yang dilakukan diharapkan memiliki dasar sehingga memiliki kebaikan di mata manusia terlebih di hadapan Tuhan.

Tidak dipungkiri bahwa al-Quran dan Hadits memiliki fungsi sebagai petunjuk bagi manusia, namun juga diperlukan ijma' dan qiyas agar setiap dasar yang diambil sesuai dan tepat sasaran, karena memang sebagai undang-undang dasar yang mengatur segala perilaku manusia maka patut kiranya jika memerlukan kehati-hatian serta ketelitian dalam mengambil dasar di dalam al-Quran dan Hadits tersebut.

Mulia memang, saat seseorang denganatau sengaja menentukan sikap untuk berjalan luruTidak dipungkiri bahwa al-Quran dan Hadits memiliki fungsi sebagai petunjuk bagi manusia, namun juga diperlukan ijma' dan qiyas agar setiap dasar yang diambil sesuai dan tepat sasaran, karena memang sebagai undang-undang dasar yang mengatur segala perilaku manusia maka patut kiranya jika memerlukan kehati-hatian serta ketelitian dalam mengambil dasar di dalam al-Quran dan Hadits tersebut danselalu mengambil dasar serta petunjuk dari al-Quran dan Hadits dalam menjalani hidupnya, apalagi hal ini juga menjadi perintah yang secara langsung oleh Tuhan ditujukan kepada manusia, semisal "Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya." (QS: an-Nisa: 59)

Namunbegitu, perlu adanya ketepatan dalam menentukan dasar dari setiap apa yang dilakukannya, kekayaan makna dan maksud dari bahasa al Quran punjuga Hadits mewajibkan kepada setiap orang untuk mengakaji lebih dalam agar tepat dalam penggunaan ayat-ayat dalam al Quran dan isi Hadits.

Dalam berinteraksi dengan al-Quran lebih diutamakan menjunjung tinggi keikhlasan, kejernihan hati dan motivasi yang tinggi untuk memahami firman-firman Allah. Karena Ide utamanya adalah Tuhan, sedangkan penyampainya adalah Nabi Muhammad melalui Jibril AS. Hal ini mengharuskan kepada manusia agar mempelajari ilmu tafsir secara mendalam.

Memahami  al-Quran perlu adanya kehati-hatian serta ketelitian yang menyangkut sebab turunnya ayat, pendekatan secara leksikologi, atau secara gramatika bahasa danserta pengaitan dengan hadits agaknya menjadi kebutuhan yang perlu dipenuhi terlebih dahulu, jika dalam al-Quran patut kiranya mengatahui asbabu an-Nuzul, maka dalam hadits perlu diketahui juga asbabu al-Wurud.

Pengarang kitab al-I'tisham yakni Imam Abu Ishaq asy-Syatibi yang lahir di Granada Spanyol mengatakan, "Tidak dibenarkan seseorang yang hanya memperhatikan bagian dari satu pembicaraan kecuali pada saat ia bermaksud untuk memahami arti lahiriah dari satu kesatuan kata menurut pengertian kebahasaan (etimologi), bukan menurut maksud pembicaraannya, karena makna yang dikandung oleh teks dapat berbeda akibat perbedaan kondisi, waktu, dan kejadian-kejadian."

Oleh sebab itu mengambil dasar di dalam al-Quran tidak semudah memotong daging kambing kemudian diperdagangkan, atau digunakan sebagai kepentingan tertentu. Jikapun harus menjadi jagal, maka harus pula belajar cara memotong yang benar, agar tidak merugikan berbagai pihak. Kahati-hatian inilah yang perlu benar-benar diperhatikan dalam menggunakan ayat atau isi hadits. Allahu A'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline