Lihat ke Halaman Asli

A. Dahri

neras suara institute

Belajar, Punya Uang Berapa?

Diperbarui: 3 Oktober 2020   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Id.quora.com

"Ada kalanya, manusia perlu merenung lebih dalam dan lebih sering lagi untuk menemukan jati diri yang sebenarnya." (Romo Mangunwijaya)

Anak itu duduk bersila tepat di depan ruang pimpinan jurusan yang kabarnya perfeksionis. Lusuh, lasah, dan murung termangun menghiasai wajah sang anak. 

Beberapa waktu lalu memang ada info bahwa ujian akhir semester akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Syaratnya adalah tidak ada nilai mata kuliah yang kurang, tanggungan buku di perpus, dan pastinya harus bayar. 

Kita tahu bahwa uang tidak segalanya, tapi kebalikannya lebih berbahaya. Segala-galanya pasti membutuhkan uang. Ketika kita melakukan transaksi atau kesepakatan, sedikit banyak pasti dibarengi dengan adanya uang yang berperan. Baik penunjang utama ataupun hanya sebatas tambahan. 

Demikian juga dalam pendidikan, tidak hanya kepercayaan, tetapi juga uang. Uang bukan jalan utama. Tetapi perlu diingat bahwa di jalan butuh uang. 

Itulah yang dialami seorang anak dengan badan agak pendek, gemuk dan rambut bergelombang. Wajah yang bulat, mata yang lebar dengan hidung dan pipi yang menindih mulutnya sampai tak kuasa tersenyum pun menyapa teman-temanya yang lalu lalang di depannya. 

"Pendidikan" mematikan rasa kemanusiaan. Benarkah? Ketika apa saja menjadi komoditas maka akan ada hubungan timbal balik dan saling menguntungkan satu sama lain. Jika dikaitkan dengan industri maka pendidikan adalah industri manusia (meminjam istilah Eko Prasetyo).

Kita tahu bahwa setiap orang berhak atas pendidikan. Undang-undang menjamin, tapi belum tentu pemangku kebijakannya. Baik kebijakan di daerah pun di lembaga. 

Kebijakan menuntut atas kebajikan. Kearifan menuntut atas kemanusiaan. Kebersamaan menuntut atas pengertian. Sedangkan pengertian teramu atas pendidikan.

Anak itu tetap lusuh wajahnya. Sambil membolak-balik map berwarna kuning dengan beberapa helai kertas. Lalu datang lelaki gagah dengan kopiah, kemeja, dan celana rapi, ditambah sepatu yang kelihatannya harganya senilai gaji staf di lembaga tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline