Lihat ke Halaman Asli

A. Dahri

Santri

Bantaran Kali, Komunitas, dan Personalitas

Diperbarui: 23 September 2020   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Pagi ini pelajaran terpentingnya adalah kita tidak bisa mengontrol apapun yang ada di luar (kehendak) kita. Bagaimanapun sifat spiritualitasnya. Yang jelas, interaksi sosial menjadi hal pokok dalam kehidupan.

Interaksi yang syarat akan saling memahami dan menghormati juga sangat penting. Di daerah saya bantaran kali menjadi sangat penting bagi pola-pola pemenuhan kebutuhan. Baik rutinitas personal seperti mandi, cuci baju, cuci piring dst. Tak terkecuali untuk memasak, kita pakai PDAM.

Bantaran sungai yang agaknya beton dan pembatasnya dibangun sekitar 1973 itu kadang juga menjadi area bermain anak-anak. Apalagi dalam situasi pandemi, di mana mereka jarang bahkan tidak sama sekali masuk sekolah.

Kita tidak bisa mengontrol apa yang di luar (kehendak) kita salah satunya adalah; ketika ada salah seorang yang kemudian BAB di sana. Sedangkan kita juga sedang mencuci baju dan lain sebagainya. Hal itu dianggap wajar. Bahkan ada juga yang kadang telanjang dada mandi di area bantaran kali tanpa ditutupi aling-aling.

Jangan jauh-jauh masalah spiritual. Masalah itu saja kita tidak bisa mengontrol. Apalagi masalah politik hari ini. Tapi itu bukan pembahasan kita sekarang. Yang jelas apapun itu sifatnya. Manusia adalah makhluk interaktif. Makhluk logic-spiritualisme yang menjunjung tinggi olah rasa, olah karsa.

Berita buruknya, kadang ada segelintir manusia yang bahasa kasarnya sok-sokan. Ada juga yang merasa paling benar di antara komunitas masyarakatnya.

Tentu hal ini menjadi penghalang bagi proses interaksi. Tetapi berita baiknya adalah; dari situ kita bisa mengambil ruang balance, ruang keseimbangan. Kesadaran yang terbentuk adalah; sesuai dengan apa yang ada di Wedatama bahwa hidup adalah hitam dan putih, hidup berisi konsekuensi dan kompensasi. Kausalitas menjadi titik tumpunya. Walaupun ada titik tolak yang kuat yaitu perkembangan.

Ada komunitas masyarakat yang berharap bahwa perlu adanya konservasi tradisi. Tapi ada juga yang memaksakan pengembangan dan lain sebagainya. Tentu hal ini penuh dengan pro dan kontra. Seperti apa yang saya singgung di atas. Ketika kita mencuci di kali ternyata di samping kita atau agak jauh ada yang sedang BAB. Lantas apa kita mau menegur, atau membiarkan saja?

Jawabannya, akan sangat beragam. Selamat berdialektika, dan selamat berbahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline